Please Wait
26610
Apa yang mengemuka dalam pertanyaan merupakan sebagian indikasi adanya kedewasaan dan permulaan masa muda pada diri Anda. Seseorang yang berada pada angka usia seperti ini kebanyakan berada di bawah pengaruh ucapan dan bahkan pandangan orang lain.
Perilaku seperti ini pada tataran tertentu adalah perilaku yang wajar dan normal; karena seorang pemuda tidak ingin menunjukkan sedikit pun kelemahan pada dirinya. Ia ingin menunjukkan identitas dan personalitas ideal serta model di hadapan semua orang. Demikian juga ia ingin supaya orang-orang memandangnya sebagai orang yang percaya diri.
Sebagian faktor penting yang menjadi penyebab munculnya sikap percaya diri pada manusia dan mengantarkan manusia untuk memperoleh ketenangan adalah mengenal diri dan memberikan nilai atas diri; artinya bersikap optimis dan tidak pesimis.
Apa yang mengemuka dalam pertanyaan merupakan sebagian indikasi adanya kedewasaan dan permulaan masa muda pada diri Anda . Seseorang yang berada pada angka usia seperti ini kebanyakan berada di bawah pengaruh ucapan dan bahkan pandangan orang lain.
Perilaku seperti ini, hingga pada tataran tertentu, merupakan perilaku yang normal dan ideal; karena manusia dapat dengan menimbang beberapa kriteria positif dan memandang dirinya, dalam pandangan orang-orang saleh, berada pada tingkatan untuk sampai ke jenjang nilai-nilai yang lebih tinggi. Akan tetapi, hal ini juga dapat mendatangkan bahaya bagi seorang pemuda, tatkala ia berada di antara kumpulan orang-orang dan teman-teman jahat, dan untuk tidak terlihat lemah, ia mempraktikan kriteria-kriteria negatif teman-teman jahat itu dalam dirinya. Dalam kondisi seperti ini, pemuda ini akan segera terjerembab dalam kubangan penyim p angan.
Pada sebagian orang, perasaan idealisme ini muncul dikarenakan oleh beragam sebab di antaranya, pendidikan keluarga dan lain sebagainya, yang tumbuh berkembang secara negatif dalam dirinya. Dalam kondisi seperti ini, manusia tidak akan pernah merasa tenang dan setiap saat merasa bahwa ia hidup di bawah bayang-bayang orang lain, pandangan-pandangan orang lain akan terlihat lebih penting baginya . Ia merasa kerdil dan sempit; karena ia ingin semua orang puas terhadap dirinya.
Bagaimanapun untuk mencari solusi atas persolan ini kiranya Anda perlu memperhatikan beberapa poin sebagai berikut:
1. Percaya Diri (Self Confident):
Percaya diri artinya Anda harus meyakini bahwa Anda mampu; Anda bersandar pada kekuatan yang Anda miliki sendiri dan meyakini bahwa Anda mampu melakukan yang Anda nilai sebagai perbuatan baik. [1]
Islam , dengan khazanah pengetahuan yang melimpah dan memperkenalkan para teladan serta menegaskan supaya manusia mengenal dan memuliakan dirinya, memberikan pelajaran yang sangat besar terhadap proses manusia meraih kepercayaan diri. Misalnya di antara contoh kepercayaan diri, dalam Islam, adalah berpikir mandiri dan tidak merasa perlu terhadap orang lain yang bersumber dari kedalaman perasaan dan kecendrungan-kecendrungan fitrawi manusia.
Al-Qur’an memandang bahwa kebahagiaan setiap manusia bergantung pada amal, usaha, dan sikap sungguh-sungguh yang dimilikinya. Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia tidak akan memperoleh ganjaran kecuali sesuai dengan apa yang diusahakannya. Hal ini akan melahirkan sikap percaya diri dalam diri manusia. Al-Qur’an menyatakan, “ Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya ” (Qs. Al-Mudattsir [74]:38)
2. Bersikap Optimis
Sikap optimis bermakna bahwa setiap manusia harus menghormati dirinya sendiri dan memandang positif diri sendiri. Islam, dalam seluruh program dan agendanya, ibadah, aktivitas sosial, moral, dan perekonomiannya, menjadikan kemuliaan diri sebagai barometer. M engabaikan hal-hal ini sama sekali tertolak dalam Islam. Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt menyerahkan segala pekerjaan kaum Muslimin kepada diri mereka sendiri namun tidak membolehkan mereka untuk menghinakan diri mereka.” [2]
Abraham Maslow berakta, “Seluruh orang dalam komunitas masyarakat memiliki kecendrungan atau memerlukan kemuliaan diri atau penghormatan terhadap diri atau penghormatan terhadap orang lain. Mereka perlu ketika mendapatkan diri mereka memiliki nilai.” [3]
3. Mengenal Diri dengan Baik:
Percaya diri hingga pada tingkatan tertentu bergantung sepenuhnya pada pengenalan atas sisi-sisi positif kepribadian dan mengetahui dengan baik segala potensi, kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. [4] Pandangan negatif terhadap diri dan memandang remeh kemampuan diri akan menyebabkan hilangnya ketenangan dan tiadanya kebebasan dalam diri manusia. Di samping itu, akan menyebabkan manusia tidak memiliki keseimbangan mental dan lari (eskapis) dari terhadap tanggung jawab dan hidup. [5]
4. Menjadikan Kebenaran sebagai Kriteria Utama
Usahakanlah kriteria dan parameter yang Anda buat dalam menerima dan menolak pandangan orang lain adalah hak dan kebenaran. Silahkan Anda cermati mutiara hikmah dari Imam Maksum As. Imam Musa bin Ja’far bersabda kepada Hisyam, “Wahai Hisyam! Janganlah engkau percaya apabila di tanganmu terdapat seb utir kenari sementara seluruh orang berkata bahwa itu adalah mutiara. Dan janganlah bersedih apabila di tanganmu terdapat sebutir mutiara sementara orang-orang berkata bahwa itu adalah sebutir kenari.” [6]
5. Tidak Merasa Kerdil di Hadapan Orang Lain
Yakinlah bahwa orang lain juga seperti Anda memiliki kekurangan dan kelemahan. Ketauhilah bahwa tiada manusia yang sempurna kecuali manusia maksum.
6. Memandang Penting Diri Sendiri
Orang lain juga (khususnya teman-teman sebaya Anda) sangat memandang penting diri mereka sendiri.
7. Berserah diri kepada Allah Swt
Serahkan diri Anda kepada Allah Swt sehingga Anda memperoleh ketenangan. Allah Swt berfirman, “ Mereka adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. ” (Qs. Al-Ra’ad [13]:28)
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat jawaban-jawaban 15961 (Site: 15709) (Indeks: Pembinaan dan Kemandirian Akal dan Pikiran), 525 (Site: 572) (Indeks: Tips untuk Menguatkan Keinginan) dan 3717 (Site: 4386) (Indeks: Faktor-faktor Relaksasi).
[1] . Muhammad Moein, Farhangg-e Farsi, jil. 2, hal. 2406; Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Rahyân-e Kui Dust, hal. 15, Markaz Intisyar at-e Muassasah Amuzesy wa Pazyuhesy Imam Khomeini, Cetakan Ketiga, 1376 S.
[2] . Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Furû’ al-Kâfi, jil. 5, hal. 63, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Kedua, Teheran, 1362 S.
[3] . Abraham Maslow, Rawân Syinâs Syakhshiyat-e Sâlim, Penerjemah Persia, Syiwa Ruigardan, hal. 154, Tanpa Tahun.
[4] . Muhammad Subhani Niya, Jawân wa I’timâd-e Binafs, hal. 64, Markaz-e Cap wa Nasyr Daftar Tablighat Islami Hauzah Ilmiah Qum, Cetakan Pertama, 1387 S.
[5] . Parwiz Manucehriyan, ‘Uqdeh Hiqârat, hal. 5, Intisyarat-e Gothenberg, Tanpa Tahun.
[6] . Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 1, hal. 136, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.