Please Wait
16009
Hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan dari sisi Allah Swt untuk manusia adalah sesuai dengan sistem penciptaan, realitas-realitas alam eksistensi dan struktur eksistensial manusia. Mengingat bahwa struktur wujud jasmani dan ruhani perempuan berbeda dengan laki-laki, maka tugas-tugas, taklif-taklif dan hukum-hukum bagi keduanya juga tidak sama.
Salah satu taklif manusia adalah menyampaikan kesaksian di hadapan hakim yang harus sesuai dengan fakta dan kenyataan serta tidak boleh terpengaruh oleh pelbagai afeksi dan perasaan serta faktor-faktor lainnya sehingga dengan demikian tidak seorang pun yang akan dilanggar hak-haknya.
Karena itu, pada sebagian perkara, terkadang kesaksian kaum perempuan tidak diterima, sebagaimana pada sebagian urusan kesaksian kaum laki-laki juga tidak diterima. Pada sebagian masalah lainnya, kesaksian dua orang perempuan sebagai ganti kesaksian seorang pria akan diterima dan seterusnya.
Di samping itu, harus diperhatikan bahwa memberikan kesaksian merupakan satu tugas dan tanggung jawab bukan hak yang harus dituntut. Karena itu, apabila kesaksian sebagian orang tidak diterima di pengadilan, atau diterima dalam hitungan minimal, boleh jadi dimaksudkan untuk memudahkan taklif dan tanggung jawab mereka dan bukan untuk melanggar hak-hak mereka.
Ada baiknya Anda memperhatikan beberapa poin berikut ini untuk mendapatkan jawaban yang diinginkan:
1. Terdapat banyak perbedaan antara pria dan wanita pada kebanyakan hukum-hukum (laws) dan hukuman-hukuman (penalties). Misalnya apabila seorang pria murtad dari Islam maka, dengan beberapa syarat, ia akan mendapatkan hukuman bunuh (qatl) namun apabila seorang wanita murtad dari Islam maka hukuman yang dikenakan padanya bukanlah hukuman bunuh. Contoh yang lain, Islam membebankan tugas-tugas kepada kaum pria yang tidak dibebankan kepada kaum wanita. Atau tugas-tugas yang dipikul oleh kaum wanita tidak dipikul oleh kaum pria. Dalil adanya pelbagai perbedaan ini karena perbedaan mekanisme penciptaan pria dan wanita. Karena mental dan moral perempuan dan laki-laki tidaklah satu dan setara. Berdasarkan hal ini, apa yang diharapkan Allah Swt terhadap perempuan tentunya berbeda dengan harapan-Nya terhadap laki-laki. Allah Swt menciptakan perempuan untuk urusan-urusan tertentu dan menciptakan laki-laki untuk urusan-urusan lainnya. Keduanya, meski berasal dari jenis yang satu namun sekali-kali keduanya tidak sama. Karena itu, keadilan menuntut bahwa tugas-tugas dan taklif-taklif mereka juga tidak satu, karena kalau satu dan setara maka hal itu akan bertentangan dengan keadilan Ilahi.
2. Dalam pandangan Islam, pembahasan pemberian kesaksian dan penyampaian informasi kepada hakim, sekali-kali bukan sebuah keunggulan, melainkan sebuah tugas, taklif dan tanggung jawab. Artinya supaya hak-hak orang lain tidak dilanggar, Islam menempatkan tugas ini di atas pada pundak manusia yang mengetahui hal-hal yang menjadi obyek ikhtilaf (perbedaan) di antara orang-orang dengan baik sehingga di hadapan hakim ia dapat menjelaskan fakta yang terjadi dan memberikan kesaksian atasnya. Atas dasar ini, al-Qur’an mengumumkan keharaman perbuatan menyembunyikan (ketmân) kesaksian.[1] Karena itu, apabila kesaksian seseorang tidak diterima di pengadilan, atau kurang diterima, maka hal itu adalah bukti untuk memudahkan taklif dan tanggung jawabnya bukan untuk melanggar haknya.
3. Tentu saja taklif dan tugas memberikan kesaksian erat hubungannya dengan penciptaan, mental dan peran antara perempuan dan laki-laki. Meski hal ini tidak ada hubungannya dengan kurang atau sempurnanya salah satunya. Karena pada sebagian perkara, kesaksian yang bertautan dengan masalah-masalah khusus perempuan, kesaksian kaum laki-laki sama sekali tidak diterima, karena secara asasi laki-laki tidak dapat menjadi saksi dalam masalah-masalah tersebut. Demikian juga kesaksian kaum perempuan dihilangkan pada sebagian perkara dan dikhususkan untuk kaum laki-laki. Pada sebagian perkara kesaksian dua wanita diterima sebanding dengan kesaksian seorang pria diterima. Seluruh aturan ini berpijak di atas hikmah dan keselarasan antara sistem tasyri’i[2] dan sistem takwini.[3] Namun pada sistem taysri’i, apabila tidak sesuai dan selaras dengan sistem takwini, maka sistem tasyr’i tidak memiliki bobot nilai. Nilai dan bobot sistem tasyri’i seukuran dengan mizan kesesuaiannya dengan bobot eksistensial setiap entitas (makhluk) pada sistem takwini.
