Please Wait
Hits
24522
24522
Tanggal Dimuat:
2012/07/29
Kode Site
fa20359
Kode Pernyataan Privasi
62781
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Apakah ada ayat dalam al-Quran yang kandungannya menyatakan untuk tidak memaksa anak-anak putri dan membiarkan mereka untuk memilih pasangannya masing-masing? Apabila tidak ada ayatnya lantas mengapa sebagian orang melakukan pernikahan paksa?
Pertanyaan
Apakah ada ayat dalam al-Quran yang kandungannya menyatakan untuk tidak memaksa anak-anak putri dan membiarkan mereka untuk memilih pasangannya masing-masing? Apabila tidak ada ayatnya lantas mengapa sebagian orang melakukan pernikahan paksa?
Jawaban Global
Kiranya kita perlu memperhatikan poin ini bahwa seluruh aturan dan hukum Islam tidak dijelaskan secara rinci dalam al-Quran melainkan diperoleh pada sebagian sumber lainnya seperti hadis-hadis para maksum As untuk melakukan inferensi dan konklusi hukum-hukum Islam.
Adapun yang menjadi pertanyaan Anda, apabila tidak terdapat sebuah ayat dalam al-Quran, namun dijumpai pada fikih Islam yang bersandar pada sumber-sumber lainnya (sunnah, akal dan ijma) yang menyatakan dilarang keras melakukan kawin paksa pada anak putri sedemikian sehingga apabila putri tanpa kerelaan dan hanya dengan paksaan ayahnya kemudian ia menikah dengan seseorang maka akadnya itu batal dan apabila ia memiliki anak dari pernikahan ini, maka anaknya adalah haram jadah dan keturunan yang diragukan serta merupakan dosa besar bagi ayahnya.[1] Dari sisi lain, seorang putri tidk dapat menikah tanpa memperoleh kerelaan ayah[2] dan ia harus memperoleh izin dan restu sang ayah dalam urusan pernikahan.
Alasan adanya aturan yang menyulitkan dalam Islam ini adalah untuk memperoleh istri yang pntas yang di samping orang yang disukai dan dicintai oleh sang putri demikian juga pemilihannya tidak berdasar pada emosi dan perasaan saja tidak diimbangi dengan rasionalitas dan pikiran untuk menata masa depan yang lebih baik.
Aturan universal ini terkadang juga mendapat pengecualian dan pengecualian itu diberlakukan tatkala seorang putri atau ayah tidak menunaikan tanggung jawabnya dan hal ini yang menjadi penyebab rontoknya pernikahan. Tentu hal ini dapat diselesaikan dengan dialog dan musyawarah dengan orang lain sehingga tercapai kata sepakat dan kesepahaman.
Akan tetapi harap diingat bahwa segala bentuk sikap keras kepala akan membuat urusan semakin runyam dan sulit. Kedua belah pihak harus menjadikan rasionalitas sebagai pijakan utama, bertawakkal kepada Allah Swt dan bermusyawarah sehingga dapat sampai pada sebuah kesimpulan yang ideal. Tentu saja apabila tidak tercapai apa yang diinginkan maka seyogyanya merujuk kepada marja taklid atau hakim syar’i yang ada. [iQuest]
Adapun yang menjadi pertanyaan Anda, apabila tidak terdapat sebuah ayat dalam al-Quran, namun dijumpai pada fikih Islam yang bersandar pada sumber-sumber lainnya (sunnah, akal dan ijma) yang menyatakan dilarang keras melakukan kawin paksa pada anak putri sedemikian sehingga apabila putri tanpa kerelaan dan hanya dengan paksaan ayahnya kemudian ia menikah dengan seseorang maka akadnya itu batal dan apabila ia memiliki anak dari pernikahan ini, maka anaknya adalah haram jadah dan keturunan yang diragukan serta merupakan dosa besar bagi ayahnya.[1] Dari sisi lain, seorang putri tidk dapat menikah tanpa memperoleh kerelaan ayah[2] dan ia harus memperoleh izin dan restu sang ayah dalam urusan pernikahan.
Alasan adanya aturan yang menyulitkan dalam Islam ini adalah untuk memperoleh istri yang pntas yang di samping orang yang disukai dan dicintai oleh sang putri demikian juga pemilihannya tidak berdasar pada emosi dan perasaan saja tidak diimbangi dengan rasionalitas dan pikiran untuk menata masa depan yang lebih baik.
Aturan universal ini terkadang juga mendapat pengecualian dan pengecualian itu diberlakukan tatkala seorang putri atau ayah tidak menunaikan tanggung jawabnya dan hal ini yang menjadi penyebab rontoknya pernikahan. Tentu hal ini dapat diselesaikan dengan dialog dan musyawarah dengan orang lain sehingga tercapai kata sepakat dan kesepahaman.
Akan tetapi harap diingat bahwa segala bentuk sikap keras kepala akan membuat urusan semakin runyam dan sulit. Kedua belah pihak harus menjadikan rasionalitas sebagai pijakan utama, bertawakkal kepada Allah Swt dan bermusyawarah sehingga dapat sampai pada sebuah kesimpulan yang ideal. Tentu saja apabila tidak tercapai apa yang diinginkan maka seyogyanya merujuk kepada marja taklid atau hakim syar’i yang ada. [iQuest]
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar