Advanced Search
Hits
9284
Tanggal Dimuat: 2010/10/21
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa orang wajib bertaklid kepada para marja?
Pertanyaan
Bagaimana Anda dapat menetapkan bahwa bertaklid kepada para marja itu sebuah merupakan sebuah keharusan?
Jawaban Global

Yang dimaksud dengan taklid adalah merujuknya seorang non-ahli, dalam sebuah masalah keahlian dan spesialisasi, kepada seorang ahli. Dalil terpenting atas keharusan bertaklid dalam masalah agama adalah poin rasional ini yang menandaskan bahwa seorang non-ahli harus merujuk kepada seorang ahli dalam masalah-masalah keahlian dan spesialisasi. Di samping itu, terdapat sebagian ayat dan riwayat juga menekankan perlunya taklid, misalnya ayat, “fas’alu ahl al-dzikr in kuntum la ta’lamun.” (Bertanyalah kepada orang yang mengetahui apabila engkau tidak mengetahui sesuatu).

Akan tetapi harap diperhatikan bahwa seluruh dalil-dalil literal taklid umumnya bersandar pada masalah yang diterima dan disepakati oleh orang-orang berakal. Karena itu, para marja taklid adalah para ahli dan ekspert dalam masalah fikih yang memiliki kemampuan untuk melakukan inferensi (istinbâth) hukum-hukum Ilahi dari sumber-sumber syariat dan konsekuensinya adalah bahwa orang lain harus merujuk kepada mereka dalam masalah-masalah agama (fikih).

Jawaban Detil

Islam telah menetapkan pelbagai aturan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik secara material dan spiritual, personal dan sosial, ekonomi dan politik yang terangkum dan tersusun dalam ragam aturan juristik dan membentuk sebuah disiplin ilmu yang disebut sebagai ilmu Fikih. Ilmu Fikih sejatinya sebuah metode orisinil penghambaan, cara valid dan manusiawi untuk merajut hubungan-hubungan sosial dan merupakan sistem-sistem hayati yang menyoroti seluruh dimensi kehidupan manusia.  Meminjam tuturan Imam Khomeini Qs, “Fikih adalah teori faktual dan sempurna yang berguna untuk mengatur manusia dan masyarakat semenjak buaian hingga liang lahad.”[1]

Mengingat peran penting dan signifikan fikih dan hukum-hukum syariat, para pemimpin (imam) Islam menganjurkan kaum Muslimin untuk mempelajari ilmu Fikih dan mencela orang-orang yang mengabaikan tugas penting ini atau memandang enteng urusan mempelajari hukum-hukum syariat.

Imam Baqir As bersabda, “Apabila salah seorang Syiah yang tidak mau belajar ilmu Fikih dihadapkan kepadaku maka aku akan mendidiknya.”[2]

Dalam syariat Islam terdapat hal-hal yang diwajibkan (wajib) dan hal-hal yang diharamkan (haram). Allah Swt mensyariatkan keduanya bagi kebahagiaan manusia dunia dan akhirat. Apabila manusia tidak mematuhi dan menaatinya, tidak hanya ia tidak akan sampai pada kebahagiaan ideal dan juga tidak akan aman dari azab apabila ia membangkanginya. Untuk mengenal hukum-hukum syariat terdapat banyak disiplin ilmu yang harus dipelajari di antaranya, “tafsir ayat dan riwayat, ilmu hadis untuk mengenal hadis sahih dan tidak sahih, ilmu yang mengajarkan metode penyusunan dan pengumpulan riwayat-riwayat dan ayat-ayat dan puluhan masalah lainnya yang harus dipelajari dan memerlukan usaha serius dan waktu yang cukup lama.

Dalam kondisi seperti ini, mukallaf berhadapan dengan tiga jalan di hadapannya:

Pertama: Dengan cara mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama (ijtihad).

Kedua: Dengan cara mengkaji berbagai pandangan marja' taklid, kemudian mengamalkan pendapat yang menurut seluruh pandangan marja' bahwa amalnya (berihtiyath) itu benar.

Ketiga: Mengambil dan mengamalkan pandangan seseorang yang telah mempelajari ilmu-ilmu agama secara mendalam dan mengetahui hukum-hukum syar'i dengan baik (bertaklid kepada seorang marja' yang telah memenuhi syarat).

Tidak syak lagi, apabila pada jalan pertama ia telah menggondol derajat ijtihad dan menjadi seorang ahli dalam bidang hukum-hukum syariat maka ia tidak lagi memerlukan dua jalan lainnya. Akan tetapi untuk mencapai tingkatan ini, mau-tak-mau, ia harus melalui dua jalan tersebut.

Jalan kedua, memerlukan seperangkat informasi yang memadai tentang pendapat-pendapat yang ada dalam setiap masalah. Metode-metode ihtiyath dan pada kebanyakan urusan, dapat berpotensi mengganggu kehidupan normal seseorang mengingat kepelikan yang ditimbulkan dari bersikap hati-hati. Mau tidak mau pilihan “taklid” menjadi pilihan yang tidak dapat dielakkan bagi masyarakat secara umum karena kemudahan dan keringanannya. Tiga jalan ini tidak terkhusus dalam masalah hukum-hukum syariat saja melainkan pada setiap bidang spesialisasi juga demikian adanya. Sebagai contoh, anggaplah seorang insinyur ahli yang menderita sakit. Untuk mengobati penyakit yang dideritanya ia memiliki dua jalan, apakah ia belajar sendiri ilmu Kedokteran atau menelaah seluruh pendapat para dokter sedemikian ia beramal sehingga tidak menyisakan penyesalan nantinya atau ia merujuk kepada seorang dokter ahli.

Apabila ia memilih jalan pertama ia tidak akan segera terobati. Jalan kedua juga sangat pelik dan akan menghalangi pekerjaan yang menjadi keahliannya (engineering). Karena itu, tanpa ragu, ia harus meminta tolong kepada seorang dokter ahli dan beramal berdasarkan pendapat dokter tersebut.

Apabila insinyur ini beramal berdasarkan resep dokter ahli maka hal itu tidak hanya membuatnya menyesal di kemudian hari tetapi juga ia akan terhindar dari cemoohan teman-temannya bahkan pada kebanyakan urusan, penyakitnya juga akan terobati. Mukallaf demikian adanya. Mukallaf dalam beramal atas pendapat mujtahid ahli, ia  tidak hanya terselematkan dari penyesalan akhirat dan azab Ilahi melainkan juga akan memperoleh kegunaan-kegunaan hukum-hukum syariat.[3]

Karena itu, yang dimaksud dengan taklid adalah merujuknya seorang non ahli, dalam urusan keahlian, kepada seorang yang ahli dalam bidang tersebut. Dan dalil terpenting atas keharusan bertaklid dalam masalah agama (fikih) adalah poin rasional ini bahwa seorang non-ahli harus merujuk kepada ahlinya dalam masalah-masalah keahlian. Tentu saja kita juga dapat menyodorkan dalil-dalil yang bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat-riwayat. Misalnya al-Qur’an menandaskan, “Fas’alû Ahla al-Dzikr in kuntum la ta’lamun” (Bertanyalah kepada orang-orang yang tahu jika sekiranya kalian tidak mengetahui).[4]

Atau dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa “Adapun yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi maka merujuklah (kalian) kepada para perawi hadis kami karena mereka adalah hujjahku bagi kalian dan aku adalah hujjah Tuhan bagi mereka.”[5]

Muhaqqiq Karaki berkata, “Seluruh orang Syiah bersepakat bahwa juris adil, amanah, memenuhi segala syarat dalam mengeluarkan fatwa yang disebut sebagai mujtahid dalam hukum-hukum syariat yang mengemban tugas sebagai deputi, dari sisi para imam pada masa ghaibat, pada segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan perwakilan.”

Namun harap diperhatikan bahwa seluruh dalil-dalil literal taklid lebih menekankan pada masalah yang diterima oleh orang-orang berakal dan tidak menambahkan poin lainnya.

Oleh karena itu, para marja taklid adalah orang-orang ahli dan spesialis fikih yang memiliki kemampuan dalam melakukan inferensi (istinbâth) hukum-hukum Ilahi dari sumber-sumber syariat dan sudah merupakan keharusan bagi yang lain untuk merujuk kepada mereka dalam masalah-masalah agama (fikih). [IQuest]

 

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa indeks terkait:

  1. Marjaiyyah dan Taklid, Pertanyaan 276.

  2. Wilayah Fakih dan Marjaiyyah, Pertanyaan 272.

  3. Dalil-dalil Wilayah Fakih, Pertanyaan 235.



[1]. Shahife-ye Nur, jil. 21, hal. 98.

[2]. Bihâr al-Anwâr, jil. 1, hal. 214.

[3]. Risâle-ye Dânesyju, cetakan kelima, Sayid Mujtaba Husaini, hal. 45-46.

[4]. Qs. Al-Nahl (16):41)

[5]. Wasâil al-Syiah, jil. 27, hal. 140.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...