Please Wait
Hits
6165
6165
Tanggal Dimuat:
2013/05/25
Ringkasan Pertanyaan
Ibu saya adalah seorang aktivis budaya yang membiayai anak-anaknya. Ayah saya kurang lebih selama 15 tahun tidak menyantuni kami secara finansial. Ia berkata bahwa tanpa izin darinya tiada seorang pun yang boleh pergi keluar rumah untuk bekerja. Apakah dalam pandangan syariat larangan ini benar adanya?
Pertanyaan
Salam. Ibu saya adalah seorang aktivis budaya yang membiayai anak-anaknya. Ayah saya kurang lebih selama 15 tahun tidak menyantuni kami secara finansial. Kami tidak dapat meminta uang dari ayah kami karena hanya menimbulkan pertengkaran. Ujung-ujungnya ia berkata, "Saya tidak punya." Saya (putri) dan dua saudara saya, ketiganya telah menyelesaikan studi pada perguruan tinggi dan ayah saya adalah orang yang tidak berpikir positif. Perilakunya sangat buruk dan berkata bahwa saya (putrinya) tidak boleh keluar rumah untuk kerja dan ketika kami keluar rumah ia selalu mengusik kami. Karena saya tahu tabiat ayah saya, saya mematuhi perintahnya. Boleh jadi dalam seminggu saya keluar rumah sekedar untuk jalan-jalan. Usia saya adalah 25 tahun. Saya minta bimbingan Anda apa yang harus saya lakukan. Apa saja yang menjadi hak-hak saya? Apakah saya dapat pergi keluar rumah bekerja tanpa izin ayah saya dan menggunakan ijazah S1 saya dengan bekerja untuk hidup yang lebih baik dan membantu ibu saya?
Jawaban Global
Anak-anak wajib mematuhi perintah ayah dan ibu dalam dua hal:
Pertama: Berbuat baik kepada keduanya misalnya dengan memberikan uang belanja sekiranya keduanya membutuhkan dan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan dalam keseharian serta memenuhi keperluan-keperluan mereka pada tataran yang standar dan normal serta apa yang sesuai dengan fitrah mereka yang sehat. Meninggalkan apa yang disebutkan ini dinilai sebagai menginjak-injak kecintaan mereka dan tentu hal ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi kedua orang tua.
Kedua: Menemani mereka dengan baik, tidak berlaku buruk dalam ucapan dan tindakan meski mereka berlaku buruk. Dalam riwayat disebutkan, "Apabila mereka memukulmu maka janganlah memukul mereka dan katakanlah, "Ghafarallahu lakuma (Semoga Allah Swt merahmati kalian berdua)."[1]
Apa yang disebutkan di atas adalah tugas anak terhadap kedua orang tua dan terkait yang dengan keduanya. Namun terkait dengan anak dan hal-hal yang menyebabkan terusiknya orang tua tidak keluar dari dua kondisi:
Pertama: Berbuat baik kepada keduanya misalnya dengan memberikan uang belanja sekiranya keduanya membutuhkan dan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan dalam keseharian serta memenuhi keperluan-keperluan mereka pada tataran yang standar dan normal serta apa yang sesuai dengan fitrah mereka yang sehat. Meninggalkan apa yang disebutkan ini dinilai sebagai menginjak-injak kecintaan mereka dan tentu hal ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi kedua orang tua.
Kedua: Menemani mereka dengan baik, tidak berlaku buruk dalam ucapan dan tindakan meski mereka berlaku buruk. Dalam riwayat disebutkan, "Apabila mereka memukulmu maka janganlah memukul mereka dan katakanlah, "Ghafarallahu lakuma (Semoga Allah Swt merahmati kalian berdua)."[1]
Apa yang disebutkan di atas adalah tugas anak terhadap kedua orang tua dan terkait yang dengan keduanya. Namun terkait dengan anak dan hal-hal yang menyebabkan terusiknya orang tua tidak keluar dari dua kondisi:
- Terganggunya ayah atau ibu disebabkan oleh kepeduliannya kepada anak. Karena itu haram melakukan perbuatan yang menyebabkan terganggunya ayah meski ia tidak melarang perbuatan tersebut.
- Terganggunya ayah atau ibu karena perilaku-perilaku buruk seperti tidak menginginkan kebaikan bagi anak-anaknya entah untuk urusan duniawi atau urusan ukhrawi dimana dalam hal ini terganggunya orang tua tidak akan berpengaruh secara syar'i dan anak tidak wajib patuh pada keinginan-keinginan ini. Dari sini menjadi jelas bahwa ketaatan kepada ayah dan ibu dalam perintah dan larangannya yang terkait dengan urusan-urusan personal mereka pada dasarnya tidak wajib dan Allah Swt lebih mengetahui segala urusan.
Dibolehkan bagi anak untuk berdiskusi dengan ayah dan ibunya tentang hal-hal yang menurut mereka tidak benar. Namun harus tetap menjaga etika dan sopan santun dalam berdiskusi dengan mereka sehingga tidak menyisakan luka bagi mereka. Tidak meninggikan suara di hadapan mereka dan tidak menggunakan kalimat-kalimat kasar ketika membahas satu persoalan dengan mereka.[2]
Lampiran:
Jawaban sebagian Marja Agung Taklid terkait dengan pertanyaan ini adalah sebagai berikut:[3]
Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Izin ayah untuk hal-hal seperti ini tidak diperlukan namun usahakan memperoleh keridhaan mereka hingga pada tataran tertentu.
Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Saya berterima kasih dan mengapresiasi kepedulian Anda terkait dengan masalah-masalah syar'i dan perhatian terhadap hak-hak kedua orang tua. Sesuai dengan asumsi pertanyaan apabila ayah Anda tidak ridha Anda keluar rumah maka wajib bagi Anda untuk mematuhinya dan ayah juga memiliki tugas secara syar'i apabila mampu untuk menanggung biaya hidup Anda dan berusahalah menjaga kehormatan orang tua, Insya Allah, dengan bertawakkal kepada Allah Swt, Anda dapat mengatasi masalah-masalah yang Anda hadapi). [iQuest]
Lampiran:
Jawaban sebagian Marja Agung Taklid terkait dengan pertanyaan ini adalah sebagai berikut:[3]
Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Izin ayah untuk hal-hal seperti ini tidak diperlukan namun usahakan memperoleh keridhaan mereka hingga pada tataran tertentu.
Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Saya berterima kasih dan mengapresiasi kepedulian Anda terkait dengan masalah-masalah syar'i dan perhatian terhadap hak-hak kedua orang tua. Sesuai dengan asumsi pertanyaan apabila ayah Anda tidak ridha Anda keluar rumah maka wajib bagi Anda untuk mematuhinya dan ayah juga memiliki tugas secara syar'i apabila mampu untuk menanggung biaya hidup Anda dan berusahalah menjaga kehormatan orang tua, Insya Allah, dengan bertawakkal kepada Allah Swt, Anda dapat mengatasi masalah-masalah yang Anda hadapi). [iQuest]
[1]. Muhammad Ya'qub Kulaini, al-Kâfi, Diteliti dan Diedit oleh Ali Akbar Ghaffari, Akhundi, Muhammad, jil 2, hal. 158, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[2]. Pengajuan pertanyaan fikih (istiftâ'ât) yang dilakukan oleh pihak Islam Quest pada Kantor Ayatullah Siistani (Mudda Zhilluhu al-'Ali).
[3]. Pengajuan pertanyaan fikih (istiftâ'ât) yang dilakukan oleh pihak Islam Quest pada Kantor Ayatullah Agung Makarim Syirazi dan Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhuma al-'Ali).
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar