Advanced Search
Hits
44114
Tanggal Dimuat: 2010/02/17
Ringkasan Pertanyaan
Anak-anak Adam dengan siapa mereka menikah?
Pertanyaan
Dengan siapa Habil menikah? Generasi manusia bagaimana bisa berkembang setelah mereka?
Jawaban Global

Berkenaan dengan pernikahan anak-anak Adam terdapat dua pandangan di kalangan ulama Islam:

1.     Pada waktu itu, karena hukum keharaman pernikahan antara saudara dan saudari belum lagi diturunkan dari sisi Tuhan dan juga lantaran generasi manusia tidak dapat dipertahankan dan lestari kecuali melalui jalan ini maka pernikahan berlangsung di  antara saudara dan saudari, putra dan putri Adam.

2.     Pandangan lainnya adalah karena pernikahan dengan saudara/i yang mahram (saudara/i seibu-seayah, sesusuan) merupakan sebuah perbuatan tercela dan tidak terpuji, pernikahan anak-anak Adam antara satu dengan yang lain tidak mungkin terlaksana. Dan anak-anak Adam menikah dengan gadis-gadis dari bangsa dan generasi yang lain yang ada di muka bumi. Setelah menikah, anak-anak mereka menjadi paman atas yang lainnya, mereka melakukan hubungan suami-istri dan melalui jalan ini generasi manusia berkembang.

Dari dua pandangan ini pandangan pertama yang mendapatkan dukungan dari Allamah Thabathabai penulis Tafsir al-Mizan.

Jawaban Detil

Pertanyaan seperti ini telah mengemuka semenjak dulu kala yang ingin mencari tahu bahwa dengan siapakah anak-anak Adam menikah? Apakah mereka menikah dengan saudari-saudari mereka sendiri? Apakah mereka menikah dengan istri-istri yang berasal dari kalangan malaikat atau jin? Apakah mereka menikah dengan manusia-manusia lainnya? Apabila mereka menikah dengan saudari-saudarinya sendiri bagaimana perbuatan ini dapat dibenarkan sementara pernikahan di antara saudara dan saudari diharamkan pada seluruh agama dan syariat?

Berkenaan dengan hal ini di antara ulama Islam terdapat dua pendapat dan masing-masing untuk menyokong pendapat mereka mengemukakan dalil-dalil al-Qur'an.

Sekarang mari kita simak secara global masing-masing dari dua pendapat ini:

1.     Mereka menikah dengan saudari-saudari mereka sendiri. Mengingat pada masa itu (awal penciptaan) hukum keharaman pernikahan antara saudara dan saudari belum lagi diturunkan oleh Allah Swt dan dari sisi lain tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melestarikan generasi manusia kecuali melalui jalan ini, maka pernikahan antara sesama mereka terlaksana. Karena yang berhak menetapkan aturan dan hukum merupakan hak prerogatif Tuhan sebagaimana hal ini termaktub dalam al-Qur'an, "Inilhukuma illa Allah" (Tiada hukum kecuali hukum Allah Swt, Qs. Yusuf [10]:40)

Allamah Thabathabai Ra dalam hal ini berkata, "Pernikahan berlangsung pada tingkatan awal setelah penciptaan Adam dan Hawa; artinya pada anak-anak pertama Adam dan Hawa terdapat saudara-saudari. Dan putri-putri Adam menikah dengan putra-putranya. Karena pada masa itu, seluruh generasi manusia terbatas pada anak-anak Adam ini. Karena itu, tidak ada masalah (kendati pada masa kita sekarang ini boleh jadi pernikahan antara saudara dan saudari merupakan sesuatu yang mengagetkan) tapi masalah ini terkait dengan sebuah masalah penetapan hukum dan tugas untuk menetapkan hukum merupakan hak prerogatif Tuhan karena itu Dia dapat menghalalkan sebuah perbuatan pada suatu masa tertentu dan mengharamkanya pada masa lain.[1]

Menurut Ayatullah Makarim Syirazi dalam Tafsir Nemune bahwa meyakini pandangan semacam ini bukan merupakan sesuatu yang aneh, "Tidak ada masalah untuk sementara waktu karena sifatnya emergensi, pernikahan semacam ini tidak memiliki halangan dan hukumnya boleh bagi sebagian orang dan haram abadi bagi sebagian lainnya.[2]

Pendukung pendapat ini juga menyodorkan dalil-dalil al-Qur'an untuk menguatkan pandangan mereka bahwa Allah Swt berfirman: "Dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak."[3] (Qs. Al-Nisa [4]:1)

Di samping itu, terdapat dua riwayat yang dinukil oleh Thabarsi dalam "Ihtijâj" dari Imam Sajjad As yang menyokong pandangan ini.[4]

 

2.     Pendapat lainnya yang menegaskan kemustahilan pernikahan di antara anak-anak Adam antara satu dengan yang lain. Alasannya adalah karena pernikahan dengan mahram (saudara/i seibu-seayah, sesusuan) merupakan sebuah perbuatan tercela dan tidak terpuji serta dalam pandangan syariat adalah haram hukumnya. Anak-anak Adam menikah dengan gadis-gadis yang berasal dari jenis manusia akan tetapi dari bangsa dan generasi lain yang merupakan keturunan dari generasi-generasi sebelumnya yang hidup di muka bumi. Kemudian anak-anak mereka menjadi kemenakan, setelah itu pernikahan terjadi di antara mereka.

Pendapat ini mendapat sokongan dari sebagian riwayat; karena keturunan Adam bukan merupakan manusia pertama di muka bumi, melainkan terdapat manusia-manusia lainnya yang hidup di muka bumi. Namun ucapan ini tidak sebangun dengan ayat-ayat al-Qur'an secara lahir. Lantaran sesuai dengan ayat al-Qur'an keturunan manusia hanya berasal dari dua manusia ini. Karena itu pada hakikatnya riwayat-riwayat semacam ini berseberangan dengan penegasan al-Qur'an dan kita tidak dapat menerima riwayat-riwayat semacam ini.

Dari penalaran-penalaran ini dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan ayat-ayat al-Qur'an pandangan bahwa Habil dan Qabil menikah dengan istri-istri dari kalangan malaikat atau jin juga tidak dapat diterima. Karena secara lahir ayat ini menyatakan bahwa keturunan manusia hanya melalui dua orang ini (Adam dan Hawa).[5] Dan apabila melalui orang lain keturunan Adam dapat dilestarikan maka redaksi ayat harusnya berkata, "Dari keduanya (Adam dan Hawa) dan selain keduanya"

Allamah Thabathabai Ra dalam hal ini berkata, "Keturunan manusia yang ada sekarang ini hanya berujung pada Adam dan istrinya. Dan selain keduanya tiada lagi campur tangan manusia lain dalam melestarikan keturunan anak manusia."[6] Karena itu, kita harus menerima riwayat-riwayat yang sejalan dan selaras dengan ayat-ayat al-Qur'an dan pandangan yang sejalan dengan al-Qur'an adalah pandangan dan pendapat pertama. [IQuest]



[1]. Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 4, hal. 216.  

[2]. Silahkan lihat, Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 247.  

[3]. "Wabattsa minhumâ rijalân katsiran wa nisâan." (Qs. Al-Nisa [4]:1)  

[4]. Al-Ihtijâj, jil. 2, hal. 314.   

[5]. "Wabattsa minhumâ rijalân katsiran wa nisâan." (Qs. Al-Nisa [4]:1)

[6]. Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 4, hal. 216.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...