Advanced Search
Hits
10657
Tanggal Dimuat: 2011/01/13
Ringkasan Pertanyaan
Kalau memang Imam Ali As bermusuhan dengan para khalifah, lantas mengapa Imam Ali memilih nama para khalifah untuk putra-putrinya?
Pertanyaan
Selepas wafatnya Sayidah Fatimah As, Imam Ali As menikahi beberapa wanita dan mempunyai anak dari pernikahan itu. Sebagian nama-nama anak itu adalah Usman bin Abi Thalib, Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib, ‘Umar bin Ali bin Abi Thalib yang Ibu mereka secara berurutan adalah sebagai berikut: Ummu al-Banin binti Khazam bin Daram, Laila binti Mas’ud Daramiyah dan Ummu Habib binti Rabi’ah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada ayah yang bersedia memberi nama putra-putranya dengan nama-nama musuhnya? Apalagi ayah mereka adalah Ali bin Abi Thalib As. Bagaimana Imam Ali As memberi nama putra-putranya dengan nama-nama musuhnya sedangkan Anda sendiri mengatakan bahwa para khalifah tersebut adalah musuh bebuyutannya?! Apakah orang berakal sehat akan memberi nama teman-temannya dengan nama-nama musuhnya?
Jawaban Global

Dengan merujuk kepada lilteratur-literatur sejarah, kita akan mengetahui bahwa Abu Bakar bin Ali adalah Putra Laila yang merupakan putri dari Mas’ud Tsaqafi, ‘Umar bin Ali adalah putra Ummu Habib dan Utsman bin Ali Adalah putra Ummu Banin dan mereka semua adalah putra-putra Imam Ali As.

Dalam menjelaskan tentang nama putra-putranya dengan nama-nama ketiga khalifah itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kebudayaan dan kerangka berfikir yang berkembang di tengah masyarakat pada masa itu sedemikian sehingga penamaan nama ini kurang mendapat perhatian juga tidak pula mendapat penekanan. Pada dasarnya dengan mengingat nama-nama ini tidak berasosiasi mengingat khalifah. Melainkan perjalanan sejarah yang membuat ketiga nama ini menonjol. Namun pada masa itu nama-nama tersebut sangat popular di tengah masyarakat sehingga pemberian nama oleh Imam Ali As atau pun orang lain terhadap nama anak-anak mereka dengan Abu bakar, misalnya, tidak akan mengingatkan seseorang kepada nama khalifah pertama. Terlebih, di antara nama-nama para sahabat Nabi Saw ada juga yang bernama Usman bin Madz’un dan lainnya.

Sesuai dengan catatan sejarah, ketiga nama tersebut telah menyebar dan banyak digunakan pada zaman itu dan setelahnya, bahkan hingga pada masa imamah para Imam Maksum lainnya. Nama-nama ini menurut pandangan syiah tidaklah jelek dan tercela. Dalam kitab Mu’jam al-Tsiqât menyebutkan lebih dari 60 halaman riwayat dengan nama ‘Umar dan Utsman bin Sa’id yang merupakan salah seorang pengganti Imam Zaman Ajf pada masa ghaibah sughra.

Jawaban Detil

Dengan merujuk kepada bukti-bukti sejarah, kita akan mengetahui bahwa setelah syahadah Sayidah Zahra As, Imam Ali menikah dengan beberapa wanita dan mempunyai anak dari pernikahan itu. Ketiga nama anaknya itu sama dengan nama-nama ketiga khalifah. Nama-nama mereka adalah Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib yang merupakan anak dari Laila putri Mas’ud Tsaqafi[1], Utsman yang merupakan anak dari Ummu Banin. Kedua putra Imam Ali ini syahid di medan Karbala dalam rangka membela saudaranya, Imam Husain As[2]. Dan putra ketiga Imam Ali As adalah ‘Umar.[3]

Dalam mengkaji sebab-sebab kesamaan nama putra-putra (Baginda Ali ini) dengan nama seseorang hal itu dapat ditinjau dari beberapa sisi:

1.     Pada dasarnya, pemberian nama dan kerabatan dengan nama seseorang hal itu bukan menjadi dalil atas kecintaan, persamaan dalam keyakinan, fikih, ataupun politik sebagaimana tiadanya pemberian nama juga bukan dalil atas adanya pertikaian dan perseteruan. Meski pada sebagian urusan kecintaan dan kebencian dalam memberikan nama (atau tidak memberikan nama) tetap memiliki pengaruh.

Di samping itu, kebudayaan dan kerangka berfikir yang berkembang di tengah masyarakat pada masa itu sedemikian sehingga penamaan nama ini kurang mendapat perhatian juga tidak pula mendapat penekanan. Pada dasarnya dengan mengingat nama-nama ini tidak berasosiasi mengingat khalifah melainkan perjalanan sejarahlah yang membuat ketiga nama ini menonjol. Pada masa itu nama-nama tersebut sangat popular di tengah masyarakat sehingga pemberian nama oleh Imam Ali As atau pun orang lain terhadap nama anak-anak mereka dengan Abu bakar, misalnya, tidak akan mengingatkan seseorang kepada nama Khalifah Pertama.

Harus diperhatikan bahwa nama-nama ketiga khalifah tersebut, tidak terkhusus bagi ketiga orang tersebut, melainkan nama-nama sedemikian telah ada semenjak masa pra kedatangan Islam dan pasca kedatangan Islam yang telah mentradisi dan menyebar di kalangan bangsa Arab. Pemberian nama ini sedikit pun, bukan dalil atas kecintaan terhadap pemilik nama-nama tersebut. Misalnya di Iran, terdapat seorang syah (raja) bernama Muhammad Reza (Ridha) yang merupakan orang yang berwatak dan perperangai bejat. Namun demikian, nama Muhammad Reza (Ridha) tidak menjadi penghalang untuk menjadi nama yang paling digemari dan paling disukai oleh masyarakat Iran. Di antara sahabat-sahabat pilihan Nabi Saw, ada juga nama-nama pribadi unggul yang memakai nama demikian, seperti Utsman bin Ma’dzun, dan lain sebagainya. Alasan pemberian nama-nama tersebut bukan lantaran kecintaan kepada orang-orang besar tersebut.

Dalam hal ini, Anda dapat merujuk kitab-kitab Rijal seperti Isti’âb yang ditulis oleh Ibnu Abdul Bar atau pun juga Usd al-Ghabah karya Ibnu Atsir. Dalam kitab-kitab Rijal ini  Anda akan jumpai nama-nama sahabat nabi yang bernama Abu Bakar, ‘Umar dan Utsman.

Dalam kesempatan ini, kami  hanya akan mencukupkan dengan satu kitab Usd al-Ghabah fi Ma’rifat al-Sahabah dan menyebutkan nama orang-orang yang bernama ‘Umar:

1.       ‘Umar al-Islami

2.       ‘Umar al-Jam’i

3.       ‘Umar bin al-Hakam

4.       ‘Umar bin Salim al-Khaza’i

5.       ‘Umar bin Suraqah

6.       ‘Umar bin Sa’ad al-Anmari

7.       ‘Umar bin Sa’ad al-Salami

8.       ‘Umar bin Sofyan

9.       ‘Umar bin Abi Salmah

10.    ‘Umar bin Amir al-Silmi

11.    ‘Umar bin ‘Ubaidillah

12.    ‘Umar bin ‘Ikramah

13.    ‘Umar bin Amru al-Laitsi

14.    ‘Umar bin ‘Amir

15.    ‘Umar bin ‘Auf

16.    ‘Umar bin ‘Azimah

17.    ‘Umar bin Lahiq

18.    ‘Umar bin Malik bin ‘Uqbah

19.    ‘Umar bin Malik al-Anshari

20.    ‘Umar bin Mu’awiyah al-Ghadhiri

21.    ‘Umar bin Yazid

22.    ‘Umar bin al-Yamani

 

Nama-nama di atas hanya yang disebutkan oleh Ibnu Atsir dalam kitabnya. Kita saksikan bahwa nama-nama tersebut telah berkembang dalam sejarah Islam dan bahkan pada zaman sebelumnya untuk waktu yang lama. Nama-nama tersebut telah pula dipakai oleh kalangan khusus maupun orang awam.

Nama-nama tabi’in yang bernama ‘Umar sangat banyak. Misalnya pada kitab Mu’jam al-Tsiqât lebih dari 60 halaman riwayat yang dinukil oleh perawi yang bernama ‘Umar.

Nama-nama tersebut juga berkembang dan banyak dipakai pada masa para Imam Maksum As. Misalnya Abu Bakar Sa’ad Asy’ari atau Abu Bakar Khadzrami yang merupakan perawi hadis-hadis dari Imam Shadiq As. Demikian juga Utsman bin Sa’id yang merupakan salah satu dari empat deputi (nuwab al-arba’ah) khusus Imam Zaman Ajf pada masa ghaibah sughra. Semua ini menunjukkan bahwa pada dasarnya penggunaan nama-nama seperti Abu Bakar, ‘Umar dan Utsman, tidak akan membawa ingatan dan pikiran kita kepada seseorang tertentu. Dalam sejarah, nama-nama seperti Ali, Abu Bakar (‘Umar atau Utsman) tidak terbatas pada orang-orang ini saja. Demikian juga nama-nama seperti ‘Umar dan Utsman yang pada kemudian hari Imam Ali As memberi nama anaknya dengan nama yang sama. Nama-nama tersebut telah digunakan secara berulang sepanjang sejarah oleh banyak kalangan dengan berbagai macam kepribadian yang berbeda-beda.

(Benar bahwa apabila pemberian nama dilakukan sesuai dengan instruksi dari Allah Swt maka tentu saja akan memiliki nilai kekudusan tersendiri, seperti nama-nama putra Ali As dan Fathimah As yaitu Hasan As dan Husain As.)[4]

Oleh karena itu, Anda akan benarkan bahwa nama-nama tersebut dan juga nama-nama lain para khalifah merupakan nama-nama popular yang telah biasa dipakai oleh masyarakat Arab Jahiliyah dan Islami dan dengan mendengar nama tersebut, pikiran seseorang sama sekali tidak akan terasosiasi dengan nama para khalifah.

Karena itu,  hanya dengan satu penamaan, seluruh apa yang berlalu dalam dalam sejarah tidak dapat diingkari.[5]

2.     Berdasarkan kemaslahatan dan pertimbangan penuh hikmah, Imam Ali As tidak mengungkapkan pelbagai kesuiltan dan musibah-musibah yang terpendam dalam hatinya. Demi menjaga persatuan Islam, beliau bersikap toleran dan bekerjasama dengan para khalifah, dengan tetap mengindahkan taktik dan strategi sosial demi terjaganya ajaran Islam yang baru saja berkembang. Di samping itu, dalam banyak hal, Imam Ali As tidak segan-segan membantu pemerintahan para khalifah, sedemikian sehingga ‘Umar berulang-kali berkata: “Laula ‘Ali lahalaka ‘Umar” (Seandainya tidak ada Ali, maka binasalah ‘Umar).”[6]

Sebagian orang memberikan kemungkinan bahwa pemberian nama-nama putra Imam Ali As dengan nama-nama para khalifah adalah contoh nyata bahwa Imam Ali As bertoleransi dengan para khalifah. Lantaran langkah seperti ini akan mengurangi pertentangan dan meminimalisir persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat dan tidak bermakna sokongan atas tindakan mereka dan persahabat dengan orang-orang yang bersangkutan.

Bagaimana pun,  “Apabila suasana mencekam dan menakutkan serta tekanan dan penindasan terhadap para pengikut Syiah, maka kita akan menyaksikan para Imam Maksum As akan mengambil beberapa tindakan (baca: taqiyyah) demi keselamatan yang dibolehkan syariat. Misalnya dengan memberi nama anak-anak mereka seperti nama-nama para khalifah, menjalin hubungan kekerabatan melalui pernikahan dengan para sahabat besar sehingga dapat mengurangi tekanan yang dilontarkan kepada mereka. Hal ini dilakukan mengingat pemerintahan zalim Bani Umayah dan Bani Abas dengan alasan bahwa mereka (para Imam Maksum) menentang ketiga khilafah, kedua pemerintahan ini menyalahgunakan keluguan masyarakat  untuk menekan mereka (para Imam) dan Syiah mereka, membunuh dan menjarah harta orang-orang Syiah.”[7]

 

Perlu diingat bahwa dalam kitab-kitab sejarah (yang menjadi obyek telaah) tidak dijumpai isyarat yang menyatakan bahwa Imam Ali As sendiri yang memilihkan nama-nama tersebut. Karena itu, ada kemungkinan bahwa yang memberi nama-nama tersebut adalah istri-istri Imam Ali As atau kerabat-kerabat beliau. Dan tentu saja Imam Ali, demi menghormati mereka, tidak melarang tindakan tersebut. [IQuest]


[1]. Mu’jam al-Tsiqât, jil. 21, Hal. 66, sesuai dengan pendapat Ibnu Asyub

[2]. Al-Irsyâd, hal. 484

[3]. Mu’jam al-Tsiqât, jil. 13, hal. 45

[4]. Muntaha al-Âmal, jil. 1, hal. 220

[5]. Pâsukh Jawâne Syiah, Muhammad Thabari, hal. 55-56.

[6]. Nahj al-Balâghah, Subhi Saleh, Khutbah 3.

فَرَأَیْتُ أَنَّ الصَّبْرَ عَلَى هَاتَا أَحْجَى فَصَبَرْتُ وَ فِی الْعَیْنِ قَذًى وَ فِی الْحَلْقِ شَجًا أَرَى تُرَاثِی نَهْبا

[7]. Pâsukh Jawâne Syiah, Muhammad Thabari, hal. 56-57

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...