Advanced Search
Hits
8187
Tanggal Dimuat: 2010/07/21
Ringkasan Pertanyaan
Apakah perjalanan manusia menuju kesempurnaan hanya dapat peroleh melalui ikhtiar dan perbuatan-perbuatan yang didasari dengan ikhtiar?
Pertanyaan
Dari ayat dan riwayat dapat disimpulkan bahwa perjalanan manusia menuju kesempurnaan tidak dapat diperoleh kecuali melalui ikhtiar dan perbuatan-perbuatan yang didasari dengan ikhtiar. Apakah hal ini bermakna bahwa perjalanan manusia menuju kesempurnaan tidak mungkin dan mustahil diperoleh kecuali melalui ikhtiar? Kalau demikian adanya tolong Anda sertakan argumen-argumen filosofisnya? Dan misalnya kita berhipotesa bahwa sekiranya Allah Swt melesakkan manusia kepada kesempurnaan tanpa ikhtiar kira-kira problem apa yang akan muncul? Harap Anda beberkan jawabannya secara filosofis.
Jawaban Global

Dalam perspektif filsafat perjalanan seluruh entitas menuju kesempurnaan bertitik-tolak dari tingkatan sedimenter sampai pada tingkatan tertinggi (transendental) derajat entitas. Perjalanan ini senantiasa bermula dari tingkatan yang lebih rendah. Tingkatan kesempurnaan entitas yang lebih rendah senantiasa merupakan jelmaan kesempurnaan entitas yang lebih tinggi. Dan kesempurnaan yang lebih tinggi merupakan manifestasi kesempurnaan-kesempurnaan entitas dari tingkatan lainnya.

Pada satu sisi, silsilah ini merupakan realisasi wujud mutlak yang memiliki seluruh kesempurnaan pada tataran absolut. Dan di antara  kesempurnaan itu adalah sifat kehendak (irâdah) dan ikhtiar yang terdapat pada seluruh tingkatan wujud sesuai dengan kadar dan kapasitas eksistensialnya. Dari sudut pandang ini, kehendak dan setiap ragam ikhtiar pada esensi setiap entitas dan seluruh tingkatannya akan melahirkan kehendak Ilahi melalui adanya makhluk.

Karena itu, asas pertanyaan ini adalah bahwa problem apa akan muncul apabila manusia seperti entitas dan makhluk lainnya sampai pada kesempurnaan tanpa memiliki ikhtiar dan kehendak.

Dari sudut pandang filsafat, persoalan ini berpijak di atas pra-supposisi keliru dan kemustahilan kesempurnaan deterministik lantaran tatkala kehendak dan ikhtiar merupakan perkara-perkara esensial setiap entitas maka gambarannya adalah bahwa setiap makhluk dan entitas sampai kepada kesempurnaan secara deterministik. Artinya bahwa tatkala sampai pada kesempurnaan eksistensial, ia tidak memiliki ikhtiar. Sementara dua hal ini merupakan satu perkara tunggal dan identik antara satu dengan yang lainnya. Terkhusus bagi manusia yang secara tipikal memiliki tingkatan tertinggi ikhtiar. Makam khilafah Ilahi yang digondolnya adalah lantaran makam tertinggi ikhtiar yang dimilikinya yang telah menyebabkan keutamaan manusia atas seluruh makhluk. Menafikan dan melenyapkan ikhtiar dari manusia sejatinya melenyapkan makam dan kedudukan ini dan termasuk pencideraan tujuan (naqd al-garadh). Yaitu membuat tujuan berupa kesempurnaan yang dicapai dengan ikhtiar tidak terpenuhi.     

Dengan kata lain, bukanlah kesempurnaan kecuali kesempurnaan pada tingkatan wujud. Dan kesempurnaan pada tingkatan wujud identik dengan kesempurnaan pada tingkatan ikhtiar yang disebut sebagai isyq (cinta) dalam lisan seorang arif yaitu amanah Ilahi dan tergolong sebagai esensi utama ikhtiar. Khilafah Ilahi yang merupakan puncak kesempurnaan manusia sejatinya adalah tatkala seseorang lebur (fana) dalam kecintaan kepada Tuhan dan kekalnya ia (baqa) di sisi Tuhan yang secara esensial meniscayakan ketinggian paling puncak derajat ikhtiar.

Jawaban Detil

Pertanyaan yang mengemuka adalah ihwal kemestian ikhtiar dalam proses perjalanan manusia menuju kesempurnaan. Pertanyaan yang diajukan memuat bobot filosofis yang juga meniscayakan jawaban yang diberikan juga harus bermuatan filosofis. Di samping itu, pertanyaan ini juga merupakan sebuah syubha (keraguan) teologis yang bertitik tolak dari pandangan-pandangan dalam pembahasan teologis. Akan tetapi, apabila kita ingin mengkaji persoalan ini secara jeluk dengan meninjaunya dari sudut pandang filosofis maka kita harus banyak memikirkan kedudukan ikhtiar dalam tingkatan wujud dan keadilan Ilahi dalam perspektif eksistensial yang mengemuka dalam pembahasan Teologi.

Filsafat Hikmah dan Irfan teoritis dapat membantu memberikan jawaban kepada kita dalam masalah ini yang merupakan jawaban atas kebanyakan keburaman dan keberatan persoalan ini. Boleh jadi seiring dengan semakin dalamnya pandangan ini terkait dengan alam eksistensi maka keraguan yang mengemuka akan mentah dengan sendirinya.

Untuk menjelaskan kedudukan kehendak (irâdah) dan ikhtiar dalam proses perjalanan manusia menuju kesempurnaan dalam tinjauan filsafat, kiranya kita perlu menjelaskan pendahuluan bahwa gerakan eksistensial dalam perjalanan menuju kesempurnaan pada proses menanjak (kausa su’udi) adalah bermula dari tingkatan materi murni berlanjut hingga mencapai makam khilafah Ilahi yang termasuk sebagai tujuan alam keberadaan.

Setiap tingkatan dari wujud dan setiap derajat dari kesempurnaan, semenjak derajat sedimenter hingga tingkatan trasendental, merupakan tingkatan wujud rabthi (wujud relasional) yang menunjukkan neraca kedekatan tingkatan tersebut kepada Tuhan. Dan setiap tingkatan memiliki kesempurnaan di luar dirinya dan tingkatan lebih rendah juga memiliki kesempurnaan yang lebih tinggi namun pada batasan yang menurun.

Dengan demikian, ragam kesempurnaan eksistensial pada setiap entitas berdasarkan intensitas wujudnya akan semakin meninggi.  Menurunnya kesempurnaan ini akan semakin terlihat pada tingkatan yang lebih rendah pada tingkatan kapasitasnya. Dan salah satu dari kesempurnaan eksistensial ini adalah sifat iradah (kehendak) dan ikhtiar. Pada setiap tingkatan maka batasan khusus darinya akan terlihat.

Para arif terkadang menyebut pahaman umum ini di seluruh penciptaan sebagai cinta dan dalam al-Qur’an disebut sebagai sujud dan tasbihnya seluruh makhluk. Dalam perspektif ini, tidak satu pun entitas bahkan mineral dan tumbuh-tumbuhan tidak terkecuali dari aturan ini.

Demikian juga Mullah Hadi Sabzawari terkait dengan aliran tingkatan ikhtiar di alam wujud menuturkan syair sebagai berikut, “Sesuai dengan tuntutannya seluruh benda merupakan jelmaan Penguasa Mukhtar (Empu Ikhtiar Mutlak) dan sesuai pandangan ini seluruhnya memiliki ikhtiar, bahkan bebatuan sekalipun sesuai dengan kapasitas wujudnya. Karena itu pada diri hamba terdapat kekuasaan dan ikhtiar yang merupakan jelmaan Penguasa Pemilik Ikhtiar..”[1]

Karena itu, tatkala kita menghilangkan sifat irâdah (kehendak) bahkan ikhtiar yang terdapat pada esensi wujud pada seluruh tingkatan lalu kita pandang sebagai sifat esensial bagi wujud (kondisi tanpa kehendak dan ikhtiar) maka hal ini tidak dapat diterima dari sudut pandang filsafat. Lantaran kesempurnaan hanya akan dapat dicapai ketika entitas tersebut memiliki kehendak dan ikhtiar..

Gambaran bahwa sebuah entitas secara deterministik sampai pada kesempurnaan bermakna bahwa ketika sampai pada kesempurnaan eksistensial ia tidak lagi memiliki ikhtiar, sementara dua perkara ini adalah satu dan keduanya saling membutuhkan. Dan terkhusus bagi manusia juga yang memiliki batasan tertinggi ikhtiar adalah makam khalifah Ilahianya yang identik dengan tingkat tertinggi ikhtiarnya yang menyebabkan keutamaannya atas seluruh makhluk. Menafikan ikhtiar dari manusia sejatinya menafikan kedudukannya dan termasuk pencideraan tujuan (naqhd al-gharadh). Yaitu membuat tujuan berupa kesempurnaan yang dicapai dengan ikhtiar tidak terpenuhi.    

Dengan kata lain, ikhtiar pada setiap tingkatan wujud bukan merupakan urusan sekunder, melainkan bagian urusan primer dan esensial tingkatan tersebut. Karena itu, suatu hal yang mustahil memisahkan ikhtiar dari esensi wujud.

Dengan demikian, dari sudut pandang filsafat, di alam eksistensi yang seluruhnya dipenuhi oleh intelegensia dan pengetahuan pada ragam tingkatannya sejatinya tidak berlaku hukum Determinisme sehingga hanya manusia yang dikecualikan darinya, melainkan sebaliknya tidak hanya manusia bahkan seluruh makhluk di alam semesta semuanya termasuk dalam kaidah ikhtiar. Manusia pada batasan tertentu memiliki ikhtiar yang meniscayakan khilafah Ilahinya yang disebut sebagai amanah Ilahi. Dan makam ini adalah makam utama manusia dan sebab keunggulannya atas seluruh makhluk semesta sebagaimana yang ditandaskan dalam al-Qur’an, Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, lalu semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan khawatir akan mengkhianatinya. Tetapi manusia (berani) memikul amanat itu. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (lantaran ia tidak mengenal amanat itu dan menzalimi dirinya sendiri).” (Qs. Al-Ahzab [33]:72)

Karena itu, proses menuju kesempurnaan secara keseluruhan dan sampai pada khilafah dan wilayah Ilahi secara khusus terkait dengan manusia tanpa adanya ikhtiar termasuk mustahil secara rasional. Dengan demikian, kehendak Tuhan semenjak awal tertuju pada emanasi tertinggi terhadap seluruh makhluk akan tetapi tuntutan-tuntutan seluruh makhluk secara esensial menjadi penghalang kemunculan emanasi tersebut secara sempurna.

Dari apa yang tertuang di atas menjadi jelas bahwa proses perjalanan entitas menuju kesempurnaan tatkala entitas tersebut memiliki ikhtiar dan batasan tertinggi ikhtiar tersebut adalah menjadi khalifah yang meniscayakan tingkatan tertinggi derajat ikhtiar. Dan dari sudut pandang Irfan, khilafah Ilahi pada esensi wujudnya yang bermakna bahwa manusia pada akhirnya lebur dalam kecintaan (isyq) kepada Tuhan dan kekal pada kekekalan Tuhan. Dan hal ini memestikan tingkatan tertinggi kecintaan dan kecintaan juga merupakan esensi ikhtiar. Karena itu, gambaran proses perjalanan manusia menuju kesempurnaan puncak manusia yang merupakan cermin kehendak Tuhan, tanpa adanya mutiara cinta adalah mustahil secara esensial dan kecintaan tidak diperoleh dengan paksaan. Bahkan kecintaan merupakan mutiara utama ikhtiar.[2] [IQuest]


[1]. Muhammad Husain Qadrdan Qara Maliki , Negah-e Sewwum be Jabr wa Ikhtiyâr, hal. 159, nukilan dari Mulla Hadi Sabzewari, Asrar al-Hukm, hal. 113.

[2]. Untuk riset lebih jauh dalam masalah ini kami sarankan kepada Anda untuk merujuk pada pembahasan ihwal “Al-Amr bain Amrain” dalam perspektif Filsafat dan Irfan, demikian juga pembahasan iradah (kehendak) dan ikhtiar di alam barzakh dan tingkatan wujud.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...