Please Wait
19439
Keberadaban adalah suatu sikap tertentu; sikap yang baik terhadap orang-orang yang berada di sekitar (baik besar, kecil, orang yang dikenal ataupun orang asing), yang tumbuh dari pendidikan yang benar. Tanda-tanda orang yang beradab di antaranya seperti: hidup secara rasional, berbicara santun, bersikap tenang, dan lain sebagainya. Sedangkan tanda-tanda orang tak beradab seperti: berkata buruk, suka mencela, sikap kasar, suka menuduh, keras kepala, dan lain sebagainya.
Adab merupakan suatu hal yang dapat dipelajari dan diajarkan. Sebaik-baik cara untuk mempelajari adab yang benar adalah belajar dari sirah manusia-manusia suci dan menjadikan mereka sebagai suri teladan.
Demikian pula perilaku baik dan buruk dapat berpengaruh kepada adab orang yang kita ajak berinteraksi. Karena perilaku siapapun, baik benar atau salah, dapat ditiru oleh orang lain.
Untuk menciptakan motivasi mempelajari adab yang baik adalah memahami betapa orang tak beradab itu tak berguna sedangkan orang beradab sangat dijunjung di tengah-tengah masyarakat.
Banyak sekali buku-buku yang dapat dikaji untuk mempelajari adab-adab mulia sebagaimana yang bakal kami sebutkan nanti.
Adab adalah suatu nilai moral dalam kehidupan sosial. Keberadaban dapat menumbuhkan cinta siapapun kepada pemiliknya di manapun ia berada dan siapapun ia. Kemuliaan hakiki seorang manusia terletak pada adab dan etika. Imam Ali As berkata: "Dengan ketidak beradaban pasti tak ada kemuliaan."[1] Ia juga berkata: "Orang yang tidak memiliki keutamaan dari segi nasab dan keturunan, jika ia orang yang beradab, pasti ia bakal mendapatkan kemuliaan dan penghormatan."[2]
Ketika kita berbicara tentang adab, kita dapat pahami bahwa adab adalah suatu sikap yang baik dan benar dalam berinteraksi dengan orang lain, baik orang yang lebih kecil atau lebih tua, baik yang dikenal maupun tidak. Keberadaban muncul dari pendidikan yang benar, yang mempengaruhi cara seseorang dalam berbicara, berjalan, bergaul, memandang, meminta, bertanya, menjawab, dan seterusnya. Orang yang beradab adalah orang yang mengerti batasan-batasan dan tak melangkahinya.
Ketidakberadaban ibaratnya adalah memasuki kawasan terlarang dan melangkahi batasan-batasan yang ada. Imam Ali As berkata: "Sebaik-baiknya adab adalah seseorang berhenti pada batas-batas dirinya dan tak melangkahinya."[3]
Adab adalah hal yang dapat dipelajari dan diajarkan. Dapat dikatakan bahwa adab merupakan pendidikan baik dan benar yang diberikan oleh guru, orang tua, diri sendiri, atau siapa saja. Faktor terpenting dalam mempelajari adab adalah, seseorang memahami poin-poin penting dan mengambil pelajaran terbaik serta mengamalkannya. Orang-orang yang berada di puncak kemuliaan adab dan etika mulia pasti telah melewati jalan-jalan itu.
Imam Ja'far Shadiq As berkata: "Ayahku telah mengajariku adab pada tiga poin: Orang yang bersahabat dengan orang yang buruk perilakunya, tidak akan menjadi orang baik. Orang yang tidak berhati-hati dalam berbicara pasti akan menyesal. Orang yang suka berlalu lalang di tempat yang buruk pasti bakal terkena tuduhan."[4]
Dalam sebagian riwayat kita diajak untuk mengajarkan adab kepada diri sendiri. Orang yang bisa mendidik diri sendiri adalah orang yang luar biasa. Imam Ali As berkata: "Sebaik-baik cara mengajarkan adab kepada diri sendiri adalah memahami bahwa segala yang tak kau sukai untuk dirimu juga tak disukai oleh orang lain."[5]
Apa yang disebutkan dalam riwayat di atas adalah sebuah prinsip global dalam adab berinteraksi dengan orang lain. Maksud Imam dalam hadits di atas adalah, kita harus bersikap sebagaimana kita ingin orang lain bersikap demikian terhadap diri kita sendiri.
Salah satu jalan untuk mencapai adab mulia adalah mengenal seperti apa orang-orang yang beradab dan tak beradab. Tanda-tanda keberadaban dan ketidakberadaban dapat dilihat dari cara berbicara dan bersikap. Orang yang berbicara buruk, menurut Imam Ali As, adalah orang yang tak beradab.[6] Begitu pula cara hidup dengan masuk akal, bersikap tenang, adalah tanda orang yang beradab.
Sebaliknya, ketololan, bicara jelek, suka mencela, bersikap kasar, suka menuduh, menghina, keras kepala, dan lain sebagainya, adalah tanda-tanda orang tak beradab. Orang yang tak beradab adalah orang yang tak menghormati sesamanya, mentertawakan saudaranya, menggunjing orang lain, tak memperhatikan hak-hak sesama, dan lain sebagainya, semua itu adalah tanda ketidakberadaban.
Cara makan dan minum yang tak benar, cara berpakaian yang buruk, batuk dan bersin sembarangan, masuk ke dalam rumah orang lain tanpa meminta izin, menginjak-injak kehormatan dan hak-hak sesama, ribut di saat harus tenang, juga merupakan tanda-tanda orang tak beradab dalam kehidupan sosial.
Islam mengajarkan kita adab yang mulia. Orang yang tak beradab pasti tidak pernah mengindahkan aturan-aturan luhur Islami.
