Please Wait
10183
Menjalin hubungan dan tautan antara dua orang tidak mungkin kalau keduanya sama sekali tidak saling mengenal. Hubungan dapat dibina dari satu pihak dan dengan mengenal serta mencintai pihak lainnya menjadi cikal-bakal bagi terciptanya hubungan kedua belah pihak.
Sekaitan dengan hubungan kita dengan Imam Zaman Ajf, beliau adalah satu pihak dalam hubungan ini. Beliau mengenal kita dengan baik dan kecintaannya meruah ke atas kita. Namun pihak lainnya dari dua hubungan ini adalah kita yang apabila kita mengenal dengan baik Imam Zaman Ajf, maka kita dapat menjalin hubungan dengannya dan memperoleh kelayakan untuk hadir di hadapannya sebagaimana hal ini dapat dijumpai pada kebanyakan ulama dan orang-orang yang telah membina dengan baik dirinya.
Dengan kata lain, hubungan kita dengan Imam Zaman dapat diilustrasikan dalam dua gambaran. Pertama, hubungan hati. Kedua, hubungan presentif. Dua hubungan ini kendati bersifat mungkin terjadi namun hubungan presentif (hadir) memiliki syarat-syarat tertentu dan sejatinya hubungan kalbu dan konsekuen dengan kemestian-kemestian hubungan ini boleh jadi menjadi ruang dan media untuk terbinanya hubungan kehadiran.
Untuk memperoleh jawaban yang sesuai kiranya Anda perlu memperhatikan beberapa poin berikut ini:
1. Redaksi “rabitha” secara leksikal bermakna ketergantungan, hubungan dan jalinan.[1] Kalimat ini menunjukkan satu hubungan dua sisi dan dua pihak. Artinya dua pribadi yang memiliki hubungan dan keduanya menginginkan hubungan ini. Karena itu, adanya ketergantungan satu sisi terhadap seseorang tidak dapat disebut sebagai hubungan. Demikian juga menjalin hubungan dan tautan antara dua orang tidak mungkin terbina tanpa adanya pengenalan satu dengan yang lainnya, melainkan hubungan dapat terbina dari satu pihak dan harus bermula dengan pengenalan, adanya kesukaan dan kecintaan darinya dan menjadi ruang bagi terjalinnya hubungan tersebut. Sekaitan dengan hubungan kita dengan Imam Zaman Ajf, beliau berada di satu sisi hubungan ini, beliau mengenal kita dengan baik. Sebagaimana hal itu disebutkan dalam riwayat bahwa Imam Zaman Ajf mencintai seluruh orang Syiah dan mengetahui segala kondisi yang dialami oleh mereka. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Zaman Ajf berkata kepada Syaikh Mufid Ra: “Innana ghair muhmilina limura’atikum wala nasin lidzkrikum.” (Sesungguhnya kami tidak mengabaikan segala kondisi kalian dan tidak melupakan untuk menyebut kalian).[2] Pengenalan, kesukaan dan kecintaan ini berada pada puncak pengenalan dan kecintaan. Apakah Anda tahu ada orang yang memiliki kecintaan seperti ini yang senantiasa mengingat kondisi Anda dan merasakan adanya tugas kepada Anda serta tidak acuh terhadap segala kondisi dan keadaan Anda? Karena satu sisi hubungan ini, yaitu Imam Zaman Ajf, senantiasa menantikan Syiah dan para pengikutnya sehingga dengan mengingatnya mereka dapat merealisasikan makna hakiki hubungan ini.
Sisi lain dari hubungan ini adalah kita. Tentu saja orang yang sama sekali tidak mengenal Imam Zamannya atau tidak mengenalnya dengan baik secara asasi tidak dapat menjalin hubungan dengannya. Karena setiap orang, pertama-tama harus mengenal pelbagai keutamaan, kemuliaan dan keindahan spiritual dan moral serta terkadang fisikal seseorang kemudian setelah pengenalan ini hubungan dan kecintaan kepadanya dapat tumbuh bersemi dalam diri seseorang. Pada hatinya muncul kecenderungan terhadap hubungan kepadanya dan pada tingkatan selanjutnya, ia mengungkapkan perasaan suka kepadanya dan terkadang pihak lainnya, apabila ia memandang layak orang itu mendapatkan cintanya maka ia menjalin hubungan dengannya. Imam Zaman Ajf yang mencintai seluruh Syiah namun apakah kita benar-benar mencintainya? Ataukah hanya sebuah klaim dan pepesan kosong? Ataukah kita benar-benar mengetahui kecintaan Imam Zaman kepada kita sehingga kita mencintainya?
2. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa proses satu hubungan bermula dari pengenalan lalu kemudian menyebabkan munculnya kecintaan dalam hati dan pada akhirnya berujung pada hubungan presentif, lekat dan akrab. Apabila seseorang mampu mengokohkan kadar hubungan hati yang mendalam dengan Imam Zaman Ajf maka ia akan mendapatkan kelaikan untuk hadir di hadapan Imam Zaman Ajf. Tentu saja ada kemungkinan seperti ini.
Kita membaca pengalaman kebanyakan ulama dan orang-orang yang telah membangun dirinya dan tanpa koar-koar telah sampai pada tingkatan pertama hubungan penuh
Penjelasan: Bahwa hubungan dengan Imam Zaman Ajf dapat diilustrasikan dalam dua gambaran. Pertama, hubungan presentif (kehadiran). Kedua, hubungan hati. Sekarang pertanyaan yang mengemuka apakah dua jenis hubungan ini mungkin terjalin? Untuk memperoleh jawaban yang sesuai kami akan membahas keduanya secara terpisah.
Pertama, Hubungan kehadiran: Artinya seseorang hadir di hadapan Imam Zaman Ajf. Bagian hubungan ini dapat diilustrasikan dalam dua gambaran:
A. Ia melihat Imam namun tidak mengenalnya.
Bagian ini sesuai dengan riwayat dapat terjadi bagi siapa saja. Syaikh Shaduq mengutip dari salah seorang deputi khusus Imam Zaman Ajf: “Imam Zaman Ajf setiap tahunnya berpartisipasi pada musim haji. Beliau melihat masyarakat dan mengenalnya. Namun masyarakat melihatnya namun tidak mengenalnya.”[4] Sebab itu, melihat Imam Zaman bukan hanya tidak mungkin namun bisa saja terjadi bagi siapa pun. Meski kita tidak dapat menyebut hal ini sebagai hubungan dan tentu saja bukan hubungan seperti ini yang dimaksud oleh penanya.
B. Ia melihat Imam dan juga mengenalnya.
Adapun jenis hubungan presentif, artinya seseorang hadir di hadapan Imam. Ia melihat Imam dan mengenal Imam. Apakah hal ini mungkin adanya? Dalam menjawab pertanyaan ini harus dijawab bahwa iya mungkin saja. Ketika ada tuntutan (tersedia syarat-syarat) dan tiadanya halangan. Artinya, tidak ada alasan apabila seseorang dari sisi kesiapan spiritual dan jauh dari perbuatan dosa, memiliki kelaikan dan kelayakan untuk tidak bertemu dengan beliau! Karena itu terdapat kemungkinan kecuali terdapat kemasalahatan untuk bersua dengannya. Di samping itu, terdapat banyak kisah dari ulama dan para wali Allah yang mengisahkan mereka telah memperoleh anugerah bersua dengan Imam Zaman Ajf. Sebagian dari mereka mengenalnya tatkala berjumpa dengannya dan sebagian lainnya setelah perjumpaan baru sadar bahwa mereka telah berjumpa dengan Imam Zaman Ajf. Namun hubungan tidak terbatas pada hubungan presentif semata-mata berjumpa. Kendati jenis hubungan ini sangat berguna dan nikmat, namun tidak mudah didapatkan oleh setiap orang. Yang penting adalah hubungan hati dan beramal atas segala titah Imam Zaman Ajf pada masa ghaibat.
Kedua, hubungan hati: Artinya seseorang tanpa hadir secara fisikal di hadapan Imam Zaman Ajf namun hati dan ruhnya membina hubungan dengannya. Apakah ia bertutur kata dengan lisannya kepada Imam dan berdoa untuknya atau berkata-kata dengan hatinya. Apakah hubungan semacam ini dapat terbina dan apabila mungkin terbina lantas jalan apakah yang terbaik untuk menjalin hubungan ini? Dalam menjawab pertanyaan ini kami berkata iya. Hubungan seperti ini dapat terjalin. Para Imam Maksum As mendengar suara kita pada setiap ruang dan waktu di mana pun kita berada dan kapan pun kita ada. Mereka mengetahui kondisi kita. Kita dalam meminta izin untuk memasuki pusara suci para Imam Maksum As kita berkata, “Asyhadu annaka tasma’ kalami wa tasyhud maqami.” (Sesungguhnya engkau mendengarkan ucapanku dan menyaksikan kedudukanku).[5] Terdapat banyak riwayat yang menunjukkan bahwa para Imam Maksum dan Rasulullah Saw memiliki berita tentang kondisi kita. Pada perisitwa Uwais Qarni kita membaca bahwa ia memiliki kecintaan kepada Nabi Saw, kendati ia berhasrat untuk bersua dengan Nabi Saw, namun ia tidak berhasil menjumpai kekasihnya pada saat yang sama Rasulullah Saw mengetahui kondisinya. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, “Angin surga berhembus dari sisi Qarni. Wahai Uwais, betapa aku merindukanmu. Barangsiapa yang melihatnya sampaikan salamku kepadanya.” Rasulullah Saw melanjutkan, “Ia sekali-kali tidak akan menyaksikanku dan akan syahid dalam pasukan Ali As pada Shiffin.”[6]
Maka itu, wali Tuhan menyaksikan segala keadaan kita. Ia mengetahui apa pun yang terpendam dalam hati, kita alirkan ke lisan atau tidak. Kita bahasakan atau tidak. Dengan demikian kita dapat dengan mudah, pada setiap kondisi dapat berkata-kata dengan Imam kita dan menjalin hubungan dengannya.
Di sini tepat kiranya apabila kita menyebutkan beberapa panduan dari Ayatullah Bahjat untuk dapat memiliki kelaikan berjumpa atau menjalin hubungan dengan Imam Mahdi Ajf:
Dalam menjawab pertanyaan orang yang ingin berziarah dan berjumpa dengan Imam Zaman, Ayatullah Bahjat berkata, “Perbanyaklah menghadiahkan shalawat kepada Imam Zaman disertai dengan doa ta’jil (Allahummahummah shalli ‘ala Muhammad wa âli Muhammad wa ajjjil farajahum) juga sering-seringlah berkunjung ke Masjid Jamkaran dan tunaikan shalat-shalat (yang dianjurkan di masjid ini).”[7] Pada kesempatan lain, Ayatullah Bahjat berkata terkait dengan ruang-ruang untuk membina hubungan dengan Imam Zaman Ajf: “Jalan-jalan untuk menjalin hubungan dengan Tuhan adalah menaati Tuhan dan menaati Imam Zaman Ajf. Dan untuk melaksanakan ketaatan tersebut harus menjalankan apa yang terkadung dalam risalah amaliyah yang benar.”[8] Pada kesempatan lainnya, dalam menjawab pertanyaan seputar bagaimana kita dapat menguatkan hubungan dengan para Imam Maksum As, Ayatullah Bahjat berkata, “Taat dan menunaikan perintah Tuhan setelah mengenal-Nya akan menuai kecintaan kepada-Nya. Dan kecintaan terhadap orang-orang yang dicintai Tuhan yaitu para nabi dan washi dimana nabi dan washi yang paling dicintai Tuhan adalah Nabi Saw dan Ahlulbaitnya As dan imam yang terdekat kepada kita adalah Imam Mahdi Ajf.”[9]
Cara-cara lainnya untuk merajut hubungan dengan Imam Zaman Ajf yang telah dijelaskan di antaranya adalah:
1. Berdoa untuk keselamatan Imam Zaman Ajf … (Allahumma kunliwaliyyik…)[10]
2. Doa Ahd[11] dimana Imam Shadiq As bersabda, “Barangsiapa membaca doa ini selama empat puluh pagi (hari) maka ia akan menjadi penolong Imam Mahdi Ajf.”
3. Membaca ziarah Ali Yasin[12] yang terdapat pada kitab Mafatih al-Jinan dan Imam Mahdi Ajf sendiri menasihatkan, “Kapan saja kalian ini menaruh perhatian kepada kami, maka bacalah doa ini.”
4. Membaca ziarah Jamiah al-Kabirah yang disebutkan pada kitab Mafâtih al-Jinân.[13]
Karena itu kita dapat menjalin dan membina hubungan dengan Imam Zaman Ajf. Akan tetapi dengan kehendak, usaha dan upaya kita juga memperkuat hubungan hati kita ini dan juga dengan upaya maksimal dan penghambaan serta menjauhi segala dosa kita dapat bersua secara langsung dengan Imam Zaman Ajf. Bahkan kita dapat sampai pada tingkatan sehingga Imam Zaman sendiri yang datang kepada kita. Namun kita harus memperhatikan poin ini bahwa apabila seseorang mengamalkan amalan-amalan ini namun belum berhasil untuk berjumpa dengan Imam Zaman Ajf maka ia tidak boleh berputus asa. Ia harus lebih banyak berusaha dalam memperoleh kelaikan untuk berjumpa dengannya. Dan, tidak boleh dilupakan bahwa boleh jadi manusia telah memiliki kelayakan namun untuk sampai pada Imam Zaman Ajf boleh jadi tidak maslahat untuknya.
3. Boleh jadi di sini mengemuka sebuah pertanyaan terkait dengan riwayat yang menandaskan bahwa orang-orang yang mengklaim telah bersua dengan Imam Zaman adalah pendusta. Bagaimana Anda menjawab persoalan ini? Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan, iya, terdapat beberapa riwayat dengan kandungan seperti ini bahwa barangsiapa yang mengklaim bahwa ia telah menyaksikan (Imam Zaman) sebelum keluarnya Sufyani dan Shiyah[14] maka hal itu adalah dusta.[15] Ulama dan periset terkait dengan masalah ini berkata, “Yang dimaksud dengan menyaksikan adalah menyaksikan dengan klaim bahwa ia telah menerima (posisi) sebagai deputi khusus. Seperti empat deputi Imam Zaman Ajf (nuwab al-arba’ah).”[16] Bagaimanapun riwayat ini tidak menunjukkan bahwa Imam Zaman Ajf tidak mungkin untuk menjalin hubungan presentif dengan Imam, melainkan menunjukkan pada pendustaan klaim-klaim orang yang melihat Imam Zaman Ajf. Akan tetapi hingga saat ini kami tidak melihat dalam kisah-kisah ulama dan pembesar yang memiliki hubungan dengan Imam Zaman Ajf membeberkan hubungan ini untuk semua orang dan memanfaatkan hubungan ini untuk kepentingan pribadinya. Umumnya pasca mereka wafat kisah perjumpaannya dengan Imam Zaman disampaikan kepada orang-orang. Tanpa ragu bahwa untuk memiliki hubungan presentif dan sampai pada tingkatan dekat kepada Imam Zaman Ajf maka ia harus berupaya keras dan melakukan beberapa amalan tertentu.
4. Poin lainnya yang harus diutarakan pada akhir pembahasan adalah signifikansi dan peran hubungan seseorang dengan Imam Zaman Ajf dalam kehidupannya sehari-hari. Karena tentu saja barangsiapa yang ingin menjalin hubungan dengan seseorang yang lebih tinggi dari sisi tingkatan-tingkatan spiritual dan moral, maka ia harus berupaya sehingga ia serupa dengan orang tersebut. Atau minimal ia mendekatkan dirinya kepada derajat orang tersebut. Hal ini merupakan poin psikologis dimana adanya “panutan” atau “teladan” dalam kehidupan seseorang yang memainkan peran penting dalam kehidupan seseorang. Orang yang merajut hubungan dengan Imam Zaman Ajf secara natural akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendekatkan pada apa yang disenangi oleh Imam Zaman dan perkara ini sendiri akan menyebabkan peningkatan spiritualnya sepanjang masa. Dengan demikian, hubungan ini dapat berperan motorik dalam kehidupan seseorang. Tatkala seorang pemuda memahami segala kemurahan, kecintaan dan kemuliaan Imam Zaman Ajf, ia berada pada tataran ingin menjalin hubungan dengannya dalam hati dan jiwanya dan senantiasa mengingatnya. Namun pengaruh demikian tidak terbatas pada hubungan fisikal dan presentif. Semua orang dengan menelaah seluruh tipologi, sifat, karakteristik dan sirah Imam Zaman Ajf, maka ia akan menjadikannya sebagai panutan dan teladan lalu berusaha mendekatkan diri kepadanya. Tentu saja keluasan wujud Imam Maksum sedemikian luas sehingga siapa saja dapat menjalin hubungan dengannya, beliau juga memperhatikan kita. Sebagaimana hal ini disinggung dalam beberapa ziarah, Asyahadu annaka tasma’ kalami wa tasyhud maqami.” (Sesungguhnya engkau mendengarkan ucapanku dan menyaksikan kedudukanku).[17] Atas dasar ini, kita tidak memiliki tugas untuk bersua dan menjumpai Imam Zaman secara fisik, meski perjumpaan dengannya merupakan sebuah kebahagiaan luar biasa. Namun apabila kebahagiaan ini tidak dicapai oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti bahwa Imam Zaman tidak memiliki perhatian kepada kita. [IQuest]
[1]. Al-Munjid, jil. 1, hal. 540.
[2]. Syaikh Shaduq, Ihtijâj, jil. 2, hal. 497.
[3]. Bihâr al-Anwâr, jil. 52, bab 18, Kitab al-Ghaibah. Muntahâ al-Âmal, jil. 2, bab 14, pasal 5.
[4]. Man Lâ Yahdhûruh al-Faqih, jil. 2, hal. 520, di bawah riwayat 3115.
[5]. Bihâr al-Anwâr, jil. 97, hal. 375, bab 5, hadis 9.
[6]. Bihâr al-Anwâr, jil. 42, hal. 155, bab 124, hadis 22.
[7]. Sayid Mahdi Sa’i, Be Suye Mahbub, Intisyarat-e Syafaq, Qum, Cetakan Ketiga, 1381, hal. 59.
[8]. Ibid, hal. 61.
[9]. Ibid.
[10]. Al-Kâfi, jil. 4, hal. 162, Bab al-Doa fi al-‘Asyr al-Awakhir, hadis 4.
[11]. Bihâr al-Anwâr, jil. 53, hal. 95, bab 29, hadis 11.
[12]. Bihâr al-Anwâr, jil. 99, hal. 81, bab 7, hadis 1.
[13]. Keduanya merupakan salah satu alamat zhuhur.
[14]. Man Laa Yahdhuruh al-Faqih, jil. 2, hal. 609, hadis 3213.
[15]. Bihâr al-Anwâr, jil. 52, hal. 151, bab 23, hadis 1.
[16]. Allamah Majlisi terkait dengan riwayat dalam Bihar menukil hal ini dari ucapan pengarang kitab Ikmâluddin.
[17]. Bihâr al-Anwâr, jil. 97, hal. 375, bab 5, hadis 9.