Advanced Search
Hits
36256
Tanggal Dimuat: 2012/04/14
Ringkasan Pertanyaan
Apa makna dari kesadaran diri menurut al-Qur’an?
Pertanyaan
Apa makna dari kesadaran diri menurut al-Qur’an? Tolong jelaskan lebih dalam.
Jawaban Global

Kesadaran diri dalam al-Qur’an mengandung pengertian menemukan jati diri dengan cara mendidik dan menghidupkan potensi-potensi fitrah dan internal yang terdapat pada wujud dirinya dan kemudian menjiwai (memahami dengan hati) hakikat-hakikat keberadaan dan nama-mana serta sifat-sifat Ilahi.

Kesadaran diri memiliki tingkatan dan cabang-cabang yang beragam seperti fitrah (bawaan), global (universal) dan irfani (sufistik) yang tingkatan sempurnanya itu adalah kesadaran diri irfani (sufistik) yang ia telah terkait dan menyatu dengan hubungan dan korelasi manusia dengan realitas serta kesejatian hakikinya yang tidak lain hal itu adalah khalifatullah.

Jawaban Detil

Kesadaran diri dalam al-Qur’an mengandung pengertian menemukan jati diri dengan cara mendidik dan menghidupkan potensi-potensi fitrah dan internal yang ada pada wujud dirinya dan kemudian menjiwai (memahami dengan hati) hakikat-hakikat keberadaan dan nama-mana serta sifat-sifat Ilahi. Jadi, zat atau esensi dan substansi diri manusia terletak pada kesadaran akan jati dirinya[1] karena kecintaan dan kerinduannya terhadap hal itu merupakan fitrah dirinya.

Dengan demikian, kesadaran diri memiliki tingkatan dan cabang-cabang yang beragam[2] yang mana tingkatan sempurnanya itu adalah kesadaran diri irfani (sufistik) yang ia telah terkait dan menyatu dengan hubungan dan korelasi manusia dengan realitas serta kesejatian hakikinya yang tidak lain hal itu adalah khalifatullah.

Dalam tulisan ini akan dijelaskan secara global tentang beberapa hal yang paling penting terkait dengan masalah ini:

  1. Kesadaran Fitrawi

Hal semacam ini bukan merupakan sebuah bentuk persfektif dan sebuah pengetahuan yang sifatnya hushuli,[3] namun merupakan sebuah kesadaran dan sebuah ilmu hudhuri. Kesadaran diri yang bersifat hudhuri mengandung makna bahwa: saya ada dan saya punya serta memiliki kesadaran serta pengetahuan terhadap keberadaan dan eksistensi ini melalui potensi-potensi internal saya. Hal ini merupakan sebuah pengetahuan dan kesadaran prinsipil dan nyata serta sama persis dengan pribadinya. Pada pengetahun dan kesadaran ini, manusia memperoleh dan akan meraih sebuah realitas bernama saya dan hal itu sama dengan pengetahuan dan kesadaran terhadap diri pribadinya.[4]

Tentunya pada fenomena ini, biasanya tidak bisa langsung sampai pada sayaitu, melainkan pertama kekuatan-kekuatan dan aktifitas-aktifitas internal itu dirasakan dan dipahami terlebih dahulu kemudian saya itu – guna memperoleh serta meraih kesadaran dan pengetahuan yang sifatnya hudhuri itu – dirasakan dan dipahami.[5]

Al-Qur’an setelah menyinggung hal ini pada tahap penciptaan janin dalam kandungan (rahim), sebagai tahapan paling akhir –yang sejatinya merupakan tahapan paling penting dalam proses penciptaan manusia.[6] Al-Qur’an menyatakan: Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.”[7] Hal ini menunjukkan bahwa materi bawah sadar berubah menjadi sebuah substansi ruh yang sadar.[8] Dengan kata lain, ia telah diberi kehidupan, kemampuan dan ilmu dan diberinya substansi dzati (jauhar-e dzati) yang hal ini biasa disebut saya.[9]

 

  1. Kesadaran Universal

Kesadaran diri yang bersifat global dan universal memiliki pengertian kesadaran dan pengetahuan terhadap diri dalam kaitannya dengan alam bahwa: dari mana saya datang? Saya berada di mana sekarang? Dan nanti saya akan kemana? Pada kesadaran diri semacam ini, manusia akan menyingkap bahwa dirinya merupakan salah satu bagian dari keseluruhan(kull) yang bernama alam dunia, ia akan mengetahui bahwa dirinya itu tidak independen dan tidak mandiri, dirinya itu bergantung, yakni ia ada bukan dengan sendirinya, ia hidup bukan dengan sendirinya dan akan meninggalkan dunia ini bukan melalui dirinya, ia hendak memperjelas kondisi dirinya pada keseluruhanini.[10] Imam Ali As suatu waktu pernah menyinggung bentuk kesadaran semacam ini. Imam Ali As bersabda sebagai berikut: ”Semoga Allah Swt merahmati…orang yang mengetahui bahwa dirinya datang dari mana? Sedang berada di mana? Dan hendak menuju ke mana?”[11]

Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat tentang mabdâ(awal penciptaan) dan ma’âd (akhirat) manusia yang semuanya mengajak umat manusia untuk menyadari tentang hakikat hidup di dunia dan di akhirat:

Allah Swt berfirman: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya.”[12] Dia-lah Yang menciptakanmu dari tanah, sesudah itu Dia menentukan ajal (masa hidup tertentu supaya kamu dapat menggapai kesempurnaan ciptaanmu), dan ajal yang pasti hanya ada pada sisi-Nya (dan hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya).”[13]Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali).”[14]

 

  1. Kesadaran Irfani (Sufistik)

Kesadaran irfani adalah sebuah kesadaran terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan Allah Swt. Hubungan ini adalah sebuah hubungan dua wujud dan eksistensi yang bukan bersifat sejajar atau horizontal, akan tetapi suatu hubungan antara cabang dengan pohon, hubungan antara majazi dengan hakikat tunggal (Allah Swt), dan merupakan sebuah hubungan antara muqayad (tergantung) dan mutlaq (absolut). Keinginan seorang ‘arif adalah keinginan yang bersifat internal dan merupakan sebuah kebutuhan fitrah diri.[15]

Menurut pandangan seorang ‘arif, ruh dan jiwa, bukan “saya” yang hakiki dan kesadaran akannya, bukan pula kesadaran diri, akan tetapi ruh dan jiwa itu merupakan manifestasi dan ejawantah dari “diri” dan “saya” dan “saya” yang hakiki itu adalah Allah Swt. Ketika manusia tenggelam dalam dirinya (fana’) dan ia tidak lagi menyaksikan kejelasan-kejelasan (ta’ayyunat), tidak ada lagi pengaruh ruh dan jiwa, manusia telah sampai pada kesadaran diri yang hakiki.[16]

Jika seorang manusia senantiasa membina dan mendidik kesadaran global dan kesadaran fitrah-nya dan ia mengetahui dan memahami apa yang menjadi prinsip dan dasar (yakni khalifatullah), maka ia telah memijakkan kakinya pada jalan kesadaran irfani dan ia akan merasakan dan memahami hubungan yang bersifat irfani ini, kemudian ia akan merasakan dalam hatinya rasa rindu, cinta Allah Swt kepadanya dan rasa rindu dan cinta ia kepada Allah Swt:”Allah Swt mencintai mereka dan mereka mencintai Allah Swt.”[17]

Kesadaran irfani merupakan buah dari kesadaran fitrah dan kesadaran global (universal).

Berdasarkan firman Allah Swt dalam al-Qur’an, hal yang bertentangan dan menjadi penghalau bagi kesadaran diri adalah lupa diri yang mana hal ini merupakan buah dari lupa Allah Swt. Firman Allah Swt yang artinya:” Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”[18]

Karena ketika manusia lupa kepada Allah Swt maka asmaul husna (nama-nama indah) dan sifat-sifat agung Allah Swt yang berkaitan erat serta punya hubungan langsung dengan sifat-sifat esensial manusia, juga akan dilupakannya. Jika manusia tidak meniti jalan untuk mengenal dirinya dan ia tidak membina serta menghidupkannya di dalam dirinya, maka ia akan melupakan Allah Swt dan akan melakukan dosa apa saja serta akan keluar dari penghambaan dan pengabdian kepada Tuhan.[19] [iQuest]

 

 


[1]. Murtadha Muthahhari, Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 304 dan 308, Intisyarat-e Shadra.

[2]. Ibid, hal. 308-326.

[3]. Berbeda dengan psikolog-psikolog bahwa terkadang ketika mereka membahas masalah kesadaran diri, mereka memaknainya dengan kesadaran terhadap diri dalam bentuk ilmu perolehan (hushuli) dan analitik (zihni), Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 309).

[4]. Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 308 (dengan beberapa perubahan).

[5]. Silahkan lihat, Muhammad Taqi Ja’fari, Tarjumeh wa Tafsir-e Nahj al-Balâghah, jil.  6, hal. 262, dan jil.  26, hal. 61 dan 62, Daftar-e Nasyr-e Farhangg-e Islami, Teheran, Cetakan Ketujuh, 1376 S.

[6]. , Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil.  14, hal. 208, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S.

[7]. (Qs. Al-Mu’minun [23]: 14).

[8]. Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 309.

[9]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai,, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil.  15, hal. 20, Daftar-e Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kelima, 1417 H.

[10]. Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 310.

[11]. Muhammad Jawad Mughniyah, Fi Zhilâl Nahj al-Balâghah, jil.  1, hal. 22, Dar al-‘Ilm lil Malayiin, Beirut, Cetakan Ketiga, 1358 Syamsi; Naqawi Qaini Khurasani, Sayid Muhammad Taqi, Miftah al-Sa’âdah fi Syarh Nahj al-Balâghah, jil.  5, hal. 128, Makatabah al-Mushthafawi, Teheran, Tanpa Tahun.

[12]. (Qs. Al-Baqarah [2]: 156)

[13]. (Qs. Al-An’am [6]: 2)

[14]. (Qs. Rum [30]: 40)

[15]. Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 319 dan 320.

[16]. Majmu’-e Âtsâr, jil.  2, hal. 321.

[17]. (Qs. Al-Maidah [5]: 54).

[18]. (Qs. Al-Hasyr [59]: 19).

[19]. Silahkan lihat, al-Mizân fi Tafsir al Qur’ân, jil.  19, hal. 219 dan 220.

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259816 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245592 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229495 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214282 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175594 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170968 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167387 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157452 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140300 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133531 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...