Please Wait
21810
Al-Qur’an memiliki banyak tipologi yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab lainnya. Apabila Nahj al-Balâgha memiliki tipologi seperti ini maka ia juga akan tergolong sebagai kitab yang mengandung mukjizat. Namun Nahj al-Balâgha tidak memiliki tipologi dan karakteristik seperti ini sebagaimana al-Qur’an.[1]
Terkait dengan aspek dan sisi-sisi kemukjizatan al-Qur’an banyak buku dan makalah yang telah ditulis. Untuk menelaah sebagian dari buku dan makalah yang membahas tentang aspek-aspek ini, Anda dapat merujuk pada beberapa indeks yang terdapat pada site ini. Indeks: Kemukjizatan al-Qur’an, Pertanyaan No. 69 (Site: 310). Indeks: Al-Qur’an adalah Wahyu, Pertanyaan No. 67 (Site: 308) dan Indeks: Tiadanya Distorsi dan Penyimpangan dalam Al-Qur’an, Pertanyaan No. 3213 (Site: 3938).
Bagaimanapun Nahj al-Balâgha merupakan sebagian tuturan, surat-surat, khutbah-khutbah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As yang dikumpulkan oleh Sayid Radhi Ra dan memiliki banyak keunggulan dan keistimewaan. Di antara keunggulan dan keistemewaan tersebut adalah fasih (elokuen) dan retoris serta inklusif. Meminjam terma yang umum dipakai orang-orang dewasa ini, kitab Nahj al-Balâgha adalah kitab multidimensional.
Masing-masing dari keunggulan dan keistimewaan ini dengan sendirinya telah memadai untuk menempatkan sabda-sabda Baginda Ali As pada posisi puncak. Ketika seluruh tipologi ini ditambahkan dengan yang lain, penyampaian sabda tersebut pada ragam bidang dan medan tanpa kehilangan bobot kefasihan dan retorika Imam Ali As telah menempatkan sabda-sabda ini pada batasan mukjizat. Namun demikian, sekali-kali tidak akan dapat sampai dan menyamai firman Sang Pencipta. Sabda Imam Ali As berada pada posisi medium antara ucapan makhluk dan firman Sang Pencipta (Khaliq). Orang-orang berkata, “Fauqa kalâm al-Makhluk wa Dun Kalam al-Khâliq” [2] Artinya dari tinjauan kefasihan, retorika dan multidimensionalnya sabda-sabda Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As posisinya lebih tinggi daripada seluruh ucapan-ucapan ulama dan para cerdik cendikia. Akan tetapi ketika disandingkan dengan al-Qur’an yang merupakan firman Allah Swt, posisi Nahj al-Balâgha berada setingkat di bawahnya.
Karena itu, dari sisi bahwa Nahj al-Balâgha memiliki pelbagai tipologi ini maka ia dapat disebut sebagai mukjziat Baginda Ali As namun bukan mukjizat kenabian. Dan tiada seorang pun yang mengklaim bahwa Nahj al-Balâgha merupakan mukjizat kenabian. Karena mukjizat adalah bahwa pertama orang-orang tidak mampu (‘ajiz) mewujudkannya. Kedua pemiliknya ingin mengklaim kenabian dengan perantara mukjizat tersebut. Oleh itu, meski Nahj al-Balâgha memiliki banyak aspek sehingga dapat disebut sebagai mukjizat namun ia tetap merupakan ucapan makhluk dan sekali-kali tidak akan mampu menyamai al-Qur’an. Meski Nahj al-Balâgha dapat disebut sebagai mukjizat namun bukan bermakna mukjizat yang digunakan secara terminologis teologis. Dan kitab ini tidak dapat menyerupai al-Qur’an yang merupakan mukjizat Allah Swt. [IQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat Indeks: Berlabuh di Pantai Nahj al-Balâgha (Nahj al-Balâgha dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan).