Please Wait
Hits
20610
20610
Tanggal Dimuat:
2014/02/16
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimanakah cara Jibril menerima dan menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw?
Pertanyaan
Bagaimanakah cara Jibril menerima dan menyampaikan Wahyu kepada Nabi Muhammad Saw?
Jawaban Global
Pemahaman ihwal hakikat wahyu dan bagaimana cara malaikat menerima serta menyampaikan wahyu kepada nabi adalah termasuk ilmu yang berada di luar batas pengetahuan manusia dan sulit serta tidak mungkin memahami hakikat tersebut bagi yang bukan nabi dan imam maksum.
Allamah Thabathaba’i dalam hal ini mengatakan: “Hal yang patut diperhatikan adalah mencerna wahyu bagi kita merupakan sebuah misteri serta kita tidak punya informasi bagaimana wahyu tersebut dan seperti apa penyampaiannya. Hakikat-hakikat (mengenai wahyu) tersebut tidak kita pahami; yakni terdapat suatu korelasi nyata di antara inti-inti ajakan agama dari makrifat-makrifat, akhlak, serta hukum dan aturan-aturan yang tidak terjangkau oleh pikiran kita; karena jika hubungan antara hal-hal tersebut adalah persis sama dengan yang kita ketahui, takkan disangsikan lagi bahwa pengertian wahyu (akan) menjadi (sama seperti pengertian dari) yang mencerna atau yang memahaminya yaitu pengertian pikiran kita sendiri, padahal tidaklah demikian adanya.”[1]
Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa kita tidak berusaha untuk memahaminya; akan tetapi jika tak dapat memiliki seluruh air laut, setidaknya kita tetap harus meminumnya untuk melegakan rasa haus dan melepaskan dahaga, oleh karenanya, ada beberapa poin yang dijelaskan oleh para filosof mengenai proses penerimaan wahyu kepada Nabi Saw:
Allamah Thabathaba’i dalam hal ini mengatakan: “Hal yang patut diperhatikan adalah mencerna wahyu bagi kita merupakan sebuah misteri serta kita tidak punya informasi bagaimana wahyu tersebut dan seperti apa penyampaiannya. Hakikat-hakikat (mengenai wahyu) tersebut tidak kita pahami; yakni terdapat suatu korelasi nyata di antara inti-inti ajakan agama dari makrifat-makrifat, akhlak, serta hukum dan aturan-aturan yang tidak terjangkau oleh pikiran kita; karena jika hubungan antara hal-hal tersebut adalah persis sama dengan yang kita ketahui, takkan disangsikan lagi bahwa pengertian wahyu (akan) menjadi (sama seperti pengertian dari) yang mencerna atau yang memahaminya yaitu pengertian pikiran kita sendiri, padahal tidaklah demikian adanya.”[1]
Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa kita tidak berusaha untuk memahaminya; akan tetapi jika tak dapat memiliki seluruh air laut, setidaknya kita tetap harus meminumnya untuk melegakan rasa haus dan melepaskan dahaga, oleh karenanya, ada beberapa poin yang dijelaskan oleh para filosof mengenai proses penerimaan wahyu kepada Nabi Saw:
-
Filosof meyakini bahwa dalam jiwa rasional manusia harus terdapat tiga kemampuan khusus yang terkumpul untuk dapat mencapai pada makam kenabian,
- Dapat mendengar kata atau kalam Tuhan dan melihat para malaikat Allah.
- Pengetahuan akan poin ini bahwa semua ilmu berasal dari Tuhan yang diberikan kepada manusia.
- Memiliki kekuatan untuk menguasai alam materi; dengan kata lain, alam material taat kepadanya.
-
Filosof terkait dengan bagaimana cara untuk dapat mencapai ketiga syarat kenabian,mengatakan: jiwa rasional manusia memiliki dua bentuk kekuatan
- Daya pencerapan.
- Daya gerak dan menggerakkan
Daya pencerapan juga memiliki dua bentuk.
- Daya pencerapan akal
- Daya pencerapan partikular dan indrawi
Ketiga syarat kenabian ini diperoleh dari pengaruh kekuatan dan kesempurnaan dari ketiga daya tersebut.
Para pemikir tersebut dalam penjelasannya mengatakan: kesempurnaan daya pencerapan akal adalah memperoleh seluruh pengetahuan-pengetahuan tanpa usaha keras belajar dan mempelajari, dan dalam waktu yang sangat singkat dengan kekuatan pertimbangan.
Kesempurnaan potensi pencerapan Indrawi dan partikular khususnya daya imajinasi adalah sebagaimana halnya pada kesempurnaan kekuatan dan kemampuan, namun pada akhirnya adalah taat dan dan mematuhi daya akal sebagaimana pada saat terhubungnya jiwa dengan akal aktual (yang merupakan pancaran berbagai ilmu dan kesempurnaan dengan izin Tuhan dan Jibril adalah manifestasi dari akal aktual ini) daya imajinasi akan terentang sampai batas kemampuan akal dimana setiap bentuk tergambar dalam jiwa sebagai abstraksi dan universal, gambaran dan khayalan darinya pada daya imajinasi sebagai representasi dan partikular.
Jadi jika objek-objek pahaman akal adalah entitas-entitas non materi maka daya imajinasi akan menggambarkannya secara personal dari individu-individu manusia yang memiliki kesempurnaan. Dan jika objek-objek pahaman akal bermakna non materi dan hukum-hukum universal maka daya imajinasilah yang menggambarkannya dalam bentuk kata-kata dan dalam keterangan serta kefasihan yang sempurna.[2]
Namun mengenai cara penerimaan wahyu melalui malaikat, nampaknya penerimaan wahyu melalui malaikat pada hakikatnya adalah demikian: yaitu seperti halnya dengan modus eksistensial dan keberadaan malaikat tersebut yang murni dari hakikat “realitas agung” dan atau manifestasi serta perwujudan dari “jelmaan” dan tajalli realitas agung; yaitu wujud malaikat tidak berbeda dengan wujud wahyu, pengetahuan dan ilmu. Malaikat wahyu merupakan emanasi murni dan manifestasi dari ilmu Tuhan. Mengenai metode penyampaian wahyu kepada nabi harus dikatakan bahwa penyampaian wahyu melalui malaikat kepada nabi sebenarnya adalah korelasi, bahkan unifikasi jiwa dan ruh nabi dengan malaikat dimana efek dari unifikasi tersebut jiwa dan ruh Nabi juga menjadi manifestasi ilmu Allah. [iQuest]
Para pemikir tersebut dalam penjelasannya mengatakan: kesempurnaan daya pencerapan akal adalah memperoleh seluruh pengetahuan-pengetahuan tanpa usaha keras belajar dan mempelajari, dan dalam waktu yang sangat singkat dengan kekuatan pertimbangan.
Kesempurnaan potensi pencerapan Indrawi dan partikular khususnya daya imajinasi adalah sebagaimana halnya pada kesempurnaan kekuatan dan kemampuan, namun pada akhirnya adalah taat dan dan mematuhi daya akal sebagaimana pada saat terhubungnya jiwa dengan akal aktual (yang merupakan pancaran berbagai ilmu dan kesempurnaan dengan izin Tuhan dan Jibril adalah manifestasi dari akal aktual ini) daya imajinasi akan terentang sampai batas kemampuan akal dimana setiap bentuk tergambar dalam jiwa sebagai abstraksi dan universal, gambaran dan khayalan darinya pada daya imajinasi sebagai representasi dan partikular.
Jadi jika objek-objek pahaman akal adalah entitas-entitas non materi maka daya imajinasi akan menggambarkannya secara personal dari individu-individu manusia yang memiliki kesempurnaan. Dan jika objek-objek pahaman akal bermakna non materi dan hukum-hukum universal maka daya imajinasilah yang menggambarkannya dalam bentuk kata-kata dan dalam keterangan serta kefasihan yang sempurna.[2]
Namun mengenai cara penerimaan wahyu melalui malaikat, nampaknya penerimaan wahyu melalui malaikat pada hakikatnya adalah demikian: yaitu seperti halnya dengan modus eksistensial dan keberadaan malaikat tersebut yang murni dari hakikat “realitas agung” dan atau manifestasi serta perwujudan dari “jelmaan” dan tajalli realitas agung; yaitu wujud malaikat tidak berbeda dengan wujud wahyu, pengetahuan dan ilmu. Malaikat wahyu merupakan emanasi murni dan manifestasi dari ilmu Tuhan. Mengenai metode penyampaian wahyu kepada nabi harus dikatakan bahwa penyampaian wahyu melalui malaikat kepada nabi sebenarnya adalah korelasi, bahkan unifikasi jiwa dan ruh nabi dengan malaikat dimana efek dari unifikasi tersebut jiwa dan ruh Nabi juga menjadi manifestasi ilmu Allah. [iQuest]
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar