Please Wait
14701
Tauhid dalam penciptaan artinya bahwa tiada satu pun pencipta dalam dunia keberadaan selain Allah Swt. Seluruh kontingen (mumkinât) dan entitas yang ada di alam semesta, karya dan perbuatan-perbuatan mereka, bahkan manusia dan seluruh ciptaan-ciptaan dan temuan-temuan secara hakiki, tanpa basa-basi, adalah makhluk Allah Swt. Apa yang ada di alam semesta seluruhnya adalah makhluk-Nya, meski sebagian tanpa perantara dan sebagian dengan perantara.
Makna Tauhid dalam Penciptaan
Sifat mencipta dan kepenciptaan adalah salah satu sifat Allah Swt. Sifat ini memerlukan argumen-argumen penetapan keberadaan Tuhan. Karena kandungan argumen-argumen ini adalah bahwa Allah Swt merupakan sumber utama dan prima kausa seluruh entitas yang ada. Hal yang mengemuka dalam argumen ini adalah bahwa Allah Swt dalam sifat penciptaan tidak memiliki mitra dan pencipta semesta tidak lain kecuali Allah Swt. Karena itu salah satu cabang tauhid adalah tauhid dalam penciptaan.[1]
Dengan kata lain, tauhid dalam penciptaan artinya bahwa dalam alam semesta kita tidak tidak memiliki lebih dari satu Pencipta yang mandiri dan Pencipta segala sebab yang lain dalam tataran vertikal penciptaan-Nya. Segala sesuatu terjadi di alam semesta adalah sesuai dengan izin dan perintah-Nya.[2]
Tauhid penciptaan yang terkadang juga disebut sebagai tauhid khâliqiyyah atau tauhid dalam perbuatan (af’al) dalam terminologi filsafat bermakna bahwa seluruh sistem, sebab-sebab, akibat-akibat perbuatan dan pekerjaan Allah Swt bersumber dari kehendak-Nya. Seluruh entitas yang terdapat di alam semesta sebagaimana pada esensinya tidak memiliki kemandirian eksistensial dalam tataran sebab-akibat juga tidak memiliki kemandirian.
Walhasil, Allah Swt sebagaimana tidak memiliki sekutu dalam zat-Nya demikian juga pada perbuatan-Nya. Tauhid perbuatan adalah obyek nyata tasbih “Lâ haula walâ quwwata illâ bilLâh” yang dijelaskan dalam filsafat dengan kaidah “Lâ muattsir fi al-wujûd illâLlâh.”[3]
Apakah akal menerima tauhid dalam penciptaan?
Akal dengan jelas memberikan kesaksian atas keesaan pencipta alam semesta, karena sesuai dengan tuntutan argumen-argumen penetapan keberadaan Tuhan – khususnya argumen imkan dan wujub – seluruh entitas dan kontingen (mumkin) adalah akibat dan makhluk dari Wajib al-Wujud secara esensial (Allah Swt). Sesuai dengan tuntutan dalil-dalil tauhid dzati, wajib al-wujud bidzzat (Wujud Mesti secara Esensial) adalah Esa. Dan sebagai kesimpulannya pencipta dan pengada alam semesta tidak lain hanyalah Allah Swt.[4]
Bagaimana al-Qur’an memandang masalah ini?
Al-Qur’an dalam beberapa ayat menandaskan tentang keesaan Pencipta alam semesta. Al-Qur’an menyatakan:
- Katakanlah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (Qs. Al-Ra’ad [13]:16)
- “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia-lah pemelihara segala sesuatu.” (Qs. Al-Zumar [39]:62)
- “Yang demikian itu adalah Allah, Tuhan-mu, Pencipta segala sesuatu, tiada Tuhan melainkan Dia.” (Qs. Ghafir [40]:62)
- “Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (Qs. Al-Fathir [35]:3)
- “Musa berkata, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada makhluk-Nya segala sesuatu (yang mereka butuhkan), kemudian memberi petunjuk kepada mereka.” (Qs. Thaha [20]:50)
Beberapa Riwayat tentang Tauhid dalam Penciptaan
Terdapat beberapa riwayat yang juga menegaskan tauhid dalam penciptaan. Imam Ali As dalam hal ini bersabda, “Dalam penciptaan semut (dan semisalnya) tiada satu pun yang bersekutu dengan Allah Swt dan tiada satu pun yang menolong-Nya.”[5]
Lebih jauh, Imam Ali As mengimbuhkan, “Tiada sekutu bagi Allah Swt yang membantunya dalam menciptakan pelbagai keajaiban dunia.”[6] Dan masih banyak riwayat lainnya.
Apakah Tauhid dalam Penciptaan bermakna Pengingkaran terhadap Mekanisme Kausalitas dan Determinisme?
Dari sini harus diakui bahwa pembatasan penciptaan pada Allah Swt tidak bermakna pengingkaran terhadap tradisi dan kebiasaan yang berlaku di antara fenomena-fenomena natural. Lantaran mekanisme kausalitas dalam bagian-bagian dunia materi tidak bermakna adanya kemandiran pada sebab-sebab, dalam kausalitas dan pengadaan segala sesuatu, melainkan Allah Swt menciptakan mekanisme ini pada dunia materi dan Allah Swt sendiri yang mengadakan aturan ini. Matahari dan udara sangat berpengaruh pada proses kesuburan tanah, demikian juga air dalam proses pertumbuhan tanaman, namun adanya pengaruh dan efek yang ditimbulkannya semuanya bergantung pada izin Allah Swt dan merupakan salah satu manifestasi sunnatullah di alam eksistensi.
Mereka yang menafsirkan keyakinan terhadap tauhid dalam penciptaan adalah sama dengan mengingkari adanya hukum kausalitas dan hubungan material di antara bagian-bagian alam semesta, telah berbuat kesalahan dan atas dasar itu mereka menyatakan agama mengingkari dan menentang ilmu pengetahuan.[7]
Karena itu, tauhid dalam penciptaan tidak bermakna menafikan ikhtiar dan menyokong determinisme, melainkan bahwa pencipta seluruh perbuatan adalah Allah Swt dan kehendak kita berada sejajar secara vertikal dengan kehendak Allah Swt. [iQuest]
[1]. Ali Rabbani Gulpaigani, ‘Aqâid Istidlâli, Site Andisheh Qum.
[2]. Site Hauzah Net.
[3]. Asfar, jil. 2, hal. 216-219. Nihâyat al-Hikmah, jil. 3, hal. 677. Muthahhari, Majmu’e Âtsâr, jil. 2, hal. 103. Ihsan Tarkasywand, Tauhid wa Marâtib Ân.
[4]. Ali Rabbani Gulpaigani, ‘Aqâid Istidlâli, Site Andisheh Qum.
[5]. Nahj al-Balâghah, Khutbah 185.
[6]. Ibid, Khutbah 91.
[7]. Ja’far Subhani, Penerjemah Jawad Muhadditsi, Simâi ‘Aqâid Syiah, hal. 56, Masy’ar.