Cara lain untuk mempelajari adab adalah belajar dari sirah manusia-manusia suci.
Rasulullah Saw adalah teladan terbaik untuk seluruh umat manusia. Beliau sendiri bersabda: "Tuhan telah mengajariku adab yang baik dan Dia mengajarkannya dengan sebaik-baiknya."[7]
Sirah Nabi Muhammad Saw adalah pusaka yang mengandung sejuta pelajaran adab. Mari kita perhatikan beberapa contoh dari adab beliau:
Rasulullah Saw selalu mengucapkan salam kepada siapa saja, baik yang lebih tua maupun lebih muda.[8]
Rasulullah Saw tak pernah menjulurkan kakinya di hadapan orang lain. Saat memandang seseorang, pandangannya tak terpaku pada wajahnya. Ia tak pernah mengisyarahkan ke orang lain dengan mata dan alisnya. Saat duduk, ia tak pernah menyandar.[9]
Ia tak pernah menarik tangannya lebih dahulu saat berjabat tangan dengan orang lain. Beliau juga tak pernah mengatakan tidak enak pada makanan apapun.[10]
Rasulullah Saw tak pernah mencela orang lain, atau berkata kasar yang menyakitkan. Ia tak pernah menjawab keburukan dengan keburukan.[11] Ia tak pernah makan dengan duduk bersandar.[12] Beliau selalu menerima hadiah dari siapapun meskipun tak seberapa berharga. Ia selalu berusaha duduk menghadap kiblat.[13] Beliau selalu bersabar saat bertanya dan meminta. Ia tak pernah mencela dan mencari-cari aib orang lain.[14]
Tertawa Rasulullah Saw adalah senyuman. Ia tak pernah tertawa terbahak-bahak.[15] Beliau sering malu. Tak pernah memotong pembicaraan orang lain. Menjalankan pekerjaan yang diminta orang lain dengan sebaik-baiknya, dan masih banyak lagi adab-adab yang beliau miliki yang dapat kita pelajari.[16]
Selain adab dan perilaku para maksum yang merupakan teladan bagi kita semua, perbuatan baik orang biasa pun juga dapat kita jadikan pelajaran adab. Karena perbuatan seseorang kepada orang lain dapat memberikan pelajaran dan dampak positif. Begitu juga sebaliknya, perbuatan seseorang dapat mengajarkan keburukan kepada orang lain pula.
Menariknya, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari keburukan orang lain agar ia tidak seperti itu. Lukman al-Hakim saat ditanya tentang dari mana ia mempelajari adab mulia, ia menjawab: "Dari orang-orang yang tak beradab. Saat aku melihat perilaku mereka yang kubenci, aku berusaha untuk tidak melakukannya."[17]
Nabi Isa As pun juga demikian. Saat ia ditanya: "Siapakah yang mengajari adab kepada Anda?" Beliau menjawab: "Tak seorangpun mengajariku adab. Aku hanya memahami betapa buruknya kebodohan lalu aku menghindarinya."[18]
Imam Ali As berkata: "Saat engkau melihat perilaku buruk orang lain, maka usahakanlah engkau tidak berprilaku seperti itu."[19] [iQuest]
Terdapat banyak buku-buku yang telah ditulis dalam dunia etika dan adab, misalnya:
1. Mi'râj al-Sa'âdah, karya Mulla Ahmad Naraqi.
2. Qalbun Salim, karya Syahid Sayid Abdul Husain Dastegheib.
3. Gunahân-e Buzurgh (Dosa-Dosa Besar), karya Syahid Sayid Abdul Husain Dastegheib.
4. Akhlak-e Ilahi, karya Mujtaba Tehrani.
5. Marâhil Akhlâq dar Qur’ân (Tingkatan Akhlak dalam Al-Qur'an), karya Abdullah Jawadi Amuli.
6. Titik-titik Mula dalam Akhlak Praktis, karya Muhammad Redha Mahdawi Kuni.
7. Memulai Membangun Diri, Muhammad Taqi Misbah Yazdi.
8. Akhlak dan Jalan Kebahagiaan, karya Banu Mujtahidah Amin.
9. Mengenal Dosa-Dosa, karya Muhsin Qira'ati.
10. Akhlâq Syubbâr, karya Abdullah Syubbar.
11. Mahajjat al-Baidhâ', karya Mulla Muhsin Faidh Kasyani.
Anda juga bisa membaca artikel-artikel terkait masalah adab di website Hauzah.net
[1]. Amadi, Abdul Wahid, Ghurar al-Hikam.
[2]. Ibid.
[3]. Ibid.
[4]. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 75, hal. 261.
[5]. Muhammadi Reyshahri, Muhammad, Mizân al-Hikmah, jil. 1, hal. 72.
[6]. Ghurar al-Hikam. Imam Ali As berkata: "Tak beradab orang yang berbicara buruk."
[7]. Mizân al-Hikmah, jil. 1, hal. 78.
[8]. Allamah Thabathabai, Sunanun Nabi, hal. 41, 43, 75.
[9]. Ibid, hal. 45, 46, 47, 61, dan 73.
[10]. Ibid, hal. 41, dan 47.
[11]. Ibid, hal. 75 dan 76.
[12]. Bihâr al-Anwâr, jil. 16, hal. 237.
[13]. Ibid, jil. 16, hal. 227, dan 240.
[14]. Makârim al-Akhlâk, hal. 17, 15, dan 13.
[15]. Sunan al-Nabi, hal. 75.
[16]. Dikutip dari website hauzah.net
[17]. Gulistân Sa'di, bab 2, Hikayat 20.
[18]. Bihar al-Anwâr, jil. 14, hal. 326.
[19]. Mizan al-Hikmah, jil. 1, hal. 70, Hadis 374.