Please Wait
9219
Maksud dari “hujzatun” dalam beberapa riwayat adalah berpegang teguh pada sebab-sebab yang telah ditetapkan di dunia antara kita dan Allah Swt, Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As. Sebab-sebab tersebut antara lain adalah agama, akhlak, amal saleh. Jika manusia mengikuti agama Islam, berakhlak mulia dan terpuji, maka amal perbuatan mereka akan nampak dalam bentuk cahaya-cahaya Ilahi di hari kiamat.
Hadits ini disebutkan dalam banyak beberapa literatur Syi’ah yang diriwayatkan dari Muhammad bin Hanafiyah. Muhammad bin Hanafiyah berkata bahwa Imam Ali As bersabda: ”Pada hari kiamat Rasulullah Saw akan mengambil “hujzatun” dari Allah Swt dan kita mengambil “hujzatun” dari Rasulullah Saw dan Syi’ah kami akan mengambil “hujzatun” dari kami.”
Saya berkata: “Wahai Amirul Mukminin, apa itu “hujzatun?” Beliau bersabda: Allah Swt lebih besar dari hal yang digambarkan dan dideskripsikan untuk “hujzatun”, sementara Rasulullah Saw mengambil perintah Allah Swt dan kami, Ahlulbait As, mengambil perintah (amr) dari Rasulullah Saw dan Syi’ah kami mengambil perintah (amr) dari kami (Ahlulbait As).[1]
Pada sebagian riwayat, “hujzatun” itu juga diartikan sebagai “din” (agama).[2] Imam Ridha As menjelaskan maknanya seperti berikut: ”Pada hari kiamat Rasulullah Saw berpegang teguh kepada “hujzatun” Allah Swt, kami pun berpegang teguh pada “hujzatun” Rasulullah Saw dan Syi’ah kami berpegang teguh pada “hujzatun” kami, kemudian beliau bersabda: Maksud dari “hujzatun” adalah cahaya.[3]
“Hujzatun” dalam beberapa riwayat diartikan sebagai berpegang teguh pada sebab-sebab yang telah ditetapkan di dunia antara kita dan Allah Swt, Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As. Sebab-sebab tersebut antara lain adalah: agama, akhlak, amal saleh. Jika manusia mengikuti agama Islam dan berakhlak mulia dan terpuji, maka amal perbuatan mereka akan nampak dalam bentuk cahaya-cahaya Ilahi di hari kiamat.
Oleh karena itu, pada riwayat yang pertama, berpegang teguh pada “hujzatun” di hari Kiamat oleh Rasulullah Saw, mengandung arti bahwa segala perintah Allah Swt telah dijalankan dan diamalkan. Dan maksud dari “cahaya” pada riwayat yang kedua adalah bahwa “din” (agama), amal saleh dan akhlak mulia memiliki cahaya-cahaya spiritual yang pada hari kiamat akan nampak bagi orang-orang.[4]
Kesimpulannya bahwa secara umum, maksud dari “hujzatun” pada riwayat-riwayat itu, adalah agama dan aturan-aturan serta perintah Allah Swt yang disampaikan kepada Rasulullah Saw melalui wahyu dan Rasulullah Saw menyampaikannya kepada umat manusia. Kemudian melalui para Imam Maksum As, akan sampai kepada orang-orang. Jika orang-orang menjadikan mereka sebagai suri tauladan serta panutan dan bergerak dalam bimbingan Al Qur’an dan Ahlulbait As, maka ia akan bahagia di dunia dan di akhirat. Berpegang teguh pada mereka, menjadi tirai penghalang dari panasnya api neraka.[5] [iQuest]
[1]. Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar al-Anwâr, jil. 4, hal. 24, Muassasah al Wafa, Beirut-Libanon, 1404 H.
[2]. Silahkan lihat, Syaikh Shaduq, al-Tauhid, hal. 166, Jami’ah Mudarrisin, Qom, Cetakan Pertama, 1398 S.
[3] . Bihar al-Anwâr, jil. 4, hal. 25.
[4] . Ibid.
[5]. karena derivasi “hujzatun” dari “hajaz” yang mengandung arti “man’a’” (melarang) dan “pemisah antara dua hal” dan “hujzatun” secara bahasa berarti tempat mengikat celana. Silahkan lihat, al-‘Ain, jil. 3, hal. 71, kata “al-hujzah”; Lisân al-‘Arab, jil. 5, hal. 331, kata “hajaz” dan hal. 332, kata “al hujzah”; Farhangg-e Abjadi ‘Arabi-Farsi, hal 320, kata “al hujzah”. Dari sinilah, dalam riwayat itu disebut “hujzatun.”