Please Wait
Hits
6060
6060
Tanggal Dimuat:
2013/11/27
Ringkasan Pertanyaan
Apakah berdasarkan riwayat-riwayat Syiah salat di Masjidul Haram dan Masjid Nabawi memiliki keutamaan yang tinggi?
Pertanyaan
Mohon jelaskan riwayat-riwayat dari kalangan Ahlul Bait yang menerangkan fadhilah dan keutamaan salat di Masjidul Haram dan Masjid Nabawi.
Jawaban Global
Dua masjid besar dalam Islam, yaitu Masjidul Haram dan Masjid Nabawi, memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi, karena salat di kedua masjid tersebut memiliki keutamaan yang lebih daripada di masjid-masjid lainnya. Tentunya banyak sekali riwayat yang menjelaskan keutamaan-keutamaan tersebut; sebagai contoh akan dijelaskan di bawah ini:
Jawaban Detil
Diriwayatkan dari Imam Kazhim As tentang seorang lelaki yang bertanya apakah salatnya yang ia lakukan sendiri di rumahnya di Makkah secara berjamaah lebih baik daripada salatnya di Masjidul Haram secara furada (sendiri atau tidak berjamaah)? Imam As menjawab: “Salat di Masjidul Haram secara furada lebih baik.”[1]
Imam Husain As berkata: “Banyak-banyaklah berdoa di masjid ini (Masjidul Haram) dan mengerjakan salat; karena bagi seorang hamba sudah ada rizki yang akan mendatanginya (yakni tidak perlu terlalu sibuk dengan urusan dunia).”[2]
Imam Baqir As berkata: “Barang siapa mengerjakan satu salat wajib di Masjidul Haram, maka Allah akan menerima salat-salat yang telah ia kerjakan sejak salat itu diwajibkan kepadanya dan juga salat-salat yang bakal ia kerjakan hingga ia mati kelak.”[3]
Imam Shadiq As berkata: “Salat di Masjidul Haram pahalanya sama dengan pahala salat seribu raka’at salat biasa.”[4]
Sebenarnya di dalam Masjidul Haram sendiri ada tempat-tempat khusus yang keutamaannya lebih daripada tempat-tempat lainnya dan ibadah di situ lebih ditekankan. Diriwayatkan dari Imam Ridha as tentang di sebelah mananya Masjidul Haram yang lebih ditekankan dan lebih banyak pahalanya? Imam As menjawab: “Di antara Hajarul Aswad dan pintu Ka’bah.” Lalu beliau ditanya tempat mana lagi setelah itu yang banyak pahalanya? Beliau menjawab: “Di samping Makam Ibrahim As.” Lalu tentang tempat berikutnya beliau berkata: “Di Hijr Isma’il.” Beliau juga mengatakan: “Semakin lebih dekat dengan Ka’bah lebih afdhal.”[5]
Keutamaan salat di Masjid Nabawi
Rasulullah Saw mengenai hal ini bersabda: “Satu salat yang dikerjakan di masjidku ini pahalanya lebih besar seribu kali lipat daripada salat di masjid-masjid lainnya, kecuali Masjidul Haram, karena salat di sana sama dengan seratus ribu salat.”[6]
Imam Shadiq As berkata: “Makkah adalah Haram Allah dan Rasulullah Saw serta Imam Ali bin Abi Thalib As; dan satu salat yang dilakukan di sana pahalanya sama dengan seratus ribu salat (yang dikerjakan di tempat lainnya); satu Dirham jika disedekahkan di sana pahalanya sama dengan sedekah seratus ribu dirham yang disedekahkan di tempat lain. Madinah juga Haram Allah, Rasulullah dan Imam Ali As. Satu salat yang dikerjakan di sana pahalanya sama dengan sepuluh ribu salat di tempat lainnya. Satu dirham yang disedekahkan di sana pahalanya sama dengan sepuluh ribu dirham yang disedekahkan di tempat lain. Kufah adalah Haram Allah, Rasul-Nya dan Imam Ali As. Satu salat yang dikerjakan di dalamnya senilai dengan seribu salat di tempat lainnya.” Namun beliau tidak menyinggung masalah sedekah satu Dirham.[7]
Seseorang bertanya kepada Imam Ridha As tentang apakah salat di Masjidul Haram dan Masjid Nabawi pahalanya berkali-kali lipat? Imam menjawab: “Ya, salat di kedua masjid tersebut pahalanya beribu kali lipat daripada salat di tempat lainnya.”[8]
Di akhir pembahasan perlu diingatkan bahwa jumlah pahala yang disebutkan dalam riwayt-riwayat tersebut adalah ungkapan tentang betap utama dan mulianya suatu amal perbuatan. Bisa jadi pahalanya lebih besar dari itu. Lagi pula tergantung dengan hati pelaku suatu ibadah, pahala dan balasan yang didapat oleh seseorang karena suatu ibadah bisa jadi berbeda dengan pahala yang bakal didapat orang lainnya. [iQuest]
Imam Husain As berkata: “Banyak-banyaklah berdoa di masjid ini (Masjidul Haram) dan mengerjakan salat; karena bagi seorang hamba sudah ada rizki yang akan mendatanginya (yakni tidak perlu terlalu sibuk dengan urusan dunia).”[2]
Imam Baqir As berkata: “Barang siapa mengerjakan satu salat wajib di Masjidul Haram, maka Allah akan menerima salat-salat yang telah ia kerjakan sejak salat itu diwajibkan kepadanya dan juga salat-salat yang bakal ia kerjakan hingga ia mati kelak.”[3]
Imam Shadiq As berkata: “Salat di Masjidul Haram pahalanya sama dengan pahala salat seribu raka’at salat biasa.”[4]
Sebenarnya di dalam Masjidul Haram sendiri ada tempat-tempat khusus yang keutamaannya lebih daripada tempat-tempat lainnya dan ibadah di situ lebih ditekankan. Diriwayatkan dari Imam Ridha as tentang di sebelah mananya Masjidul Haram yang lebih ditekankan dan lebih banyak pahalanya? Imam As menjawab: “Di antara Hajarul Aswad dan pintu Ka’bah.” Lalu beliau ditanya tempat mana lagi setelah itu yang banyak pahalanya? Beliau menjawab: “Di samping Makam Ibrahim As.” Lalu tentang tempat berikutnya beliau berkata: “Di Hijr Isma’il.” Beliau juga mengatakan: “Semakin lebih dekat dengan Ka’bah lebih afdhal.”[5]
Keutamaan salat di Masjid Nabawi
Rasulullah Saw mengenai hal ini bersabda: “Satu salat yang dikerjakan di masjidku ini pahalanya lebih besar seribu kali lipat daripada salat di masjid-masjid lainnya, kecuali Masjidul Haram, karena salat di sana sama dengan seratus ribu salat.”[6]
Imam Shadiq As berkata: “Makkah adalah Haram Allah dan Rasulullah Saw serta Imam Ali bin Abi Thalib As; dan satu salat yang dilakukan di sana pahalanya sama dengan seratus ribu salat (yang dikerjakan di tempat lainnya); satu Dirham jika disedekahkan di sana pahalanya sama dengan sedekah seratus ribu dirham yang disedekahkan di tempat lain. Madinah juga Haram Allah, Rasulullah dan Imam Ali As. Satu salat yang dikerjakan di sana pahalanya sama dengan sepuluh ribu salat di tempat lainnya. Satu dirham yang disedekahkan di sana pahalanya sama dengan sepuluh ribu dirham yang disedekahkan di tempat lain. Kufah adalah Haram Allah, Rasul-Nya dan Imam Ali As. Satu salat yang dikerjakan di dalamnya senilai dengan seribu salat di tempat lainnya.” Namun beliau tidak menyinggung masalah sedekah satu Dirham.[7]
Seseorang bertanya kepada Imam Ridha As tentang apakah salat di Masjidul Haram dan Masjid Nabawi pahalanya berkali-kali lipat? Imam menjawab: “Ya, salat di kedua masjid tersebut pahalanya beribu kali lipat daripada salat di tempat lainnya.”[8]
Di akhir pembahasan perlu diingatkan bahwa jumlah pahala yang disebutkan dalam riwayt-riwayat tersebut adalah ungkapan tentang betap utama dan mulianya suatu amal perbuatan. Bisa jadi pahalanya lebih besar dari itu. Lagi pula tergantung dengan hati pelaku suatu ibadah, pahala dan balasan yang didapat oleh seseorang karena suatu ibadah bisa jadi berbeda dengan pahala yang bakal didapat orang lainnya. [iQuest]
[1]. Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Al-Kafi, muhaqqiq dan mushahih: Ghaffari, Ali Akbar, Akhundi, Muhammad, jil. 4, hal. 527, Darul Kutub Al-Islamiyah, Tehran, cetakan keempat, 1407 H.Q.; Majlisi, Muhammad Baqir, Mir’ât al-‘Uqul fi Syarh Akhbâr Âli al-Rasul, Riset dan edit oleh : Rasuli, Sayid Hasyim, jil. 18, hal. 224, Darul Kutub Al-Islamiyah, Tehran, cetakan kedua, 1404 H.Q.
[2]. Al-Kâfi, jil. 4, hal. 526; Muhammad Muhsin Faidh Kasyani, al-Wâfi, Riset dan edit oleh : Husaini Isfahani, Dhiya’uddin, jil. 12, hal. 47, Kitabkhane Imam Amirul Mukminin Ali As, Isfahan, Cetakan Pertama, 1406 H.Q.
[3]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqih, Riset dan edit oleh: Ali Akbar Ghaffari, jil. 1, hal. 228, Daftar Intesyarat Islami, Qum, Cetakan Kedua, 1413 H.
[4]. Al-Kâfi, jil. 4, hal. 526.
[5]. Al-Kâfi, jil. 4, hal. 525; Syaikh Hurr Amili, Hidâyah al-Ummah ila Ahkâm Al-Aimmah, jil. 2, hal. 200, Astan Radhawi Muqaddas, Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Masyhad, Cetakan Pertama, 1414 H.
[6]. Syaikh Shaduq, Tsawâb al-A’mâl wa ‘Iqâb al-A’mâl, hal. 30, Dar al-Syarif al-Radhi Li al-Nasyr, Qum, Cetakan Kedua, 1406 H.; Syaikh Hurr Amili, Wasâil al-Syi’ah, jil. 5, hal. 271, Muasasah Alul Bait as, Qum, Cetakan Pertama, 1409 H.
[7]. Majlisi Awal, Muhammad Taqi Isfahani, Raudhah al-Muttaqin fi Syarh Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqih, Riset dan edit oleh Musawi Kermani, Sayid Husain, Ishtihardi, Ali Panah, Thabathabai, Sayid Fadhlullah, jil. 2, hal. 88, Muasasah Farhanggi Islami Kushanpur, Qum, Cetakan Kedua, 1406 H.; Fatal Naisyaburi, Muhammad bin Ahmad, Raudhah Al-Wa’idhin wa Tabshirah Al-Muta’adhin, jil. 2, hal. 410, Nasyr Radhi, Qum, Cetakan Pertama, 1375 H.
[8]. Syaikh Thusi, Tahdzib al-Ahkâm, Riset dan edit oleh Musa Khurasan, Hasan, jil. 3, hal. 250, Dar al- Kutub al-Islamiah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H; Muhammad Baqir Majlisi, Malâdz al-Akhbâr fi Fahm Tadzhib al-Akhbâr, Riset dan edit oleh Raja’i, Sayid Mahdi, jil. 5, hal. 471, Kitabkhane Ayatullah Mar’asyi Najafi, Qum, Cetakan Pertama, 1406 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar