Please Wait
Hits
25062
25062
Tanggal Dimuat:
2015/05/17
Ringkasan Pertanyaan
Apa maksudnya beriman kepada Allah melalui asma-Nya ? Jelaskan !
Pertanyaan
Apa maksudnya beriman kepada Allah melalui asma-Nya? Jelaskan!
Jawaban Global
Berdasarkan prinsip-prinsip Filsafat dan Irfan serta literatur-literatur agama, tiada seorang pun yang dapat menyelami hakikat zat Allah Swt. Hal ini disebabkan karena kenirbatas-Nya dan ketak-berujung-Nya hakikat zat tersebut.[1]
Para arif, seperti filosof dan pemikir lainnya – sepakat bahwa zat Allah Swt secara mutlak dan tanpa adanya sedikit pun sifat dan qaid yang dilekatkan pada-Nya, tidak dapat diketahui oleh siapa pun dan tiada seorang pun yang dapat sampai kepada Zat Allah Swt. Zat Allah Swt sebagai Entitas Mutlak dan Nirbatas tidak memiliki relasi sedikit pun dengan entitas terbatas (baca: para makhluk). Karena itu, sabda Nabi Muhammad Saw yang sangat terkenal ini menyatakan bahwa, “Tuhanku! Kami tidak mengenal-Mu sepantas-Nya diri-Mu dikenal dan kami tidak menyembah-Mu sebagaimana layaknya Engkau disembah.”[2]
Demikian juga, Imam Ali As dalam mendeskripsikan Allah Swt berkata, “Orang yang tinggi kemampuan akalnya tak dapat menilai, dan penyelam pengertian tak dapat mencapai-Nya; la yang untuk menggambarkan-Nya tak ada batas telah diletakkan.”[3]
Dengan demikian, mengenal hakikat Zat Allah Swt tidak mungkin dilakukan oleh siapa pun; karena itu untuk mengenal dan beriman kepada Allah Swt maka jalan yang harus ditempuh adalah melalui jalan asma (nama-nama) dan mazhahir (pelbagai penampakan) Allah Swt.[4]
Adapun terkait dengan makna mengenal Allah Swt melalui asma (nama-nama) adalah sebagai berikut:
Para arif, seperti filosof dan pemikir lainnya – sepakat bahwa zat Allah Swt secara mutlak dan tanpa adanya sedikit pun sifat dan qaid yang dilekatkan pada-Nya, tidak dapat diketahui oleh siapa pun dan tiada seorang pun yang dapat sampai kepada Zat Allah Swt. Zat Allah Swt sebagai Entitas Mutlak dan Nirbatas tidak memiliki relasi sedikit pun dengan entitas terbatas (baca: para makhluk). Karena itu, sabda Nabi Muhammad Saw yang sangat terkenal ini menyatakan bahwa, “Tuhanku! Kami tidak mengenal-Mu sepantas-Nya diri-Mu dikenal dan kami tidak menyembah-Mu sebagaimana layaknya Engkau disembah.”[2]
Demikian juga, Imam Ali As dalam mendeskripsikan Allah Swt berkata, “Orang yang tinggi kemampuan akalnya tak dapat menilai, dan penyelam pengertian tak dapat mencapai-Nya; la yang untuk menggambarkan-Nya tak ada batas telah diletakkan.”[3]
Dengan demikian, mengenal hakikat Zat Allah Swt tidak mungkin dilakukan oleh siapa pun; karena itu untuk mengenal dan beriman kepada Allah Swt maka jalan yang harus ditempuh adalah melalui jalan asma (nama-nama) dan mazhahir (pelbagai penampakan) Allah Swt.[4]
Adapun terkait dengan makna mengenal Allah Swt melalui asma (nama-nama) adalah sebagai berikut:
- Yang dimaskud dengan asma (nama-nama) dalam terminologi Filsafat dan Irfan, bukanlah nama literal. Nama-nama dalam terminologi Irfan adalah zat dengan tambahan satu sifat tipikal. Hakikat nama dari sudut pandang Irfan adalah penambahan satu sifat (yang bersifat iktibari atau relasional) terhadap zat dan menciptakan satu entifikasi tertentu. Misalnya nama “Rahman” pada hakikatnya mengacu pada zat, dengan sifat rahmat. Dengan analisa seperti ini pada dasarnya pembahasan asma (nama-nama) mengemuka tatkala seorang arif mencermati Allah Swt yang turun dari maqam zat terlepas dari segala bentuk iktibar atau penyebutan, dan berada pada maqam entifikasi tertentu.[5]
- Yang dimaksud mengenal Allah Swt melalui nama-nama adalah mengenal Zat Allah Swt dalam pancaran pelbagai manifestasi dan dalam pelbagai manifestasi tertentu-Nya ini disebut sebagai maqam asma dan sifat.[6] [iQuest]
[1] Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, 1944 (Tak Terbatas-Nya Entitas Tuhan); 2944 (Argumen-argumen Kenirbatasan Tuhan).
[2] Muhammad Baqir Majlisi, Bihār al-Anwār, jil. 66, hal. 292, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Cetakan Kedua, 1403 H.
«ما عرفناک حق معرفتک و ما عبدناک حق عبادتک»
«ما عرفناک حق معرفتک و ما عبدناک حق عبادتک»
[3] Sayid Radhi, Muhammad bin Husain, Nahj al-Balāghah, Riset oleh Subhi Shaleh, Khutbah 1, hal. 39, Qum, Hijrat, Cetakan Pertama, 1414 H; Terjemahan Persia Nahj al-Balāghah, Penj. Ansariyan Husain, hal. 43, Tehran, Payam Azadi, Cetakan KEdua, 1386 S.
«الَّذِی لَا یُدْرِکُهُ بُعْدُ الْهِمَمِ وَ لَا یَنَالُهُ غَوْصُ الْفِطَن»
«الَّذِی لَا یُدْرِکُهُ بُعْدُ الْهِمَمِ وَ لَا یَنَالُهُ غَوْصُ الْفِطَن»
[4] Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Jawaban No. 479 (Mengenal Allah); 13864 (Mengenal Allah Tanpa Tasybih dan Ta’thil).
[5] Ibid, hal. 308-309.
[6] Silahkan lihat, Yazdan Panah, Sayid Yadullah, Mabāni wa Ushul Irfān Nazhari, hal. 312-318, Qum, Muassasah Imam Khomeini, 1388 S; Diadaptasi dari Pertanyaan 59683 (Yang Dimaksud dengan Nama-nama Universal atau Para Imam Asma).
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar