Advanced Search
Hits
17413
Tanggal Dimuat: 2010/02/17
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana para mufassir menafsirkan atau menjelaskan kalimat "wadhribuhunna" (pukullah mereka) pada ayat nusyuz?
Pertanyaan
Bagaimana para mufassir menafsirkan atau menjelaskan kalimat "wadhribuhunna" (pukullah mereka) pada ayat nusyuz?
Jawaban Global

Dalam ajaran Islam, kaum wanita menempati kedudukan yang sangat bernilai dan pada riwayat-riwayat nabawi dan para Imam Maksum As disebutkan pujian dan pemuliaan untuk kaum wanita. Dalam sebagian riwayat, wanita shaleha diperkenalkan sebagai sumber kebaikan, berkah dan harta yang paling berharga di dunia. Demikian juga larangan untuk menyiksa kaum wanita sedemikian buruk sehingga kaum pria yang melakukan perbuatan ini dipandang sebagai seburuk-buruk makhluk.

Hanya pada satu perkara saja dikecualiakan yaitu kaum wanita yang tidak mengindahkan hak-hak suaminya dan tidak menyediakan persiapan-persiapan lainnya dalam mengarahkan bahtera rumah tangga ke arah yang diidamkan. Sikap nusyuz kaum wanita dan izin untuk menghajar model wanita seperti ini disebutkan pada ayat 34 surah al-Nisa.[i]

Pada permulaan ayat ini dijelaskan sifat-sifat wanita terhormat dan taat. Kemudian Allah Swt menjelaskan tugas-tugas suami yang ada kemungkinannya melalukan perbuatan yang tidak terhormat (nusyuz). Tingkatan pertama adalah memberikan wejangan dan nasihat terhadap model wanita seperti ini. Tingkatan kedua menjauh dari pembaringan mereka yang sedikit lebih keras dibandingkan dengan tingkatan pertama dan kemudian tingkatan ketiga mengemuka masalah memukul dan menghajar wanita yang bersikap seperti ini. Terkait dengan persoalan ini kita harus memperhatikan beberapa poin berikut ini:

1.     Tingkatan ini merupakan tingkatan terakhir dan suatu hal yang wajar apabila tingkatan pertama dapat menyelesaikan persoalan maka giliran tingkatan berikutnya tidak akan kesampaian.

2.     Hukuman fisik; sesuai dengan kitab-kitab fikih, harus enteng dan ringan serta tidak menyebabkan cedera dan luka fisik.

3.     Hukuman fisik; juga memiliki tingkatan tersendiri dan bahkan pada riwayat disebutkan memukul dengan menggunakan kayu miswak. Karena itu apabila tingkatan-tingkatan pendahuluan dapat menyelesaikan persoalan maka tingkatan berikutnya tidak boleh dilakukan.

4.     Masalah ini tidak terkhusus pada wanita saja dan pada masalah nusyuz kaum pria, hakim syar'i berkewajiban memperkenalkan tugas-tugas kaum pria  melalui ragam jalan dan bahkan melalui jalan cambuk (cemeti, hukuman fisik).



[i]. "Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara rahasia dan hak-hak suami ketika suaminya tidak ada, lantaran hak-hak yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka, berpisahlah dengan mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Jawaban Detil

Sebelum menguraikan pandangan para mufassir bertalian dengan redaksi ayat "wadhribuhunna" (Dan pukullah mereka [wanita]) pada ayat nusyuz kiranya kita perlu menyinggung kedudukan dan nilai seorang wanita dalam pandangan Islam. Dalam ajaran Islam kedudukan dan nilai kaum wanita dan istri sangat tinggi dan bernilai. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam sebagian riwayat yang memuji kedudukan mereka. Imam Ja'far Shadiq bersabda, "Kebaikan yang melimpah telah diletakkan pada wujud kaum wanita."[1] Pemimpin dan Imam Keenam Syiah mengklasifikasi wanita menjadi wanita baik (shâleh) dan wanita buruk (thâleh). Terkait dengan wanita yang baik, Imam Shadiq bersabda: "Nilai wanita semacam ini lebih tinggi dari emas, perak dan permata yang lain. Dan tiada satu pun permata yang berharga di hadapan nilai wanita (shaleh)."[2] Demikian juga Rasulullah Saw bersabda, "Dunia ini sekedudukan sebagai harta dan sebaik-baik harta benda yang diperoleh adalah wanita yang baik budi pekertinya."[3]  

Sabda-sabda berharga para maksum ini menyinggung sebagian dari nilai kaum wanita dan keberadaannya merupakan sumber mata air kebaikan dan keberkahan. Nilai keberadaan dan spiritualitas mereka diproklamirkan sebagai lebih bernilai dan berharga daripada emas dan permata.

 

Larangan Memukul Wanita

Hukum Islam terkait dengan masalah ini mengajak kita untuk memperhatikan beberapa poin penting; mengingat hukuman fisik dan menciderai ruh kaum wanita dipandang sebagai tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kaum wanita sebagaimana kaum laki-laki merupakan entitas dan makhluk mulia. Karena itu, memukul manusia (baik wanita atau laki-laki) tidak dapat ditolerir dan mereka memiliki hati-hati yang lembut dan qalbu pengasih, mereka adalah makhluk dan entitas mulia dan badan mereka tidak sebagaimana badan hewan yang mampu menahan pukulan dan hantaman. Karena itu, Islam melarang untuk memukul dan menghajar mereka. Dalam hal ini, Rasulullah Saw bersabda: "Ayyunannas! Berhati-hatilah dengan istri-istri kalian. Karena mereka dititipkan kepada kalian bersama dengan janji-janji Ilahi dan mereka halal bagi kalian dengan mengucapkan beberapa kalimat-kalimat suci Tuhan. Apakah pantas amanah ini kalian lukai dan cederai? Apakah layak hati-hati mereka yang merupakan mahligai cinta dan kasih sayang kalian sakiti?"[4]

Demikian juga, Rasulullah Saw bersabda, "Salah satu alamat seburuk-buruk laki-laki adalah memukul istri dan budaknya. Tidak menunjukkan kasih dan kelembutan kepada mereka."[5]

Adapun sebagian wanita yang tidak mengindahkan hak-hak suaminya, memandang enteng dalam masalah pelayanan seksual dan keluar rumah tanpa seizing suaminya, dengan akhlak tercelanya ia merubah institusi rumah tangga yang merupakan institusi cinta dan ketenangan menjadi neraka dan dengan campur tangan yang tidak pantas dalam kehidupan pribadi suaminya, mereka mengganggu suaminya. Sebagian wanita ini telah dikecualikan dalam pandangan Islam. Wanita model seperti ini dipandang tidak memiliki nilai dalam Islam dan Islam mencela wanita semacam ini. Rasulullah Saw bersabda, "Seburuk-buruk sesuatu di alam semesta adalah wanita nusyuz."[6]

Dalam bahasa al-Qur'an, hadis dan fikih Islam, wanita model seperti ini disebut sebagai "nusyuz" yang akarnya berasal dari sifat angkuh dan memandang diri lebih super. Sebagai kesimpulannya, wanita model seperti ini dikecualikan. Mereka adalah orang-orang yang tidak mentaati suami dan menjadikan kehidupan bagi suaminya bagai pil pahit yang harus ditelan. Agama suci Islam memperkenalkan cara-cara rasional untuk memperbaiki dan menghukum orang-orang seperti ini. Al-Qur'an, pada ayat ini (ayat nusyuz) yang termaktub pada surah al-Nisa, menjelaskan beberapa poin indah dan subtil terkait dengan hubungan suami-istri dan masalah rumah tangga. Dan syukurlah, ilmu modern hari ini mampu menyingkap dan menjelaskan sebagian dari rahasia-rahasia tersebut.

Pada hakikatnya ayat ini merupakan salah satu mukjizat ilmiah al-Qur'an, meski seluruh al-Qur'an dari pelbagai dimensi mengandung mukjizat.

Jelas bahwa masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga dan khususnya hubungan suami istri memiliki seni dan keunikan tersendiri dimana terkadang cinta dan kasih diekspresikan dalam bentuk marah dan terkadang luapan amarah diartikulasikan dalam bentuk cinta dan kasih. Hanya saja untuk menjaga demarkasi antara keduanya, kapan harus mengekspresikan cinta dan kapan harus mengartikulasikan marah, bukan merupakan sebuah pekerjaan yang mudah dilakukan oleh siapa saja. Karena itu, filosof, sosiolog, pakar pendidikan, psikoanalis telah berupaya untuk memahami hal ini dan atas upaya tersebut, mereka banyak melahirkan karya-karya ilmiah dalam bidang ini.

Namun di sinilah seninya al-Qur'an dan riwayat-riwayat Rasulullah Saw dan Ahlulbait As yang menjelaskan pijakan, sandaran, aturan universal, poin penting dan kebutuhan asasi manusia dengan bahasa simpel, sederhana, indah dan dapat dipahami dan diamalkan dengan mudah oleh siapa saja. Dan aturan-aturan dasar ini dipersembahkan kepada semua manusia.

Dalam mengkaji secara utuh dan teliti ayat 34 surah al-Nisa kita harus menyebutkan banyak hal di dalamnya. Namun secara ringkas dapat dikatakan bahwa ayat ini setelah menjelaskan bahwa tugas mengepalai rumah tangga, mengelola dan menyediakan biaya hidup dan keluarga berada di pundak kaum laki-laki. Adapun tugas-tugas kaum wanita dalam keluarga diklasifikasikan dalam dua bagian:

Bagian pertama: "wanita shaleha"[7] adalah kaum wanita yang tunduk dan well-committed di hadapan institusi keluarga. Ia tidak hanya menjaga dirinya ketika di hadapan suaminya namun juga pada saat suaminya bepergian atau tidak ada. Jelas bahwa kaum laki-laki memiliki tugas untuk menghormati dan menunaikan hak-hak wanita shaleha semacam ini.

Bagian kedua: Kaum wanita yang mengabaikan tugas-tugasnya dan tanda-tanda nusyuz nampak jelas dan menggejala dalam diri mereka. Al-Qur'an menjelaskan tugas-tugas kaum pria dalam menghadapi wanita semacam ini bahwa pria harus melewati tingkatan demi tingkatan dan yang penting adalah ia harus berhati-hati untuk tidak bertindak aniaya dan berlaku tidak adil. Tugas-tugas pria secara runut yang dijelaskan secara berurutan dan bertingkat pada ayat nusyuz adalah sebagai berikut:

Tingkatan pertama, "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka."[8] Dengan demikian, bagi wanita-wanita yang tidak mengindahkan kehormatan keluarga, sebelum segala sesuatunya, kaum pria diminta untuk memberikan nasihat kepada mereka dengan penuh persahabatan dan menjelaskan pelbagai konsekuensi buruk yang bisa saja muncul dari perbuatannya serta mengingatkan tanggung jawab yang dipikulnya sebagai seorang istri.

Tingkatan kedua, "(Apabila nasihatmu tidak berguna baginya) maka menjauhlah dari pembaringan mereka."[9] Reaksi semacam ini, bersikap acuh (terhadapnya) atau menunjukkan rasa tidak senang, merupakan alamat ketidakrelaan pria atas perilaku istrinya dan boleh jadi reaksi ringan seperti ini berpengaruh pada diri wanita.

Tingkatan ketiga: "Wadhribuhunna." (Dan pukullah mereka) Apabila pembangkangan dan penodaan terhadap tugas dan tanggung jawabnya telah melintas batas toleransi dan tetap saja ia memilih untuk keras kepala dengan menginjak-injak tugas dan tanggung jawabnya, nasihat tidak ada gunanya, berpisah dari tempat tidur juga tidak berpengaruh, maka tidak tersisa lagi jalan kecuali dengan meningkatkan intensitas tindakan. Di sini kaum pria dibolehkan untuk menghukum secara fisik demi menjalankan tugasnya sebagai seorang suami.

Boleh jadi sebuah kritikan mengemuka bahwa bagaimana Islam memberikan izin kepada kaum pria untuk menghukum secara fisik kaum wanita? Jawaban atas kritikan ini tidak terlalu sulit dengan memperhatikan makna ayat dan riwayat serta penjelasannya pada kitab-kitab fikih dan demikian juga pelbagai penjelasan psikolog modern. Hal ini dikarenakan:

Pertama, ayat membolehkan hukuman fisik bagi orang-orang yang tidak mengenal dan menjalankan tugasnya tatkala cara-cara yang lain tidak lagi berguna. Dan kebetulan masalah ini bukan merupakan masalah baru yang terbatas pada Islam saja. Pada seluruh aturan dan hukum yang berlaku di dunia, tatkala satu pihak dengan menggunakan media damai tidak mampu membuat pihak lainnya menunaikan tugasnya maka ia dapat menggunakan alat-alat kekerasan.

Kedua: "Hukuman fisik" di sini – sebagiamana yang disebutkan dalam kitab-kitab fikih – harus dilakukan dengan pelan dan ringan sedemikian sehingga tidak berujung pada pencideraan dan pelukaan fisikal.

Ketiga: Para psikoanalis modern meyakini bahwa sebagian wanita memiliki kondisi masochism (kesenangan kalau disiksa) dan apabila kondisi sedemikian semakin tinggi intensitasnya maka satu-satunya jalan untuk menenangkan mereka adalah dengan memukul badannya. Karena itu, bagian ayat ini boleh jadi menyoroti wanita seperti ini dimana pemukulan enteng fisik bagi mereka akan mendatangkan ketenangan dan pemukulan ini sendiri sejatinya merupakan sejenis pengobatan mental. Adapun yang diinginkan Islam, dengan menuliskan resep berupa wejangan, menunjukkan sikap tidak senang dan hukuman fisik yang ringan, adalah untuk mengobati orang-orang penderita penyakit ini. Bukan mengeluarkan hukuman cerai yang boleh jadi semakin memperparah sakit mereka dan membuat anak-anak terjauhkan dari anugerah berupa ketentraman dan ketenangan keluarga serta meruntuhkan tatanan keluarga yang merupakan pranata utama masyarakat.

Jelas bahwa apabila salah satu dari tingkatan ini berpengaruh dan kaum wanita kemudian sadar lalu menunaikan tugas-tugasnya, maka kaum pria tidak memiliki hak untuk mencari dalih untuk menyusahkan wanita. Karena itu sebagai kelanjutan dari ayat di atas, disebutkan, "Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya." (Qs. Al-Nisa [4]:34)

Poin yang harus mendapat perhatian di sini adalah bahwa kendati batas maksimal hukuman fisik belum sampai, yang ditetapkan yaitu tidak menciderai dan melukai, akan tetapi mengingat tujuan memukul dan menghajar yaitu supaya kaum wanita mentaati dan melenyapkan sikap nusyuz pada diri wanita, karena itu runutan dan urutan tingkatan hukuman harus dijalankan. Dan apabila tujuan dan maksud telah tercapai dengan memukul dengan enteng, maka tidak dibenarkan bagi kaum pria untuk memukul lebih keras dan boleh jadi riwayat yang menyatakan bahwa maksud memukul dengan miswak[10] adalah menjelaskan tingkatan urutan dan runutan pukulan dimana apabila tujuan dan maksud untuk melenyapkan sikap nusyuz pada wanita telah tercapai maka tidak dibenarkan untuk melangkah pada tingkatan selanjutnya.

Boleh jadi disebutkan bahwa pembangkangan dan pelanggaran semacam ini juga dilakukan oleh kaum pria karena itu apakah kaum pria juga dapat dikenakan hukuman seperti ini?

Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan: Iya. Kaum pria juga sebagaimana kaum wanita akan dikenai hukuman apabila ia tidak menunaikan tugas-tugasnya. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa kondisi yang terdapat pada sebagian pria adalah sadisme (menyiksa) dan apabila penyakit ini semakin parah maka obatnya bukanlah menyiksa badan mereka yang dilakukan oleh kaum wanita; karena pertama pada galibnya pengobatan penyakit semacam ini bukanlah hukuman fisik badan. Kedua, umumnya wanita tidak mampu melakukan hal ini (menyiksa badan pria). Ketiga, hakim syar'i (marja taklid) memiliki tugas untuk memperkenalkan tugas-tugas kaum pria melalui ragam cara bahkan dengan cara mencambuk (hukuman fisik).

Allah Swt pada akhir ayat kembali memperingatkan kaum pria untuk tidak menyalahgunakan kedudukannya sebagai kepala rumah tangga dan memikirkan seluruh kekuasaan Tuhan yang berada di atas seluruh kekuasaan."Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."[11] [IQuest]



[1]. Aktsar al-Khair fi al-Nisâ, Man La Yahdhur al-Faqih, jil. 3, hal. 385.  

[2]. Al-Kâfi, jil. 5, hal. 332. 

[3]. Mustadrak al-Wasâil, jil. 14, hal. 150.  

[4]. Mustadrak al-Wasâil, jil. 14, hal. 252  

[5]. Tahdzib al-Ahkâm, jil. 7, hal. 400.  

[6]. Mustadrak al-Wasâil, jil. 14, hal. 165.

[7]. Fasshâlehâtu. (Qs. Al-Nisa [4]:34)

[8]. Walllâti takhâfuna nusyûzahunna fa'izhunnah. (Qs. Al-Nisa [4]:34)  

[9]. Wahjuruhûnna fi al-Madhâji'i. (Qs. Al-Nisa [4]:34)

[10]. Sejenis batang kayu (kecil) yang digunakan untuk sikat gigi. Tafsir Burhan, jil. 1, hal. 367 (sesuai dengan nukilan dari Tafsir Afdhal, jil. 1, hal. 523)  

[11]. Diadaptasi dari Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 411-416.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

  • Apakah seorang laki-laki kafir meludahi Nabi Muhammad Saw, dan karenanya kemudian turun sebuah ayat al-Quran?
    12531 Tafsir 2015/05/13
    Terkait dengan pertanyaan tersebut, terdapat kisah dari para mufasir yang diyakini sebagai sebab turunnya ayat, «وَ یَوْمَ یَعَضُّ الظَّالِمُ عَلى‏ یَدَیْهِ یَقُولُ یا لَیْتَنِی اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبیلاً» “(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil ...
  • Apa yang dimaksud dengan wajib dalam hadis kewajiban mandi hari Jumat?
    8811 بیشتر بدانیم 2012/12/12
    Mandi Jumat; merupakan salah satu tradisi dan sunnah Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya. Terdapat banyak hadis dalam literatur Syiah dan Sunni yang menjelaskan masalah ini. Sebagian dari hadis tersebut menyebutkan tentang kewajiban mandi ini. Di antaranya, tatkala ditanya tentang mandi Jumat ini, Imam Ridha As menjawab, “Wâjibun ‘ala kulli ...
  • Apakah arti dan hakikat Ramadhan itu?
    8052 روزه و رمضان 2015/05/03
    Ramadhan secara leksikal berarti panas yang menyengat, panasnya batu, intensitas sinar matahari. Juga dikatakan bahwa ramadhan diambil dari asal kata “harr” yang artinya adalah kembali dari gurun menuju kota. Secara teknis ramadhan adalah nama bulan ke-9 bulan Hijriah, bulan-bulan Islam dan bulan turunnya al-Quran. Imam Sajjad As ...
  • Bagaimana pandangan Ahlusunnah ihwal Bilal Habsyi?
    9271 Sejarah Para Pembesar 2010/08/22
    Apa yang dijelaskan dalam literatur-literatur Ahlusunnah ihwal sahabat besar Bilal Habasyi adalah bahwa ia adalah orang yang dibebaskan oleh Abu Bakar. Ia adalah seorang mukmin yang kukuh mempertahankan imannya (resistant) di hadapan pelbagai siksaan kaum kafir. Di samping itu, ia adalah muazzin (orang yang ...
  • Al-Qur’an ditinjau dari tiga aspek merupakan mukjizat, 1. Lafaz; 2. Kandungan; 3. Pembawanya. Seberapa besar kadar Ilahiah yang ditunjukkan masing-masing dari ketiga sisi ini?
    33409 Ulumul Quran 2009/02/18
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda memilih jawaban detil ...
  • Apakah kita dapat belajar ilmu dan pengetahuan dari guru mana pun?
    11479 Dirayah al-Hadits 2010/10/07
    Manusia hendaknya senantiasa tunduk dan patuh di hadapan kebenaran. Dan apabila kebenaran dan kelurusan ucapan dan penalaran telah terbukti baginya, tanpa memperhatikan siapa yang mengucapkan, maka kebenaran itu harus diterima. Tentu dengan memperhatikan pelbagai kriteria akal dan agama.   Namun jelas bahwa mempelajari ilmu akan lebih ...
  • Bagaimana menjawab salam ketika seseorang sementara mengerjakan salat?
    12516 Hukum dan Yurisprudensi 2012/02/08
    Seseorang tidak dapat memberikan salam kepada orang lain selagi ia mengerjakan salat dan apabila seseorang memberikan salam kepadanya maka ia harus menjawab sedemikian sehingga ucapan salam harus terlebih dahulu yang disampaikan; misalnya berkata, “al-salam ‘alaikum” atau “salamun ‘alaikum” dan ia tidak boleh berkata, “alaikum al-salam.”[1] (mendahulukan alaikum ...
  • Pada masa lalu yaitu sebelum Revolusi Islam Iran, siapakah yang menjadi wali fakih?
    9418 Hukum dan Yurisprudensi 2010/11/11
    Teori wilâyah fakih merupakan salah satu teori yang telah berusia lama dan prinsipil dalam keyakinan Syiah. Dengan bermulanya masa ghaibat kubra (okultasi mayor) pada tahun 326 H, ulama besar seperti Syaikh Shaduq (381 H), Syaikh Mufid (413 H), Sayid Murtadha (436 H), Syaikh Thusi (460 H), memenuhi ...
  • Apakah hukum khitan bagi perempuan? Apakah hukum ini tidak bertentangan dengan ilmu-ilmu yang ada pada zaman sekarang?
    6300 Serba-serbi 2015/05/03
    Khitan bagi perempuan, dapat dilakukan dengan beragam model. Terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan tentang bentuk khusus bagi khitan perempuan. Dengan meneliti riwayat ini, kita memahami bahwa dalam Islam, harus diperhatikan supaya dalam melakukan khitan terhadap kaum perempuan dengan mempertimbangkan luka yang paling minimal bagi mereka. Yang dapat ...
  • Apakah dibolehkan menjual buah yang masih di atas pohon?
    19616 Jual dan Beli 2013/12/25
    Terdapat empat kondisi yang dapat digambarkan terkait dengan buah yang masih di atas pohon: Tidak ada satu pun buah yang terlihat di atas pohon. Buah telah tampak dan kelihatan namun masih belum laik untuk dimakan dan diperjual-belikan (badwi al-salāh).[1]

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    264545 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    248144 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    231386 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    217472 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    177660 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    172638 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    169600 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    160057 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    143183 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    135465 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...