Pada sistem takwini (penciptaan) terdapat banyak perbedaan antara pria dan wanita. Di sini kita akan menyebutkan sebagian dari perbedaan itu sebagaimana berikut ini:
- Dari sisi anggota badan: Dua jenis pria dan wanita berbeda pada seluruh anggota badan antara satu dengan yang lain, baik anggota badan yang terkait dengan jenis kelamin dan alat reproduksi atau pun selainnya. Tumbuhnya rambut pada badan pria dan wanita, minyak di bawah kulit, tekstur-tekstur, kelembutan dan kekerasan kulit, bentuk dan berat tulang-tulang, bahan-bahan organik dan mineral pada tulang-tulang, kekerasan otot, kekerasan tangan, bentuk teknis, volume dan berat otak, berat hati, denyut nadi, tekanan darah, tingkat kepanasan badan, timbangan dan bilangan pernafasan pada setiap menit, tinggi, berat badan, getaran suara, kelembaban badan, mizan darah putih dan darah merah, cakupan dan volume paru-paru dan model perkembangan badan permulaan dua jenis jantan dan betina. Pendeknya, seluruh perbedaan ini terdapat pada diri pria dan wanita bahkan satu rambut berbeda di antara keduanya.[4]
- Dari sudut pandang perasaan, afeksi, inklinasi dan akhlak: Sesuai dengan pandangan para psikolog, kecintaan, perilaku reaktif, perilaku sentimental dan defensif merupakan tipologi kaum perempuan. Sebagai kebalikan dari tipologi ini, agresif, merdeka, kompetetif, dominatif dan gemar menguasai yang dipandang sebagai tipologi kaum laki-laki.[5] Juga disebutkan: bahwa di antara karakteristik wanita adalah memiliki hati penuh kasih, afeksi dan sentimen, suka bergaya, menarik, suka berdandan, menyukai kain, pakaian, emas dan berhias.[6]
Perempuan dalam urusan meniru, suka mode, suka berdandan dan bergaya, menangis dan tertawa lebih terdepan ketimbang laki-laki.[7] Kaum perempuan karena lebih banyak mendapatkan manfaat dari energi perasaan dan sentimen sehingg mereka lebih banyak mudah terpengaruh dan terignisi.[8] Dalam domain penciptaan tipologi-tipologi ini kita jumpai pada diri perempuan dan laki-laki.
Pada ranah tasyri’i untuk mengukuhkan implementasinya (khususnya dalam urusan yang berkaitan dengan hak-hak manusia [haqqun nâs]) maka harus dipikirkan bagaimana caranya supaya hak-hak manusia dalam urusan kesaksian tidak dilanggar. Dalam hal ini terdapat tiga gambaran yang dapat diilustrasikan:
A. Karena dominasi sentimen dan emosi pada diri wanita, afeksi dan pelbagai emosi pada wanita telah menjadi ruang bagi wanita dengan mudah melupakan sebagian perkara emosional. Demikian juga disebutkan bahwa kaum wanita lebih cepat mencapai kemantapan hati dalam sebuah masalah dan cepat mempercayai serta lebih mudah terpengaruh. Karena itu, kita katakan bahwa kesaksian kaum wanita tidak memiliki nilai, sehingga hak-hak orang lain tidak dilanggar karena telah menggunakan kesaksian kaum wanita. Pandangan ini boleh jadi pada satu sisi akan menyebabkan terlanggarnya hak-hak orang lain dan kesaksian tersebut pada tingkatan tertentu berada dalam batasan kaum wanita.
B. Kita katakan pada seluruh hal, kesaksian wanita sama dan setara dengan kesaksian pria. Kesaksian keduanya bernilai sama. Konsekuensi ucapan ini adalah surut dan jatuhnya nilai peradilan dan pada tingkatan tertentu hak-hak manusia akan dilanggar.
C. Solusi Jalan tengah: Allah Swt menciptakan manusia dan mengetahui segala rahasia yang tersembunyi. Allah Swt berfirman bahwa dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak manusia (haqqunnas bukan haqquLlah) kesaksian para wanita diberikan nilai dan kredit, namun untuk menguatkan dan mengukuhkan kesaksian tersebut maka diperlukan dua saksi wanita dalam hal-hal yang memerlukan satu saksi pria, atau empat saksi wanita dalam hal-hal yang memerlukan dua saksi pria, dengan syarat-syaratnya. Dalam hal ini, kesaksian wanita akan memiliki nilai dan kredit.
Solusi dan pendapat ketiga ini adalah identik dengan keadilan dan selaras dengan sistem penciptaan perempuan dan laki-laki yang diterima Islam. [IQuest]
[1]. “Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka hatinya telah berdosa. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Baqarah [2]:283)
[2]. Sistem tasyri’i (nizhâm tasyri’i) yaitu aturan-aturan yang bertautan dengan domain perbuatan-perbuatan ikhtiari manusia.
[3]. Sistem takwini (nizhâm takwini) adalah pelbagai aturan, tugas dan tanggung jawab yang mendominasi manusia dari sisi penciptaan dan tidak ada kaitannya dengan ikhtiar manusia. Dalam domain sistem takwini, yang mendapat perhatian adalah masing-masing dua jenis jantan dan betina yang memiliki tugas khusus dan sesuai dengan pelbagai fasilitas yang dimilikinya sedemikian sehingga pengingkaran manusia terhadapnya sama sekali tidak dapat ditolerir.
[4]. Awwalin Dânesygâh wa Âkhirin Payâmbarân, Sayid Ridha Paknejad, jil. 19, hal. 280-293.
[5]. Rawansyinasi Rusyd, jil. 1, hal. 330, Intisyarat-e Samt.
[6]. Awwalin Dânesygâh wa Âkhirin Payâmbarân, Sayid Ridha Paknejad, hal. 281.
[7]. Ibid, hal. 295.
[8]. Kitâb-e Naqd, No. 12, hal. 59.