Advanced Search
Hits
10646
Tanggal Dimuat: 2011/05/02
Ringkasan Pertanyaan
Apa perbedaan antara salat-salat mustahab yang dikerjakan pada hari-hari dalam seminggu dan salat Dhuha yang dipandang sebagai bid’ah?
Pertanyaan
Berdasarkan hadis Ibnu Thawus dan waktu pelaksanaannya antara terbitnya fajar dan tergelincirnya matahari yaitu salat-salat mustahab yang dikerjakan dalam seminggu sesuai dengan susunan dan urtan nama hari. Lantas apa perbedaannya salat-salat ini dengan salat Dhuha yang dipandang sebagai perbuatan bid’ah?
Jawaban Global

Shalat Dhuha dalam pandangan Syiah adalah sebuah bid’ah kecuali pada hari Jum’at yang mendapat pengecualian dalam hal ini. Sebagian Ahlusunnah memandang shalat Dhuha sebagai bid’ah, namun salat-salat yang dikerjakan dalam seminggu sesuai dengan susunan dan urutan nama hari bukanlah bid’ah bahkan tergolong sebagai perbuatan mustahab. Karena Sayid Ibnu Thawus menukil salat-salat mustahab yang dikerjakan dalam seminggu sesuai dengan urutan nama hari bukan sebagai salat Dhuha namun sebagai salat-salat harian dalam seminggu dimana apabila kita meyakini bahwa waktu ini (terbitnya fajar hingga tergelincirnya matahari) dengan sendirinya merupakan sebuah salat mustahab. Namun apabila salat dengan status lainnya, seperti “qadha nâfilah”, “tahiyyat al-masjid” dan “hari-hari dalam seminggu” yang dikerjakan pada waktu-waktu seperti ini bukanlah perbuatan bid’ah.

Jawaban Detil

Sebelum memberikan jawaban kiranya kita perlu mengurai makna terminologis bid’ah:

Bid’ah adalah menyandarkan sesuatu kepada agama sesuatu yang pada hakikatnya bukan bagian dari agama dan syariat dan tidak ada satu pun yang sesuai dan selaras dengan aturan-aturan dan instruksi-instruksi agama Islam.[1]

 

A.    Shalat Dhuha adalah Bid’ah

Shalat Dhuha dalam pandangan Syiah adalah sebuah perbuatan bid’ah[2] dan sebagian Ahlusunnah juga memandangnya sebagai bid’ah yang akan kita sebutkan beberapa contoh dari riwayat yang terdapat dalam literatur-literatur Ahlusunnah sebagaimana berikut ini:

1.     Muwarraq Ijli berkata, “Saya bertanya kepada Abdullah bin Umar, “Apakah engkau mengerjakan salat Dhuha? Abdullah bin Umar menjawab, “Tidak!” Saya bertanya lagi, “Apakah ayahmu mengerjakannya?” Jawabnya, “Tidak!” Apakah Abu Bakar mengerjakan salat ini? Tanyaku lagi. Abdullah bin Umar menjawab, “Tidak!” Aku bertanya lagi, “Apakah Rasulullah Saw mengerjakannya?” Abdullah bin Umar menjawab, “Saya kira tidak.”[3]

2.     [4]Abdullah bin Umar berkata bahwa salat Dhuha adalah perbuatan bid’ah.

3.     Aba Sa’id bin Nafi’ berkata, “Abu Basyir Anshari, salah seorang sahabat Rasulullah Saw tatkala matahari terbit, aku tengah mengerjakan shalat Dhuha. Ia mendampratku dan melarangku untuk mengerjakan salat tersebut. Kemudian ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Jangan engkau mengerjakan salat Dhuha hingga tergelincirnya matahari.”[5]

 

B.    Mengerjakan Salat-salat Harian dalam Seminggu

Dalam pandangan Syiah, hadis-hadis yang diriwayatkan dari para Imam Maksum As adalah sebuah dalil syariat dan memiliki hujjah. Atas dasar itu, salat-salat harian dalam seminggu yang dikerjakan tidak dalam status sebagai salat Dhuha bukanlah bid’ah bahkan sebuah amalan mustahab yang dianjurkan syariat. Sayid Ibnu Thawus menukil riwayat ini dari Imam Hasan Askari yang  menukilnya dari para datuknya.[6]

Dalam riwayat ini disebutkan, “Qala: “Faqultu lil Hasan bin Ali As fi ayyi waqtin ushalli hadzihi al-shalawat?” Faqala, “Ma baina thulu’ al-Syams ila Zawaliha.” Periwayat bertanya kapan saya harus mengerjakan salat-salat ini (harian dalam seminggu)? Imam menjawab, “Semenjak terbitnya matahari hingga tergelincirnya.”

