Please Wait
14261
Jin adalah makluk hidup yang disebutkan oleh al-Quran tentang asal muasal penciptaannya, ”Dan kami ciptakan Jin dari api yang panas membara sebelum penciptaan Adam.”
Oleh itu, jin adalah makhluk hidup yang hakiki dan banyak sekali rasul diutus untuk menghidayahi mereka dan sebagaimana manusia mereka memiliki tugas untuk beribadah kepada Allah Swt. Di antara mereka terdapat kelompok jin yang mentaati perintah-Nya di samping itu terdapat juga kelompok yang membangkang; yang beriman dan yang kafir.
Iblis juga yang enggan untuk bersujud kepada Adam as pada kisah penciptaan Adam adalah bagian dari kelompok jin.
Mendatangkan Kerugian dan Bencana Atas Izin Allah Swt
Mendatangkan kerugian atas izin Tuhan memiliki makna bahwa segala bentuk kekuasaan dan kekuatan di alam wujud ini bersumber dari Allah Swt walaupun api sifatnya pasti membakar serta ketajaman hunusan pedang semuanya tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah Swt.
Demikian juga dengan sihir. Penyihir tidak dapat campur tangan mendatangkan bencana dan kerugian kepada manusia di alam penciptaan berseberangan dengan kehendak Allah Swt dan berlakunya pengaruh sihir tidaklah bermakna bahwa Allah Swt terbatas dalam wilayah kekuasaan-Nya. Pengaruh sihir adalah efek dan tipologi yang diberikan Tuhan kepada setiap makhluk, sebagian dimanfaatkan dengan baik dan sebagian disalahgunakan.
Raksasa Dyu (makhluk khayal) sebuah realita atau hanya dongeng belaka?!
Di dalam kamus Persia, Dyu adalah makhluk yang keberadaannya diragukan yang memiliki ciri ciri tersendiri dari keturunan setan. Namun, terkadang Dyu adalah nama lain dari Iblis[1]. Orang-orang Persia menamakannya Dyu dan al-Quran menyebutnya sebagai dengan jin. Makna dari kalimat Jin itu sendiri berarti sesuatu yang tersembunyi dari penglihatan mata-kasat.[2] Jin adalah sebuah makhluk yang dijelaskan dalam al-Quran, ”Kami telah menciptakan jin dari api yang membara sebelum penciptaan Adam As.” (Qs. Al-Hijr [15]: 27)
Oleh itu, jin adalah makhluk hidup yang hakiki dan banyak sekali rasul diutus untuk menghidayahi mereka[3] dan sebagaimana manusia mereka memiliki tugas untuk beribadah kepada Allah Swt.[4] Di antara mereka terdapat kelompok jin yang mentaati perintah-Nya di samping itu terdapat juga kelompok yang membangkang; ada yang beriman dan ada pula yang kafir. [5]
Iblis juga yang enggan untuk bersujud kepada Adam as pada kisah penciptaan Adam adalah bagian dari kelompok jin. [6]
Benar, bahwa masyarakat awam terkadang mengistilahi dan menggunakan makhluk makhluk ilusi yang tidak ada realitanya sama sekali contohnya seperti Dyu, akan tetapi dari ayat-ayat ilahi yang ada serta riwayat dari para imam maksum yang menetapkan keberadaan jin .
Menurut surah al-Baqarah ayat 102 bahwa kaum Yahudi mengikuti ajaran sihir dan mereka mendapatkannya dari dua sumber:
- Mereka mendapatkan dari setan pada zaman Nabi Sulaiman As serta kepada masyarakat diajarkan sihir tersebut untuk hal-hal yang negatif.
- Mereka mendapatkan dari dua malaikat yang turun ke bumi dan mengajarkan ke masyarakat cara bagaimana menangkal ilmu sihir tersebut.[7]
Pada ayat ini, Allah Sswt mengajarkan kepada masyarakat ilmu sihir melewati perantara dua malaikat yang bernama “Harut” dan “Marut”[8] (bukan dari kaum jin) dikarenakan adanya kemaslahatan mengajarkan sihir kepada masyarakat. Akan tetapi masyarakat telah memilih jalan lain dan menyimpang dari tujuan asli ketika mereka menguasai sihir dari kedua malaikat tadi. Mereka dengan sihir itu telah memisahkan antara suami dari istrinya.
Untuk itu, pertama mungkin berbeda dengan pertanyaan Anda bahwa masyarakat tidak belajar ilmu sihir tersebut dari golongan jin akan tetapi mereka belajar dari dua malaikat yang turun ke bumi. Kedua, al-Quran bersaksi bahwa mereka berdua (Harut dan Marut) tidak mengajarkan pemisahan antara suami dan istri akan tetapi mereka hanya mengajarkan cara atau metode untuk memisahkan suami dari istrinya (mungkin karena maslahat yang ada).[9]
Seperti yang Anda ketahui bahwa kedua contoh di atas memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Seorang guru mengajarkan sebuah ilmu untuk diamalkan agar dia terpacu atau ada masalah masalah tertentu dia mampu menyelesaikannya. Akan tetapi, si pelajar malah melenceng dan tidak diamalkan sesuai aturan pengajar atau terkadang sorang guru mengajarkan ilmu tertentu yang bisa digunakan untuk hal positif maupun negatif, namun si pelajar memilih jalan yang negatif yang ia amalkan. Ilmu merakit bom misalnya adalah ilmu perantara untuk membunuh Bani Adam dan manusia dengan kemampuan akalnya mampu sampai ketingkat menemukan ilmu yang digunakan untuk membunuh.
Melihat asal usul turunnya ayat ini dapatkan al-Quran mengatakan: kedua malaikat yang turun dari sisi Tuhannya mengajarkan ilmu sihir kepada masyarakat untuk menangkal segala sihir dari para ahli sihir dan kami hanyalah perantara pengajar kalian untuk itu jangan sampai kalian tergelincir kepada kekafiran yang nyata (dan dengan ilmu ini gunakanlah di jalan yang lurus yaitu jalan yang di ridhai Allah Swt).[10] Untuk pembahasan detil dan jeluk tentang masalah ini silahkan rujuk sebab pewahyuan dan kisah Harut dan Marut pada Pertanyaan 4960 (Site 5247).
Jawaban atas Kritikan “Mendatangkan Kerugian dan Bencana Atas Izin Allah Swt”
Jika memerhatikan makna ayat tadi dengan seksama kita akan memahami bahwa ayat tadi berkenaan jawaban atas bantahan-bantahan di atas walaupun tidak secara gamblang.
Kita lihat al-Quran setelah kata-kata berikut: masyarakat belajar dari dua malaikat metode-metode memisahkan antara suami dan istri, maka terlintas di dalam benak bahwa sihir mampu untuk campur tangan dalam perkara penciptaan dan aturan-aturan kehidupan manusia tanpa melibatkan kehendak Allah Swt bahwa segala hukum alam mampu dirubah. Allah Swt dalam menjawab bantahan tadi berfirman, ”Jika mereka dengan sihir ingin mendatangkan kerugian maka hal tersebut tetap tidak lepas dari campur tangan dan di bawah kehendakNya.”[11]
Penjelasan Tambahan
Bagian dari ayat ini menyinggung salah satu pondasi tauhid bahwa segala bentuk kekuasaan di alam wujud ini bersumber dari Allah Swt. Mendatangkan kerugian atas izin Tuhan memiliki makna bahwa segala bentuk kekuasaan dan kekuatan di alam wujud ini bersumber dari Allah Swt walaupun api sifatnya pasti membakar serta ketajaman hunusan pedang semuanya tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah Swt.
Demikian juga dengan sihir. Penyihir tidak dapat campur tangan mendatangkan bencana dan kerugian kepada manusia di alam penciptaan berseberangan dengan kehendak Allah Swt dan berlakunya pengaruh sihir tidaklah bermakna bahwa Allah Swt terbatas dalam wilayah kekuasaan-Nya. Pengaruh sihir adalah efek dan tipologi yang diberikan Tuhan kepada setiap makhluk, sebagian dimanfaatkan dengan baik dan sebagian disalahgunakan.
Hal ini menandaskan kemerdekaan dan kebebasan bertindak manusia, namun Allah Swt telah berikan kepada setiap manusia suatu perantara pembelajaran dan sampainya manusia kepada kesempurnaan.[12]
Segala sesuatu akhirnya berada di tangan Allah Swt namun bukan berati Allah Swt rela dan ridha atas segala perbuatan sihir yang mendatangkan bencana kepada masyarakat. Tapi maksud dari semua ini adalah sihir dan penggunaannya adalah bagian hukum yang ada di alam ini, contohnya seperti ketajaman dari pisau menyebabkan luka terhadap benda-benda yang lunak (kulit) adalah bagian dari hukum alam, dengan hukum yang ada maka masyarakat mampu memanfaatkan dari hukum-hukum tersebut. Atau mungkin contoh lain seperti ketika seorang manusia yang terzalimi yang terbunuh dengan perantaraan pisau, ini maknanya dengan izin Allah Swt yang hadir dalam bentuk hukum-hukum alam yang ada bahwa pisau ketika dihunuskan maka orang akan terluka bahkan terbunuh.
Allah Swt sebagai Pencipta alam ini telah meletakan hukum dan undang undang yang dalam al-Quran disebut dengan sunnatullah yang tidak mungkin berubah bahkan Allah Swt sendiri harus “menghormati” hukum yang Dia telah tetapkan.
Jika kita melihat seorang yang terzalimi terbunuh bukan berati bahwa Allah Swt telah memberikan izin kepada si zalim untuk membunuh seseorang, akan tetapi Allah telah menjelaskan dan mengancam pelakunya dalam ayat ayat berbeda bagi pelaku zalim, perampas hak-hak masyarakat dan yang lainnya dari sifat tercela serta bagi orang seperti itu janji siksaan yang pedih.[13] [iQuest]
[1]. Muhammad Moein, Qamus Moein, hal.457. Behzad, Teheran, 1386 S.
[2]. Raghib Isfahan, Al-Mufradât fi Gharib al-Qur’an, jil. 1 hal.203.
[3]. “Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golonganmu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu tentang pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata, “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Qs. Al-Anam [6]: 130)
[4]. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Qs. Al-Dzariyat [56]: 56)
[5]. “Dan (ingatlah) ketika Kami kirimkan serombongan jin kepadamu untuk mendengarkan Al-Qur’an. Tatkala mereka telah hadir semua, mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaum mereka (untuk) memberi peringatan.” (Qs.Al-Ahqaf [46]:29) dalam ayat-ayat ini menjelaskan tentang sekelompok keberadaan jin muslim dan keberadaan jin kafir, seperti pada ayat, “Dan orang-orang kafir berkata, “Ya Tuhan kami, tunjukkanlah kepada kami dua jenis orang yang telah menyesatkan kami, (yaitu) sebagian dari jin dan manusia, agar kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki kami supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang terhina.” (Fushilat [41]: 29); “Allah berfirman, “Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu.” Setiap kali suatu umat masuk (ke dalam neraka), mereka mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya dengan penuh kehinaan, berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka (golongan pengikut) berkenaan dengan orang-orang yang masuk terdahulu (golongan pemimpin), “Ya Tuhan kami, merekalah yang telah menyesatkan kami. Sebab itu, berikanlah kepada mereka siksaan neraka yang berlipat ganda.” Allah berfirman, “Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-A’raf [7]: 38). Al-Kâfi, jil. 1 hal. 395.
[6]. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam.”Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Kahf [18]: 50)
[7]. Di antara beberapa diperbolehkan belajar ilmu sihir untuk menggagalkan ilmu sihir, dan untuk berhadapan dengan ahli sihir. Jafari, Ya’qub,Tafsir Kaustar, juz.1, hal. 308.
[8]. Riwayat dari Imam Ridha As: ”Adapun Harut Marut adalah dua malaikat yang mengajarkan sihir kepada masyarakat untuk menangkal sihir tukang sihir serta menangkal segala makar mereka. Wasâil al-Syiah, jil. 17, hal.147.
[9]. Perhatikan makna ayat ini ”Dan mereka (orang-orang Yahudi) mengikuti apa yang dibaca oleh seta-setan pada masa kerajaan Sulaiman (untuk masyarakat dan mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (dan tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu). Oleh sebab itu, janganlah kau kafir (dan jangan kau menyalahgunakan pelajaran ini).” (Akan tetapi), mereka (menyalahgunakan hal itu dan) hanya mempelajari dari kedua malaikat itu apa dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka (ahli sihir) tidak akan dapat mendatangkan mudarat dengan sihir itu bagi seorang pun kecuali dengan izin Allah. Mereka (hanya) mempelajari sesuatu yang dapat mendatangkan mudarat bagi (diri) mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka meyakini bahwa barang siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, ia tidak akan mendapatkan keuntungan di akhirat, dan amat jeleklah perbuatan mereka menjual diri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102)
[10]. (Qs. Al-Baqarah [2]: 102)
[11]. Tafsir al-Mizân, jil. 1, hal. 377.
[12]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 355.
[13]. Allah berfirman dalam ayat al-Isra: 33, ”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan (hak kisas) kepada walinya, tetapi janganlah ia itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat perlindungan.”