Please Wait
Hits
17793
17793
Tanggal Dimuat:
2007/03/15
Ringkasan Pertanyaan
Apakah para penghuni surga menikah dengan bidadari dan tiap bidadari hanya memiliki satu pasangan? Dan apakah untuk perempuan penghuni surga juga memiliki bidadari-bidadari laki-laki?
Pertanyaan
Apakah laki-laki penghuni surga menikah dengan bidadari-bidadari surga? Dan apakah tiap seorang bidadari hanya dapat mempunyai satu pasangan? Apakah untuk perempuan-perempuan juga terdapat bidadari-bidadari dari jenis laki-laki?
Jawaban Global
Salah satu dari nikmat Tuhan adalah pahala perbuatan-perbuatan baik dan iman kepada Tuhan yaitu pahala surga dan segala nikmatnya. Untuk memasuki surga tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Salah satu dari pahala Tuhan dalam surga adalah “Hurr al-‘Ain”; bidadari-bidadari bermata indah yang telah diisyaratkan al-Quran dan sebagian riwayat.
Oleh itu, sesuai dengan perkataan pada umunya mufassir yang menafsirkan bahwa tidak ada pernikahan dalam surga dan pernikahan dengan hurr al-‘ain berarti memasang-masangkan dan pemberian bidadari kepada hamba-hambanya dari sisi Tuhan. Demikian juga sehubungan dengan poligami dalam surga.
Secara umum harus dikatakan dari kumpulan-kumpulan ayat-ayat dan riwayat-riwayat, dapat disimpulkan seperti ini bahwa perempuan-perempuan mukmin yang masuk dalam surga tidak akan meminta seperti ini, kalau pun mereka meminta maka permintaan mereka akan dipenuhi.
Oleh itu, sesuai dengan perkataan pada umunya mufassir yang menafsirkan bahwa tidak ada pernikahan dalam surga dan pernikahan dengan hurr al-‘ain berarti memasang-masangkan dan pemberian bidadari kepada hamba-hambanya dari sisi Tuhan. Demikian juga sehubungan dengan poligami dalam surga.
Secara umum harus dikatakan dari kumpulan-kumpulan ayat-ayat dan riwayat-riwayat, dapat disimpulkan seperti ini bahwa perempuan-perempuan mukmin yang masuk dalam surga tidak akan meminta seperti ini, kalau pun mereka meminta maka permintaan mereka akan dipenuhi.
Jawaban Detil
Salah satu dari nikmat besar yang Tuhan diberikan kepada hamba-hambanya yang mukmin dan bertaqwa adalah surga dan segala nikmatnya yang berlimpah dan kekekalannya. Tentu saja keridhaan dan kesenangan Tuhan atas mereka adalah sebaik-baik pahala. Hanya satu yang menyebabkan orang masuk surga yaitu iman dan amal saleh manusia didunia ini dan jika iman manusia bertambah dan amal salehnya lebih banyak maka kedudukannya di surga kian tinggi. Dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara laki-laki dan perempuan. Setiap manusia dalam mencapai kedudukannya di surga berdasarkan amal saleh yang mereka kerjakan di dunia, Allah Swt berfirman:
«وَ مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فيها بِغَيْرِ حِسابٍ»
“Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (Qs. Al-Mukmin [40]:40)
Surga bukan tempat tugas dan kewajiban; karena dengan adanya kewajiban dan pilihan maka surga dan neraka pun harus diadakan sehingga hasil amalan perbuatan manusia diberikan padanya di dalam surga atau neraka. Persoalan ini akan tetap berlangsung seperti ini. Tuhan mengetahui bahwa seluruh nikmat-nikmat surgawi merupakan pahala perbuatan-perbuatan di dunia ini dan iman serta amal saleh.
Dari kumpulan-kumpulan ayat-ayat dan riwayat-riwayat dapat disimpulkan bahwa apapun yang diinginkan orang-orang surga maka akan diberikan kepada mereka.[1] Salah satu dari nikmat-nikmat surgawi adalah terdiri dari hurr al-‘ain yang diberikan kepada laki-laki mukmin.
Hurr merupakan jamak dari haura yang berarti perempuan yang bagian putih matanya sangat putih dan bagian hitam matanya sangat hitam atau yang berarti perempuan yang memiliki mata hitam seperti mata rusa,’ain kalimat jamak dari ’aina’ yang berarti mata besar, dan nampaknya hurr al-‘ain adalah sebuah wujud (makhluk), mereka berbeda dengan perempuan-perempuan dunia.[2]
Allah Swt berfirman tentang mereka :
«كَذٰلِكَ وَ زَوَّجْناهُمْ بِحُورٍ عينٍ»
“Demikianlah (nasib penduduk surga). Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari.”
Berdasarkan kebanyakan tafsiran para mufassir, dalam surga tidak terdapat pernikahan sebagaimana pernikahan yang berlangsung di dunia. Karena itu, pernikahan yang dimaksud di sini adalah dipasang-pasangkannya mereka dan pemberian hurr al-‘ain dari Allah Swt kepada hamba-hamba surga.[3]
Dari ciri dan sifat untuk bidadari telah dijelaskan dalam al-Quran dan sebagian dari riwayat-riwayat dapat disimpulkan seperti ini bahwa bidadari disurga tidak memiliki pasangan lebih dari satu; karena Tuhan mengenai sifat-sifat bidadari berfirman:
«لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَ لا جَان»
“Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. (Qs al-Rahman [55]: 56).
Mendiang Allamah Majlisi dalam tafsirnya, terkait dengan frase ayat “qasirat al-tharaf” yang terdapat pada permulaan ayat ini, mengatakan terdapat pasangan yang pandangannya hanya tertuju untuk suami-suaminya dan tidak ada seseorangpun yang disukai oleh mereka selain suaminya.[4]
Akan tetapi apakah perempuan-perempuan duniawi juga seperti ini atau tidak? Mungkin dapat dikatakan bahwa meskipun para penghuni surga apapun yang diinginkan oleh mereka telah disediakan, akan tetapi mereka tak akan pernah menginginkan sebagai poligami. Seperti halnya perempuan-perempuan suci di dunia, tidak memandang kecuali memandang suaminya, dalam surga juga adalah tempat orang-orang suci dan kudus, tidak menginginkan pasangan lebih untuk dirinya.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq As bahwa seorang sahabat bertanya ihwal pernikahan laki-laki dan perempuan dunia di surga, Imam Shadiq As mengatakan: “Jika kedudukan perempuan lebih tinggi dan menginginkan menikah dengan laki-laki dunia dia (perempuan) dapat mempersuamikannya dan laki-laki tidak dapat memilihnya sebagai istrinya, dengan keadaan seperti ini laki-laki dipersuamikan olehnya, akan tetapi jika kedudukan suami lebih tinggi dia dapat memilih perempuan (di sini perempuan tidak memiliki hak seperti itu) yang dengan keadaan seperti ini, perempuan menjadi salah satu dari istrinya.”[5] Artinya perempuan itu menjadi salah satu dari istri-istrinya, akan tetapi laki-laki hanya menjadi suami perempuan tersebut, pembahasan ini disebagian riwayat-riwayat lain juga dijelaskan.
Begitu halnya dalam riwayat-riwayat yang dinukil dari Nabi Saw yang mengatakan: “Perempuan jika memiliki dua suami di dunia, di akhirat dia akan memilih yang mana dilihat lebih baik (dari segi akhlak).”[6] Nabi Saw tidak mengatakan bahwa dapat memilih keduanya, akan tetapi memilih yang lebih baik.
Akhir kata, perlu diingat hal ini bahwa untuk pelayanan para ahli surga, terdapat “para pelayan” dan dalam hal ini tidak terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki.
Al-Quran menyebutkan perihal ini
«وَ يَطُوفُ عَلَيْهِمْ غِلْمانٌ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ لُؤْلُؤٌ مَكْنُونٌ»
“Dan di sekitar mereka ada anak-anak muda berkeliling untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka adalah mutiara yang tersimpan.” (Qs. Thur [54]:24)
Nampaknya maksud dari ayat ini adalah anak-anak muda menawan surga hanya diciptakan sebagai pelayan para ahli surga. [iQuest]
«وَ مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فيها بِغَيْرِ حِسابٍ»
“Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (Qs. Al-Mukmin [40]:40)
Surga bukan tempat tugas dan kewajiban; karena dengan adanya kewajiban dan pilihan maka surga dan neraka pun harus diadakan sehingga hasil amalan perbuatan manusia diberikan padanya di dalam surga atau neraka. Persoalan ini akan tetap berlangsung seperti ini. Tuhan mengetahui bahwa seluruh nikmat-nikmat surgawi merupakan pahala perbuatan-perbuatan di dunia ini dan iman serta amal saleh.
Dari kumpulan-kumpulan ayat-ayat dan riwayat-riwayat dapat disimpulkan bahwa apapun yang diinginkan orang-orang surga maka akan diberikan kepada mereka.[1] Salah satu dari nikmat-nikmat surgawi adalah terdiri dari hurr al-‘ain yang diberikan kepada laki-laki mukmin.
Hurr merupakan jamak dari haura yang berarti perempuan yang bagian putih matanya sangat putih dan bagian hitam matanya sangat hitam atau yang berarti perempuan yang memiliki mata hitam seperti mata rusa,’ain kalimat jamak dari ’aina’ yang berarti mata besar, dan nampaknya hurr al-‘ain adalah sebuah wujud (makhluk), mereka berbeda dengan perempuan-perempuan dunia.[2]
Allah Swt berfirman tentang mereka :
«كَذٰلِكَ وَ زَوَّجْناهُمْ بِحُورٍ عينٍ»
“Demikianlah (nasib penduduk surga). Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari.”
Berdasarkan kebanyakan tafsiran para mufassir, dalam surga tidak terdapat pernikahan sebagaimana pernikahan yang berlangsung di dunia. Karena itu, pernikahan yang dimaksud di sini adalah dipasang-pasangkannya mereka dan pemberian hurr al-‘ain dari Allah Swt kepada hamba-hamba surga.[3]
Dari ciri dan sifat untuk bidadari telah dijelaskan dalam al-Quran dan sebagian dari riwayat-riwayat dapat disimpulkan seperti ini bahwa bidadari disurga tidak memiliki pasangan lebih dari satu; karena Tuhan mengenai sifat-sifat bidadari berfirman:
«لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَ لا جَان»
“Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. (Qs al-Rahman [55]: 56).
Mendiang Allamah Majlisi dalam tafsirnya, terkait dengan frase ayat “qasirat al-tharaf” yang terdapat pada permulaan ayat ini, mengatakan terdapat pasangan yang pandangannya hanya tertuju untuk suami-suaminya dan tidak ada seseorangpun yang disukai oleh mereka selain suaminya.[4]
Akan tetapi apakah perempuan-perempuan duniawi juga seperti ini atau tidak? Mungkin dapat dikatakan bahwa meskipun para penghuni surga apapun yang diinginkan oleh mereka telah disediakan, akan tetapi mereka tak akan pernah menginginkan sebagai poligami. Seperti halnya perempuan-perempuan suci di dunia, tidak memandang kecuali memandang suaminya, dalam surga juga adalah tempat orang-orang suci dan kudus, tidak menginginkan pasangan lebih untuk dirinya.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq As bahwa seorang sahabat bertanya ihwal pernikahan laki-laki dan perempuan dunia di surga, Imam Shadiq As mengatakan: “Jika kedudukan perempuan lebih tinggi dan menginginkan menikah dengan laki-laki dunia dia (perempuan) dapat mempersuamikannya dan laki-laki tidak dapat memilihnya sebagai istrinya, dengan keadaan seperti ini laki-laki dipersuamikan olehnya, akan tetapi jika kedudukan suami lebih tinggi dia dapat memilih perempuan (di sini perempuan tidak memiliki hak seperti itu) yang dengan keadaan seperti ini, perempuan menjadi salah satu dari istrinya.”[5] Artinya perempuan itu menjadi salah satu dari istri-istrinya, akan tetapi laki-laki hanya menjadi suami perempuan tersebut, pembahasan ini disebagian riwayat-riwayat lain juga dijelaskan.
Begitu halnya dalam riwayat-riwayat yang dinukil dari Nabi Saw yang mengatakan: “Perempuan jika memiliki dua suami di dunia, di akhirat dia akan memilih yang mana dilihat lebih baik (dari segi akhlak).”[6] Nabi Saw tidak mengatakan bahwa dapat memilih keduanya, akan tetapi memilih yang lebih baik.
Akhir kata, perlu diingat hal ini bahwa untuk pelayanan para ahli surga, terdapat “para pelayan” dan dalam hal ini tidak terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki.
Al-Quran menyebutkan perihal ini
«وَ يَطُوفُ عَلَيْهِمْ غِلْمانٌ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ لُؤْلُؤٌ مَكْنُونٌ»
“Dan di sekitar mereka ada anak-anak muda berkeliling untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka adalah mutiara yang tersimpan.” (Qs. Thur [54]:24)
Nampaknya maksud dari ayat ini adalah anak-anak muda menawan surga hanya diciptakan sebagai pelayan para ahli surga. [iQuest]
[1]. “Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.” (Qs. Al-Fushilat [41]: 31)
[2]. Terjemahan al-Mizan, jil. 18, hal. 228.
[3]. Bihâr al-Anwâr, jil. 8, hal. 99; Terjemahan Persia al-Mizân, jil. 18, hal. 228.
[4]. Bihâr al-Anwâr, jil. 8, hal. 97.
[5]. Ibid, hal. 105.
[6]. Bihâr al-Anwâr, jil. 8, hal. 119.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar