Advanced Search
Hits
92600
Tanggal Dimuat: 2014/02/16
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa dalam al-Quran iman kepada malaikat disebutkan terlebih dahulu dari pada iman kepada rasul? Apakah para malaikat lebih mulia dari para rasul?
Pertanyaan
Mengapa dalam a-Quran iman kepada malaikat disebutkan terlebih dahulu dari pada iman kepada rasul? Apakah para malaikat lebih mulia dari para rasul?
Jawaban Global
Iman kepada para malaikat Allah merupakan salah satu bentuk iman kepada yang ghaib serta perwujudan dari penyembahan dan penghambaan kepada Allah Swt. Iman kepada para malaikat; yaitu pengakuan pada keberadaan, perbuatan, dan tindakan mereka yang dilakukan di dunia dan di akhirat.
Terdapat perbedaan pendapat di antara para teolog mengenai keutamaan dan kemuliaan para nabi atas para Malaikat. Sebagian dari teolog Asyʻariyah dan seluruh teolog syiʻah –dengan pertimbangan dalil naqli dan aqli– berpendapat bahwa para nabi lebih mulia dibanding para malaikat.
Namun jika pada sebagian ayat nama malaikat disebut sebelum para nabi, maka hal itu tidaklah menunjukkan lebih mulianya para malaikat; karena sebagaimana telah disebutkan bahwa para nabi lebih mulia dibanding para malaikat; mengingat kemuliaan tersebut tidak menyebabkan terbentangnya sekian jarak di antara mereka.
Demikian pula halnya pada penyebutan nama para malaikat seperti Jibril dan Mikail adalah di akhir dan setelah semua malaikat-malaikat disebut, padahal mereka adalah termasuk malaikat-malaikat Allah yang agung dan mulia.
Oleh itu, urutan penyebutan para malaikat dan nabi-nabi bukan merupakan alasan atas urutan tingkat dan posisi keberadaan mereka. Selain itu dalam kaedah bahasa Arab «waw» athaf tidak selalu menjelaskan urutan.
 
Jawaban Detil
Pada beberapa ayat dalam al-Quran, para malaikat disebutkan sebelum para nabi; seperti pada ayat:
«مَن کَانَ عَدُوًّا ِللهِ وَ مَلآئِکَتِهِ وَ رُسُلِهِ وَ جِبْرِیْلَ وَ مِیْکَالَ فَإِنَّ اللهَ عَدُوٌّ لِّلْکَافِرِیْنَ»
“Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.” (Qs. Al-Baqarah [2]:98)
 
Atau pada ayat lainnya:
«آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَیْهِ مِنْ رَّبِّهِ وَ الْمُؤْمِنُوْنَ کُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَ مَلآئِکَتِهِ وَ کُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ
لاَ نُفَرِّقُ بَیْنَ أَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهِ وَ قَالُوْا سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا غُفْرَانَکَ رَبَّنَا وَ إِلَیْکَ الْمَصِیْرُ»
“Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorangpun dari Rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (Qs. Al-Baqarah [2]:98)
 
Supaya tafsir ayat-ayat yang telah disebutkan menjadi jelas, maka ada baiknya dua topik yang berkenaan dengan teologi dan kalam harus diuraikan terlebih dahulu: iman kepada para malaikat serta keutamaan dan kemuliaan para nabi atas para malaikat.
 
  1. Iman kepada Para Malaikat
Iman kepada para malaikat Allah merupakan salah satu bentuk iman kepada yang ghaib serta perwujudan dari penyembahan dan penghambaan kepada Allah Swt. Iman kepada para malaikat; yaitu pengakuan pada keberadaan, perbuatan, dan tindakan mereka yang dilakukan di dunia dan di akhirat. Dan bahwa para Malaikat adalah salah satu ciptaan dari sekian makhluk-makhluk Allah, Allah menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya dan melaksanakan perintah-perintah-Nya di alam semesta. Dia mengirim mereka untuk memberlakukan aturan-aturan-Nya, dan mereka adalah makhluk-makhluk yang berasal dari alam ghaib[1] dimana kita tidak menyaksikan mereka dengan mata, namun kita beriman secara definitif (qathʻi) dan pasti kepada mereka serta tidak ada sama sekali jalan keraguan dan penolakan padanya; karena Allah dan Rasulullah SAW mengabarkan tentang mereka.
Dalam al-Quran, Allah mewajibkan atas kita beriman kepada para malaikat.  Allah Swt berfirman:
«لَّیْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَکُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَ لَکِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ
وَ الْیَوْمِ الْآخِرِ وَ الْمَلآئِکَةِ وَ الْکِتَابِ وَ النَّبِیِّیْنَ»
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” (Qs. Al-Baqarah [2]:177)
Allah menempatkan iman kepada para malaikat dalam rangkaian iman kepada Tuhan dan kitab-kitab (samawi) serta para nabi.
Allah Swt berfirman:
«... وَ مَنْ یَکْفُرْ بِاللَّهِ وَ مَلائِکَتِهِ وَ کُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْیَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالاً بَعیداً»
“...Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Qs. Al-Nisa [4]:136)
Tema tersebut, yaitu penempatan iman kepada para malaikat oleh Quran dalam rangkaian iman kepada Allah dan para nabi serta kitab-kitab (samawi), merupakan dalil akan pentingnya dan fundamentalnya masalah tersebut. Oleh itu, tidak diragukan lagi wujud para malaikat merupakan perkara-perkara ghaib yang untuk membuktikannya dengan sifat-sifat dan ciri khas tidak ada jalan kecuali dalil-dalil naqliyah,[2] dan ketentuan iman pada keghaiban mereka harus diterima.
 
  1. Kemuliaan Para Nabi atas Para Malaikat
Terdapat perbedaan pendapat di antara para teolog mengenai keutamaan dan kemuliaan para nabi atas para Malaikat. Sebagian dari teolog Asyʻariyah dan seluruh teolog Syiah –dengan pertimbangan dalil naqli dan aqli– berpendapat bahwa para nabi lebih mulia dibanding para malaikat.[3] Muktazilah dan sebagian Asyʻariah yang lain; seperti Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani dan Abu Abdillah Hubla meyakini bahwa malaikat lebih utama dan lebih mulia dari para nabi.[4]
Tentang kemuliaan para nabi atas para malaikat dalil-dalil aqli dan naqli telah di ajukan; seperti mengenai malaikat yang sujud kepada Adam dan Adam mengajarkan nama-nama kepada malaikat serta pemilihan para nabi oleh Allah dari sekian makhluk dimana malaikat adalah termasuk di antaranya. Pada nabi sebagaimana merupakan seorang makhluk, mereka mampu melawan syahwat dan amarah, namun potensi ini tidak ada pada malaikat.[5]
Dengan kata lain; para nabi lebih baik dan lebih mulia dari para malaikat dan sebab lebih mulianya para nabi adalah mereka memiliki syahwat dan amarah serta kemampuan-kemampuan melawan potensi akal, dan akal membuat kemampuan-kemampuan tersebut patuh dan taat, dan tinggallah mereka (para nabi) menjadi maksum, tetapi para malaikat yang maksum tidak memiliki fakultas-fakultas seperti syahwat dan amarah. Kemaksuman para malaikat adalah seperti bayi-bayi tanpa dosa. Dan sementara kemaksuman para nabi adalah seperti remaja yang utuh dan bersih dengan (tetap memiliki potensi) syahwat dan amarah.[6]
Imam Ridha As menukil dari leluhurnya yang agung dan beliau (menukil) dari Rasulullah Saw yang bersabda: “Allah Swt tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih utama dan lebih mulia dari Aku.” Imam Ali As bertanya, “Ya Rasulullah! Engkaukah yang lebih utama atau Jibril? Rasulullah berkata: “Ya Ali! Allah Swt berhak memberikan keutamaan dan memuliakan para nabi utusan-Nya dengan (kemuliaan) malaikat muqarrabin (terkemuka) dan Aku termasuk dari kumpulan para nabi –yang memiliki risalah atau tidak– yang Dia beri keutamaan. Ya Ali! Keutamaan, setelah aku adalah untukmu serta imam-imam sesudahmu dan Malaikat-malaikat pelayan kita dan pelayan-pelayan para pencinta kita..”[7]
Nabi Saw bersabda: “Aku lebih utama dan lebih mulia dari Jibril, Mikail, Israfil, serta dari seluruh malaikat muqarrab dan aku adalah manusia terbaik serta keturunan Adam yang termulia.”[8]
Imam Hasan Askari As bersabda, “Orang-orang munafik bertanya kepada Nabi Saw, “Apakah Ali lebih utama atau malaikat terkemuka (muqarrab) Allah?” Nabi Saw bersabda, “Tidakkah demikian bahwa malaikat, menjadi muhtaram (terhormat) dan muqarrab kecuali (jika) melalui kecintaan terhadap Muhammad dan Ali serta menerima wilâyat (otoritas) keduanya? Setiap dari para pencinta Ali akan bersih hatinya dari noda yang tak disadari, ketidakjujuran, tipuan, dan kotoran dosa, mereka lebih bersih dan lebih utama dari malaikat. Apakah bukan karena malaikat menganggap diri mereka lebih baik dari Adam sehingga mereka diperintahkan untuk bersujud kepadanya dan siapapun yang datang mereka menganggap diri mereka lebih mulia darinya pada aspek keutamaan keagamaan dan pengetahuan tentang Tuhan serta pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Allah ingin memahamkan pada mereka bahwa mereka keliru pada anggapan tersebut, Dia menciptakan Adam dan mengajarkan kepadanya seluruh nama-nama kemudian mengajukan (pertanyaan) pada malaikat dan mereka (malaikat) tidak dapat menjawab, Dia memerintahkan Adam untuk mengajarkan dan memahamkan pada mereka bahwa dalam ilmu ia lebih mulia dari pada Malaikat. Kemudian dari sulbi Adam keluarlah benih yang sebagian dari mereka adalah para nabi, para rasul, hamba-hamba mulia Allah, yang terbaik dari mereka adalah Muhammad  dan setelah beliau adalah keluarganya beserta pribadi-pribadi menonjol di antara para sahabat Muhammad dan individu-individu yang cakap dari umatnya.”[9]
Syaikh Shaduq berkata bahwa keyakinan kita pada kemuliaan para nabi dan para rasul serta para hujjatullah adalah bahwa mereka lebih mulia dari malaikat. Dan, adalah ketika Allah berfirman kepada Malaikat:
«وَ إِذْ قالَ رَبُّکَ لِلْمَلائِکَةِ إِنِّی جاعِلٌ فِی الْأَرْضِ خَلِیفَةً قالُوا أَ تَجْعَلُ فِیها مَنْ یُفْسِدُ فِیها
وَ یَسْفِکُ الدِّماءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ قالَ إِنِّی أَعْلَمُ ما لا تَعْلَمُونَ»
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:" Mengapa Engkau hendak menjadikan) khalifah (di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.” (Qs. Al-Baqarah [2]:28)
Secara  singkat hal yang di cari para malaikat adalah mengharapkan posisi dan kedudukan Adam As dan adalah jelas bahwa mereka tidak dapat memiliki kedudukan dan posisi (tersebut) kecuali kedudukan yang lebih mulia dari kedudukan mereka sendiri![10]
«وَ عَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ کُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِکَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِیْ بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ کُنْتُمْ صَادِقِیْنَ. قَالُوْا سُبْحَانَکَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّکَ أَنْتَ الْعَلِیْمُ الْحَکِیْمُ.
قَالَ یَا آدَمُ أَنبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّکُمْ إِنِّیْ أَعْلَمُ غَیْبَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ أَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا کُنْتُمْ تَکْتُمُوْنَ»
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama) benda-benda (seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:" Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab:" Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman:" Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:" Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan!" (Qs. Al-Baqarah [2]:31-33)
 
Seluruh hal tersebut adalah sebab keutamaan dan kemuliaan Adam As atas malaikat; dengan dalil bahwa Allah berfirman, “Hai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.”[11]
Di antara dalil-dalil yang membuktikan kemuliaan Adam As atas malaikat adalah bahwa Allah Swt memerintahkan malaikat sujud kepada Adam dan jelas Allah tidak memerintahkan untuk bersujud kecuali yang kedudukannya lebih tinggi darinya dan sujud yang disebutkan adalah penghambaan malaikat kepada Allah Swt dan penghormatan terhadap Nabi Adam As karena dari sulbi Adam keluarlah benih yang sebagian dari mereka adalah Nabi Saw dan para imam maksum As.[12]
 
Kesimpulan:
Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat diambil dua kesimpulan sebagaimana berikut:
  1. Menurut teolog Syiah para nabi dan para maksum memiliki kedudukan lebih tinggi dari para Malaikat.
  2. Namun, adalah pada sebagian ayat nama malaikat disebut sebelum para nabi, tidaklah menunjukkan lebih mulianya para malaikat; karena sebagaimana telah disebutkan bahwa para nabi lebih mulia dibanding para malaikat; mengingat kemuliaan tersebut tidak menyebabkan terbentangnya sekian jarak di antara mereka.[13] Demikian pula halnya pada penyebutan nama para malaikat seperti Jibril dan Mikail adalah di akhir dan setelah semua malaikat-malaikat disebut, padahal mereka adalah termasuk malaikat-malaikat Allah yang agung. Oleh itu, urutan penyebutan para malaikat dan nabi-nabi bukan merupakan alasan atas urutan tingkat dan posisi keberadaan mereka. [14] Selain itu dalam kaedah bahasa Arab «waw» athaf tidak selalu menjelaskan urutan. [iQuest]
 

[1]. Nasir Makarim Syirazi, al-Amtsal fi Tafsir Kitabullâh al-Munzal, jil. 14, hal. 16, Madrasah Imam Ali Bin Abi Thalib AS, Qom, Cet. Pertama, 1421 H; Indeks: “Alam Malaikat dan Iman kepada Mereka,” Pertanyaan 17523.
[2]. Tentang sifat-sifat, karakteristik, dan tugas-tugas para malaikat silahkan lihat, Qs. al-Anbiya (21):26; Qs. Al-Haqqah (69): 17; Qs. Al-Naziyat (79): 5; Qs. Al-A’raf (7): 37; Qs. Al-Infithar (82): 10-13; Qs. Al-An’am (6): 61; Qs. Hud (11): 77; Qs. Al-Ahzab (33): 9; Qs. Al-Nahl (16): 2; Qs. Al-Syura (42): 5; Qs. Al-Shaffaat (37): 164-166.
[3]. Fayyadh Lahidji, Gauhar Murâd, hal. 427, Nasyr Soye, Tehran, Cet. Pertama, 1383  S.
[4]. Ibid, hal. 427.
[5]. Ibid, hal. 427; Sa’duddin Taftazani, Syarh al-Maqâsid, Muqaddima, peneliti dan edit, Abdul Rahman Amirah, jil. 5, hal. 65-66, al-Syarif al-Ridha, Afsat, Qom, Cet. Pertama, 1409 H; Muhammad bin Hasan Syaikh Tusi, al-Tibyân fi Tafsir al-Qur’ân, kata pengantar oleh Syaikh Agha Buzurg Tehrani, riset oleh Ahmad Qashir Amuli, jil. 1, hal. 150, Dar Ihya al-Turats al- Arabi, Beirut.
[6]. Abul Hasan Sya’rani, Syarh Farsi Tajrid al-I’tiqâd, hal. 506, Nasyr Islamiyah, Tehran.
[7]. Syaikh Shaduq, ‘Uyun Akhbâr al-Ridhâ As, Riset dan edit oleh Mahdi Lazuardi, jil. 1, hal. 262, Intisyarat Jahan, Tehran, Cet. Pertama, 1378 S.
[8]. Syaikh Shaduq, al-I’tiqâd, hal. 90, al-Mu’tamar al-Alami li Syaikh al-Mufid, Qom, Cet. Kedua, 1414 H.
[9]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 11, hal. 136-137, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Beirut, Cet. Kedua, 1403 H.
[10]. Al-I’tiqâdât, Hal. 89.
[11]. Ibid, hal. 89-90.
[12]. Ibid, hal.90
[13]. Fadhl bin Hasan Thabarsi,, Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, pengantar: Muhammad Jawad Balaghi, jil. 3, hal. 225, Nashir Khusru, Tehran, Cet. Ketiga, 1372 S.
[14]. Salahuddin Abu Sa’id Khalil bin Keykildi Dimasyqi ‘Ala’i, al-Fushul al-Mufidah fi al-Wâw al-Mazidah, hal. 85, Dar al-Bashir, Oman, Cet. Pertama, 1410 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261186 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246318 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230103 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214963 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176295 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171599 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168090 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158145 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140935 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134029 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...