Boleh jadi apa yang dapat dimanfaatkan dari riwayat ini adalah bahwa salat-salat ini adalah salat Dhuha yang termasuk sebagai perbuatan bid’ah! Namun harus dikatakan bahwa apa yang menjadi bid’ah adalah sebuah perbuatan yang tanpa dalil syariat untuk masa-masa ini (semenjak terbitnya matahari hingga tergelincirnya) kita mencermati tipologi khusus dan apabila tidak demikian inti mengerjakan salat pada masa seperti ini dengan status lain tentu tidak bermasalah. Sebagai contoh, salat tahiyyat al-masjid,”[7]qadha salat-salat nafilah”[8] dan juga “qadha salat-salat wajib” dapat dikerjakan kapan saja dan “nafilah-nafilah hari Jum’at juga harus dikerjakan waktu-waktu sekarang ini dimana “salat Dhuha” termasuk bid’ah di dalamnya.

Di antara beberapa riwayat yang menunjukkan kebolehan mengerjakan salat-salat seperti ini pada hari Jum’ah adalah sebagai berikut:

1.     Sulaiman bin Khalid berkata, “Saya bertanya kepada Imam Shadiq ihwal pengerjaan salat nafilah pada hari Jum’at?” Imam Shadiq As menjawab, “Enam raka’at sebelum tergelincirnya matahari dan dua rakat pada masa tergelincirnya matahari.”[9]

2.     Rasulullah Saw melarang orang mengerjakan salat nafilah pada masa terbitnya dan tenggelamnya matahari kecuali pada hari Jum’at.[10]

3.     Imam Shadiq As bersabda, “Salat nafilah pada tengah harian pertama tidak dikerjakan selain pada hari Jum’at.”[11]

 

Karena itu, salat Dhuha disebut bid’ah apabila dikerjakan tanpa status khusus (sebagai shalat Dhuha) pada setiap hari pada masa-masa ini (semenjak terbitnya hingga tergelincirnya matahari) namun apabila dikerjakan dengan status yang lain (seperti tahiyyat al-masjid, qadha salat-salat nafilah dan juga qadha salat-salat wajib)  dan terdapat dalil syariat yang menyokong pelaksanaannya yang dikerjakan pada masa seperti ini tentu bukanlah bid’ah. [IQuest]



[1]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Bid’ah dan Kriterianya, Pertanyaan 1878 (Site: 2002).  

[2]. Muhammad Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 3, hal. 453, Periset dan Korektor: Ali Akbar Ghaffari, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H. Muhammad bin Ali bin Babawaih Shaduq Qummi, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 2, hal. 137, Daftar Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kedua, 1413 H.  

[3]. Taqiyuddin Maqrizi, Imtâ’ al-Asmâ’ bimâ Linnabi min al-Ahwâl wa al-Amwâl wa al-Hifdah wa al-Mitâ’, jil. 13, hal. 18, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 1420 H; Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Asad al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 8, hal. 377, Periset: Syu’aib al-Arnuuth, Adil Mursyid et al, Muassasah al-Risalah, Cetakan Pertama 1421 H.

[4]. Imtâ’ al-Asmâ’ bimâ Linnabi min al-Ahwâl wa al-Amwâl wa al-Hifdah wa al-Mitâ’, jil. 13, hal. 18.  

[5]. Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 36, hal. 213.  

[6]. Sayid Ibnu Thawus, Jamâl al-Usbû’, hal. 40-43, Intisyarat-e Radhi, Qum.  

[7]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 2, hal. 175, Dar al-Kutub al-

slamiyah, Teheran, 1413 H.  

[8]. Muhammad bin Hasan Thusi, Tahdzib al-Ahkâm, jil. 2, hal. 175, Hadis  154, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 H.  

[9]. Ibid, jil. 3, hal. 11, Hadis 37.  

[10]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 80, hal. 153, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.  

[11]. Tahdzib al-Ahkâm, ji. 3, hal. 13, Hadis 44.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...