Please Wait
Hits
7362
7362
Tanggal Dimuat:
2012/07/28
Kode Site
fa1536
Kode Pernyataan Privasi
73593
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Kapan harus mengerjakan salat niyabah (naib) untuk ayah dan ibu?
Pertanyaan
Kapan harus mengerjakan salat niyabah (naib) sebagai ganti untuk salat yang tidak dikerjakan oleh ayah dan ibu? Apabila mereka dalam kondisi sakit apakah mereka dapat salat sambil berbaring?
Jawaban Global
Niyabah atau menjadi naib dalam salat dan puasa tidak dibenarkan selama yang digantikan itu masih hidup. Setiap mukallaf wajib mengerjakan sendiri salat wajibnya bagaimanapun bentuknya entah itu dalam kondisi berdiri, duduk, tidur atau bahkan dengan sekedar isyarat.
Imam Khomeini dan marja agung taklid lainnnya berkata: “Selagi manusia dapat duduk maka ia tidak boleh mengerjakan salat sambil berbaring. Apabila ia tidak dapat duduk dengan benar maka ia harus berusaha untuk dapat duduk bagaimanapun caranya. Apabila ia sama sekali tidak mampu untuk duduk maka ia harus tidur miring sebelah kanan dan apabila ia tidak mampu maka ia harus tidur miring sebelah kiri. Dan apabila juga tidak mampu maka ia harus salat sambil tidur terlentang dengan cara telapak kakinya menghadap kiblat.”[1]
Demikian juga ibadah-ibadah wajib yang dulu tidak dikerjakan harus diqadha selagi masih hidup. Imam Khomeini dan marja agung taklid lainnya dalam hal ini menyatakan, “Selagi manusia masih hidup meski ia tidak lagi mampu mengerjakan salat-salat qadhanya maka orang lain tidak dapat mengerjakan qadha salat-salatnya.”
Karena itu, selama ayah dan ibu masih hidup maka sang anak tidak dapat mengerjakan salat atau menjadi naib atas salat untuk keduanya. Namun demikian ia tetap dapat mengerjakan salat-salat sunnah sebagai naib untuk kedua orang tuanya.[2] [iQuest]
Imam Khomeini dan marja agung taklid lainnnya berkata: “Selagi manusia dapat duduk maka ia tidak boleh mengerjakan salat sambil berbaring. Apabila ia tidak dapat duduk dengan benar maka ia harus berusaha untuk dapat duduk bagaimanapun caranya. Apabila ia sama sekali tidak mampu untuk duduk maka ia harus tidur miring sebelah kanan dan apabila ia tidak mampu maka ia harus tidur miring sebelah kiri. Dan apabila juga tidak mampu maka ia harus salat sambil tidur terlentang dengan cara telapak kakinya menghadap kiblat.”[1]
Demikian juga ibadah-ibadah wajib yang dulu tidak dikerjakan harus diqadha selagi masih hidup. Imam Khomeini dan marja agung taklid lainnya dalam hal ini menyatakan, “Selagi manusia masih hidup meski ia tidak lagi mampu mengerjakan salat-salat qadhanya maka orang lain tidak dapat mengerjakan qadha salat-salatnya.”
Karena itu, selama ayah dan ibu masih hidup maka sang anak tidak dapat mengerjakan salat atau menjadi naib atas salat untuk keduanya. Namun demikian ia tetap dapat mengerjakan salat-salat sunnah sebagai naib untuk kedua orang tuanya.[2] [iQuest]
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar