Advanced Search
Hits
15129
Tanggal Dimuat: 2010/12/07
Ringkasan Pertanyaan
Apa dalil diwajibkannya khumus dan penggunaannya (pada tempatnya) dalam pandangan Syiah dan mengapa Ahlusunnah mengabaikan kewajiban tersebut?
Pertanyaan
Salam! Mengapa setengah dari khumus yang terkumpul harus diserahkan kepada para sayid dan apakah khumus itu merupakan rekaan dan buatan Syiah semata? Sementara dalam al-Qur’an hanya satu ayat yang menyinggung tentang khumus dan Ahlusunnah yang nota-bene sangat ketat menjalankan “sunnah” Rasulullah Saw tidak mengenal apa itu khumus. Meski fungsi penyerahan khumus dengan sendirinya berguna untuk meregulasi kekayaan dan meminimalisir jarak starata yang ada dalam masyarakat.
Jawaban Global

1.     Ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum-hukum fikih (ayat-ayat ahkam) dalam al-Qur’an dibanding dengan seluruh ayat al-Qur’an adalah sangat minim dan terbatas. Sedemikian sehingga dalam al-Qur’an hanya dijelaskan tentang inti kewajiban pelbagai amalan wajib seperti bersuci (thaharah), shalat, puasa, haji dan lain sebagianya. Adapun penjelasan rinci hukum-hukum (ahkam) dan syarat-syaratnya diserahkan kepada Rasulullah Saw dan para khalifahnya (para imam). Hukum amalan-amalan wajib seperti puasa atau haji disebutkan dalam jumlah yang sedikit dari ayat-ayat al-Qur’an sedemikian sehingga al-Qur’an tidak menyebutkan lebih dari itu berkenaan dengan hukum-hukumnya. Khumus juga demikian adanya.

2.     Ahlusunnah memiliki pembahasan yang panjang terkait dengan ayat khumus (Qs. Al-Anfal [8]:41). Sesuai dengan beberapa riwayat yang mereka miliki, pengumpulan khumus yang dilakukan oleh Rasulullah Saw pada masanya adalah sesuatu hal yang jelas. Perbedaan antara Ahlusunnah dan Syiah bukan terletak pada inti khumus melainkan pada sebagian cabang-cabangnya.

3.     Sebab penyerahan khumus kepada para sayid (keturunan Rasulullah) adalah karena Allah Swt mengharamkan bagi mereka zakat dan sedekah wajib. Mengingat bahwa di antara mereka juga terdapat orang-orang fakir dan membutuhkan maka diperlukan adanya pengalokasian budget khusus untuk orang-orang fakir dari kalangan Bani Hasyim sebagai penghormatan dan untuk menjaga kemuliaan Rasulullah Saw. Dengan demikian hukum penyerahan khumus kepada mereka dipandang boleh (jâiz).

Jawaban Detil

Khumus merupakan salah satu kewajiban dan keharusan dalam agama Islam. Al-Qur’an dalam menjelaskan signifikansi khumus dengan menyebutkan dan menggandengkan redaksi beriman kepada Allah setelah redaksi khumus, “Ketahuilah, sesungguhnya setiap harta rampasan perang yang kamu peroleh, maka sesungguhnya seperlima (khums) harta itu untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnus sabil, jika kamu beriman kepada Allah…”[1]

Al-Qur’an menyebutkan secara berulang dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan masalah Tauhid, hari Kiamat (Ma’âd) dan Kenabian (Nubuwwah). Namun berkenaan dengan penjelasan ayat-ayat hukum, secara umum yang dikenal, hanya terdapat lima ratus ayat dalam al-Qur’an.

Apabila ayat-ayat berulang (dari ayat-ayat ahkam tersebut) atau yang saling berkaitan satu dengan yang lain kita kurangi maka jumlah lima ratus tersebut juga akan berkurang.[2] Sementara hukum-hukum dan masalah-masalah fikih yang mengemuka masing-masing pada cabang agama sangatlah luas. Atas dasar tersebut, para fakih seluruh mazhab Islam, memanfaatkan riwayat-riwayat muktabar dari Rasulullah Saw terkait dengan hukum-hukum dan instruksi-instruksi lainnya yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an.

Karena itu, dengan memperhatikan keluasan masalah fikih, dari satu sisi, dan adanya banyak riwayat yang dinukil dari para Imam Maksum As pada seluruh masalah fikih, dari sisi lainnya, apabila dalam al-Qur’an hanya disebutkan satu ayat yang berkisah tentang khumus, maka hal ini bukan merupakan suatu hal yang aneh. Hukum-hukum lainnya dapat diperoleh dari riwayat-riwayat standar dari para Imam Maksum As. Sebagaimana terkait dengan hukum amalan wajib  lainnya seperti puasa atau haji yang hanya disebutkan pada tiga atau empat ayat.[3] Atau amalan wajib lainnya seperti shalat, rukun-rukun, syarat-syarat dan sebagainya yang juga sangat penting namun tidak disinggung dalam al-Qur’an.  Oleh itu, seluruh mazhab Islam memanfaatkan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan amalan-amalan wajib tersebut untuk dapat menyimpulkan hukum-hukum syariat.

Ayat yang terkait dengan kewajiban khumus yang disebutkan pada surah al-Anfal (8) sangat jelas dan memiliki petunjuk yang terang.

Allamah Thabathabai Ra dalam al-Mizan menuturukan, “Ghanama” dan “ghanimat” bermakna seseorang yang memperoleh penghasilan yang didapatkan dari perniagaan atau industri atau perang[4] dan meski obyek ayat adalah pampasan perang (ghanima) namun obyek dan instanta (mishdaq) sebuah ayat tidak dapat menspesifikasi (mukhashsih) makna ayat.[5] Karena itu, makna ayat bersifat umum dan secara lahir ayat dapat disimpulkan bahwa hukum yang menjadi obyek ayat adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang dipandang sebagai ghanimat meski sumbernya dari pampasan perang (ghanimat) dari orang kafir dan bukan dari orang kafir seperti barang tambang, harta karun, mutiara yang diperoleh dengan menyelam dan sebagainya.

Imam Jawad As bersabda, “Ghanâim (plural ghanima, pampasan) dan fawâid (segala bentuk keuntungan dan pendapatan) yang sampai kepada kalian wajib (harus) kalian keluarkan khumusnya. Kemudian Imam Jawad As membacakan ayat khumus.[6]

Kendati pada ayat hanya menyebutkan ghanâim namun Imam Jawad As menambahkan “fawâid” dalam menafsirkan ghanâim tersebut. Allamah Thathabai berkata, “…Khumus tidak terkhusus pampasan-pampasan perang (ghanâim) saja. Hal ini dapat disimpulkan dari riwayat-riwayat mutawatir yang banyak dan melimpah.”[7]

Adapun makna “Dzil Qurba” dari ayat di atas adalah bermakna kerabat dan keluarga terdekat. Pada ayat ini bermakna kerabat dan keluarga terdekat Rasulullah Saw. Hal ini juga ditegaskan dari riwayat-riwayat pasti (qat’hi) yang menyatakan orang-orang khusus dari kalangan Rasulullah Saw.[8]

Dalam literatur-literatur Ahlusunnah juga terdapat banyak riwayat yang menyebutkan bahwa khumus dibagikan pada masa Rasulullah Saw sendiri dan Rasulullah Saw selama hidupnya menunaikan kewajiban ini. Suyuthi menukil dari Ibnu Abi Syaibah dari Jabir bin Math’am: “Rasulullah Saw membagikan saham Dzil Qurba di antara Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib, kemudian aku dan Utsman bin Affan datang kepada Rasulullah Saw dan meminta juga untuk mendapatkan saham.” Kami berkata, “Apakah Anda membagikan (khumus) kepada saudara-saudara kami dari Bani Mutthalib dan tidak memberikan kepada kami? Padahal kami sederajat dengan mereka dari sisi kekerabatan? Rasulullah Saw menjawab: “Mereka sama sekali tidak pernah berpisah dari kami (baik) pada masa jahiliyyah atau pun pada masa Islam.”[9]

Pembahasan khumus disebutkan pada seluruh kitab fikih Ahlusunnah. Sebagian membahasnya setelah pembahasan zakat dan sebagian lainnya pada masalah-masalah cabang jihad. Qadhi bin Rusyd (595 H) setelah menjelaskan pandangan mazhab-mazhab Ahlusunnah terkait dengan khumus berkata, “Tentu saja di antara para sahabat (Ahlusunnah) terdapat perbedaan pendapat terkait dengan siapa saja yang dimaksud dengan Dzil Qurba? Sebagian berkata bahwa yang dimaksud dengan Dzil Qurbah hanyalah Bani Hasyim dan sebagian lainnya menyebutkan Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib. Qadhi bin Rusyd menyertakan riwayat Jabir bin Math’am sebagai dalil pandangan kedua ini.[10]

Oleh itu, menjadi jelas bahwa khumus bukanlah rekaan dan ciptaan orang-orang Syiah. Bahkan mazhab Syiah adalah sebagai satu-satunya mazhab yang berkukuh dan berketerusan mengamalkan ayat suci ini. Karena kerabat dan keluarga terdekat Rasulullah Saw senantiasa ada sepanjang sejarah dan di antara mereka juga terdapat orang-orang fakir dan miskin. Meski mazhab Syafi’i dari kalangan Ahlusunah juga berpandangan bahwa khumus kerabat (Dzil Qurba) Rasulullah Saw tidak sirna seiring dengan wafatnya Rasulullah Saw.[11]

 

Falsafah Penyerahan Khumus kepada Para Sayid

Penyerahan khumus kepada para sayid boleh jadi memiliki sebab-sebab dan hikmah-hikmah yang akan kami sebutkan sebagian di sini.

Pertama, pada setiap komunitas, terdapat pemimpin dan imam komunitas yang memiliki dana yang harus tersedia untuk menghidupkan agama Tuhan, mengimplementasikan hukum-hukum Islam dan memajukan negara dan bangsa. Rasulullah Saw dan selepasnya para Imam Maksum As dan pada masa ghaibat para fakih Syiah yang merupakan khalifah-khalifah para Imam Maksum As juga sebagai pemimpin masyarakat Islam senantiasa memiliki dana-dana yang penggunaannya di antaranya adalah untuk membantu orang-orang membutuhkan, membangun masjid-masjid, mempersenjatai pasukan dan pekerjaan baik lainnya yang terakomodir dengan pengumpulan khumus. Para Imam Maksum As bersabda: “Khumus adalah bantuan (bagi) kami untuk mengimplementasikan agama Allah Swt.”[12]

Kedua, Khumus tergolong sebagai media bagi kesempurnaan dan kematangan manusia. Menyerahkan khumus dengan niat ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt (qurb) dan melepaskan diri dari keterkaitan duniawi. Dengan demikian manusia telah menunaikan tugasnya dan membersihkan dirinya dari perbuatan dosa serta menanjak menuju kesempurnaan.[13]

Namun terkait dengan sebab pengkhususan setengah dana khumus kepada para sayid (keturunan Rasulullah Saw) harus dikatakan bahwa khumus dan zakat adalah termasuk dari setoran-setoran pajak dalam Islam yang telah ditetapkan dalam rangka menyelesaikan pelbagai kesulitan finansial umat Islam dan pendistribusian kekayaan secara merata serta penguatan perbendaharaan pemerintahan Islam. “Terdapat perbedaan asasi antara khumus dan zakat. Zakat termasuk harta umum kaum Muslimin. Karena itu pelbagai penggunaannya diperuntukkan untuk masyarakat secara umum. Namun khumus adalah setoran yang terkait dengan pemerintahan Islam yaitu penyediaan pembelanjaan aparatur negara Islam dan penyelenggara pemerintahan. Diharamkannya para sayid untuk tidak memperoleh zakat sejatinya untuk menjauhkan para kerabat Rasulullah Saw dari bagian ini supaya orang-orang yang menentang tidak beranggapan bahwa Rasulullah Saw menjadikan kerabatnya menguasai harta umum (baitul mal) kaum Muslimin. Namun, dari sisi lain, kebutuhan orang-orang fakir dari kalangan para sayid juga harus terpenuhi. Pada hakikatnya, khumus bukan merupakan hak privilege bagi para sayid, melainkan sejenis pengalokasian untuk mereka (mengingat mereka tidak boleh menerima zakat), dan demi kemasalahatan umum dan atas dasar ini tidak akan tersisa lagi sangkaan buruk kepada mereka.”[14] Apakah kita dapat meyakini bahwa Islam menyediakan bantuan bagi orang-orang terlantar, anak-anak yatim, orang-orang miskin selain Bani Hasyim melalui zakat namun mengabaikan bantuan kepada orang-orang fakir dari kalangan Bani Hasyim? Karena itu, aturan khumus sekali-kali tidak akan menimbulkan keistimewaan kelas bagi para sayid dan dari sisi material tidak ada perbedaannya dengan zakat bagi orang-orang fakir lainnya. Pada hakikatnya terdapat dua perbendaharaan dalam Islam. Perbendaharaan khumus dan perbendaharaan zakat yang masing-masing hanya dapat digunakan oleh orang-orang fakir dan membutuhkan. Dan itu pun digunakan secara merata, yaitu seukuran kebutuhan satu tahun.”[15] Orang-orang fakir selain para sayid memanfaatkan dari kas perbendaharaan zakat dan orang-orang fakir dari kalangan sayid memanfaatkan khumus. Dan orang-orang yang membutuhkan dari kalangan sayid tidak memiliki hak untuk menggunakan zakat. [IQuest]



[1]. Wa’lamû innama ghanimtum min syai fainaLlâh khumsahu wa li al-rasul lidzi al-qurbâ wa al-yatâma wa al-masâkin wabna al-sabil inkuntum amantum biLlâh…Qs. Al-Anfal [8]:41)

[2]. Kanz al-‘Irfân, korektor, Aqiqi Bahksyayesyi, hal. 29.  

[3]. Kanz al-‘Irfân, korektor, Aqiqi Bahksyayesyi, hal. 179 dan 242.

[4]. Terjemahan Tafsir al-Mizân, jil. 9, hal. 118.  

[5]. Terjemahan Tafsir al-Mizân, jil. 9, hal. 120.  

[6]. Wasâil al-Syiah, jil. 6, bab 8, (Abwab Ma Yajib Fihi al-Khums) jil. 5.

[7]. Terjemahan Al-Mizân, jil. 9, hal. 136 & 137.  

[8]. Terjemahan Al-Mizân, jil. 9, hal. 136 & 137.    

[9].  Al-Durr al-Mantsur, jil. 3, hal. 186, sesuai nukilan dari Al-Mizân, jil. 9, hal. 183.  

[10]. Bidâyat al-Mujtahid, Ibnu Rusyd, Kitâb al-Jihâd, hal. 382 dan 383.  

[11]. Bidâyat al-Mujtahid, Ibnu Rusyd, Kitâb al-Jihâd, hal. 382.  

[12]. Pursesy-ha wa Pasukhâ, jil. 10, hal. 32 (Ahkâm Khumus).  

[13]. Imam Ridha As bersabda, “Menyerahkan khumus adalah kunci untuk menarik rezeki dan media bagi pengampunan dosa.” Wasâil al-Syiah, jil. 6, Abwâb al-Anfâl, Bab 3, jil.2.  

[14]. Tafsir Nemune, jil. 7, hal. 184.  

[15]. Ibid.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261272 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246381 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230170 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215032 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176363 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171659 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168145 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158239 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140998 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134093 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...