Advanced Search
Hits
20394
Tanggal Dimuat: 2010/12/09
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana dapat dikatakan bahwa akal tidak melakukan kesalahan dalam menafsirkan al-Qur’an?
Pertanyaan
apa yg membenarkan bahwa akal dalam menafsirkan al kitab itu tidak salah?
Jawaban Global

Apabila manusia memanfaatkan dan memberadayakan akalnya dengan sadar dan baik, tanpa adanya campur tangan prajudis dan prasupposisi yang bersumber dari hati yang tidak sehat, kemudian mengurai dan menganalisa ayat-ayat al-Qur’an serta melakukan kontemplasi dan tadabbur pada ayat-ayatnya maka prosentase melakukan kelahan akan semakn minim atau tidak melakukan kesalahan sama sekali.

Pada ayat-ayat al-Qur’an terdapat sebagian ayat-ayat mutsayabih (samar-samar) dan ambigu yang terkadang membuat sebagian orang yang memiliki pengetahuan minim dan hati yang penuh noda berujung pada kesalahan, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. Solusi untuk keluar dari kesalahan ini adalah memanfaatkan fakultas rasional dan aktifitas rasionisasi, dengan penguatan akal dan mencari pertolongan kepada para wali Tuhan.

Jawaban Detil

Ayat-ayat al-Qur’an dapat dibagi ke dalam dua pandangan. Pada pandangan pertama, pelbagai subyek yang dikemukakan dan dibagi menjadi dua klasifikasi muhkam (tegas dan jelas) dan mutasyabih (samar dan remang). Pembedaan ini dijelaskan pada ayat tujuh surah Ali Imran secara jelas diungkapkan dengan redaksi, “Minhu âyatun Muhkamatun hunna Ummu al-Kitab wa Akharu Mutsyabihât.”[1]

Terdapat pembedaan lainnya yang terdapat pada ragam makna al-Qur’an, karena di samping pada makna lahir dan pertama kalimat-kalimat al-Qur’an, sesuai dengan penegasan riwayat, juga terdapat lapisan-lapisan makna lainnya yang tertimbung di balik makna setiap ayat al-Qur’an. Makna-makna lain tersebut dapat dicerap dan dipahami berdasarkan dengan kemampuan menalar dan berpikir yang dimiliki setiap orang.

Dengan memperhatikan pendahuluan di atas, peran akal dalam memahami al-Qur’an dapat ditelusuri dan dievaluasi dalam empat bagian sebagai berikut:

1.     Makna lahir ayat-ayat muhkam: Ayat-ayat muhkam yang merupakan bagian yang sangat luas dalam al-Qur’an dan termasuk di dalamnya adalah doa-doa, penjelasan sejarah dan sebagainya, memiliki kapabilitas untuk dipahami dan dicerap secara rasional oleh setiap orang. Sebagai perumpamaan, dalam al-Qur’an kita membaca, “lâ yukallifuLlâhu nafsan ill wus’ahâ.[2] Setiap orang yang berpikir mampu melakukan inferensi dan mengambil konklusi universal bahwa Allah Swt tidak akan membebankan sebuah taklif dan tugas yang berada di luar kemampuan seorang hamba.

Tatkala seluruh obyek wicara al-Qur’an menyimpulkan sebuah makna dari sebuah redaksi al-Qur’an, maka hal ini menunjukkan bahwa akal mereka memiliki kemampuan untuk mencerap dan memahami al-Qur’an dan berdasarkan hal ini kita sama sekali tidak bisa berdalih bahwa akal kita tidak mampu melakukan hal tersebut. Sementara pada kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an, diturunkan sedemikian sehingga paling tidak makna-makna lahiriya dan pertamanya dapat dipahami dan dicerap oleh manusia secara umum.

2.     Lapisan-lapisan makna-makna ayat-ayat muhkam: Berdasarkan sebagian riwayat bahwa di samping memiliki makna-makna lahir yang benar dan dapat dimanfaatkan, al-Qur’an juga memiliki lapisan-lapisan makna lainnya yang tidak dapat diakses dan dipahami oleh setiap orang secara umum. Untuk lapisan makna-makna lain dari ayat al-Qur’an ini diperlukan orang-orang yang memiliki kemampuan bernalar dan ketakwaan yang tinggi.[3] Apabila seseorang tidak mampu memamahi dan mencerap seluruh makna ini maka hal itu tidak dapat dijadikan dalil bahwa akalnya tidak dapat digunakan untuk mengungkap makna lahiriya dan pertama (awwaliyah) ayat-ayat al-Qur’an.

3.     Makna lahiriyah ayat-ayat mutasyabih: Secara lahir sebagian ayat-ayat al-Qur’an memiliki makna-makna yang tidak sejalan dengan ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan agama. Misalnya, apabila ayat “yaduLlâh fauqa aidihim”[4] kita maknai sesuai dengan bentuk lahir lafaznya maka kesimpulannya bahwa Allah Swt juga seperti entitas dan makhluk material lainnya yang memiliki tangan. Hal ini tentu saja berseberangan dengan prinsip-prinsip pertama ajaran agama dan dengan alasan yang sama kita harus mengabaikan makna lahir ayat-ayat seperti ini. Akal dalam hal ini juga apabila tidak mampu memahami makna yang sebenarnya dari model ayat seperti ini, paling tidak dengan menalar dan berpikir serta bersandar pada ayat-ayat muhkam, akan memahami kekeliruan makna lahir ayat tersebut dan tidak bersandar pada makna lahirnya, melainkan mencari tahu makna dan hakikat ayat tersebut dari para wali Allah dan râsikhun fil ‘ilm (orang-orang yang kukuh dalam masalah ilmu).

4.     Makna sebenarnya ayat-ayat mutasyabih: Pada ayat tujuh surah Ali Imran, memahami makna sejati dan ril ayat-ayat seperti ini berada di pundak Allah Swt dan ulama yang râsikh dan berkukuh dalam ilmunya. Jelas bahwa semakin banyak dan luas ilmu seseorang maka semakin ia memiliki kemampuan untuk memahami ayat-ayat mutasyabih. Namun pada bagian ini, orang-orang yang memiliki kemampuan rendah atau sakit jiwa, menyuguhkan penafsiran-penafsiran keliru, dengan perbedaan bahwa kelompok pertama tidak mengetahui sementara kelompok kedua mengetahui telah melakukan kesalahan seperti ini.

 

Jelas bahwa kesalahan-kesalahan disengaja atau tidak disengaja orang-orang seperti ini, tidak boleh memberikan anggapan kepada kita bahwa akal harus dipinggirkan dan tidak digunakan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, melainkan sebaliknya, al-Qur’an menyeru dengan lantang kepada obyek wicaranya untuk senantiasa berpikir, merenung dan berkontemplasi pada ayat-ayat Ilahi.[5] [IQuest]



[1]. "Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamât, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihât.” (Qs. Ali Imran [3]:7)

[2]. Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. (Qs. Al-Baqarah [2]:286)  

[3]. Silahkan lihat, Bihâr al-Anwâr, Muhammad Baqir Majlisi, jil. 89, hal. 78, Bab 8, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.  

[4]. Tangan Allah di atas tangan mereka. (Qs. Fath [48]:10)

[5]. Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu merenungkan. (Qs. Al-Baqarah.” [2]:242); Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (Qs. Ali Imran [3]:118); Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an ataukah hati mereka telah terkunci? (Qs. Muhammad [47]:24)

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...