Please Wait
Hits
12033
12033
Tanggal Dimuat:
2015/07/30
Ringkasan Pertanyaan
apakah mereka yang pernah melakukan satu kesalahan dapat ber amar makruf nahi mungkar terhadap apa yang pernah dia lakukan?
Pertanyaan
Bagaimana hukumnya jika kita senang memberi nasehat pada orang lain, sementara kita terkadang masih sering melakukan kesalahan, terlebih lagi apa yang kita nasehati itu? Misalnya larangan menggunjing, sementara ada saat-saat dimana kita hilang kendali, kemudian melakukan apa yang kita nasehati pada orang lain. namun, masih selalu ada niat untuk terus memperbaiki diri hari demi hari. apa sebaiknya kita berhenti dulu untuk memberi nasehat pada orang lain, sampai kita benar-benar bisa melakukan apa yang ingin kita nasehatkan itu?
Jawaban Global
Meskipun dalam syarat-syarat amar makruf nahi mungkar tidak disebutkan bahwa ia sendiri juga harus beramal atas apa yang diserukannya. Maksudnya ajaran-ajaran agama tidak menyebutkan bahwa salah satu syarat amar makruf dan nahi mungkar itu adalah orang yang menyerunya juga harus konsekuen terhadap apa yang diserukannya yaitu ia telah beramal sebelum menyeru orang lain.
Bagaimanapun, persoalan ini dapat ditinjau dari dua sisi:
Bagaimanapun, persoalan ini dapat ditinjau dari dua sisi:
- Terkait dengan orang-orang yang tidak begitu meyakini perbuatan-perbuatan makruf dan tidak meninggalkan hal-hal yang haram, namun di hadapan orang memberikan kesan seakan-akan beramar makruf, cepat memberikan respon kesalahan kecil orang lain, berlagak di depan orang banyak dan dengan tujuan untuk merusak orang lain berdalih seakan-akan beramar makruf. Al-Quran sangat memperingati orang-orang seperti ini dan mengatakan:
«یا أَیُّهَا الَّذینَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ ما لا تَفْعَلُونَ* کَبُرَ مَقْتاً عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا ما لا تَفْعَلُونَ»
“Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan, amat besar kebencian di sisi Allah bila kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. Al-Shaf [61]:2-3)
Di ayat lain al-Quran mengatakan:
«أَ تَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَ تَنْسَوْنَ أَنْفُسَکُمْ وَ أَنْتُمْ تَتْلُونَ الْکِتابَ أَ فَلا تَعْقِلُونَ»
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaikan (dan beriman kepada seorang Nabi yang tand-tandanya terdapat di dalam kitab Taurat), sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?!” (Qs. Al-Baqarah [2]:44)
Orang-orang seperti ini yang melupakan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai seorang manusia dan sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Akibatnya, Tuhan murka terhadap mereka dan menjadikan mereka orang-orang tercela. Allah Swt berkata (kepada mereka) sebelum kamu memperbaiki kesalahan orang lain perbaiki dulu kesalahan dirimu sendiri dan sibuklah memperbaiki diri sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan, amat besar kebencian di sisi Allah bila kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. Al-Shaf [61]:2-3)
Di ayat lain al-Quran mengatakan:
«أَ تَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَ تَنْسَوْنَ أَنْفُسَکُمْ وَ أَنْتُمْ تَتْلُونَ الْکِتابَ أَ فَلا تَعْقِلُونَ»
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaikan (dan beriman kepada seorang Nabi yang tand-tandanya terdapat di dalam kitab Taurat), sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?!” (Qs. Al-Baqarah [2]:44)
Orang-orang seperti ini yang melupakan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai seorang manusia dan sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Akibatnya, Tuhan murka terhadap mereka dan menjadikan mereka orang-orang tercela. Allah Swt berkata (kepada mereka) sebelum kamu memperbaiki kesalahan orang lain perbaiki dulu kesalahan dirimu sendiri dan sibuklah memperbaiki diri sendiri.
- Namun kebanyakan perkara-perkara tidak demikian adanya; yakni seseorang yang melakukan amar makruf nahi mungkar yang mengakui kesalahan dan kelemahan diri sendiri, akan tetapi dia memberikan peringatan atas kebaikan saudara seiman baik laki-laki maupun perempuan. Di sinilah (yang namanya) amar makruf nahi mungkar dari ikatan hubungan persaudaraan antara orang-orang berimana inilah untuk mengangkat derajat maknawiyat mereka.
Al-Quran menyebutkan:
«وَ الْمُؤْمِنُونَ وَ الْمُؤْمِناتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِیاءُ بَعْضٍ یَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَ یَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْکَرِ
وَ یُقیمُونَ الصَّلاةَ وَ یُؤْتُونَ الزَّکاةَ وَ یُطیعُونَ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ أُولئِکَ سَیَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزیزٌ حَکیمٌ»
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Taubah [9]:71)
Di ayat lain al-Qur’an menyebutkan tentang orang-orang seperti ini :
«...الَّذینَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ وَ تَواصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَواصَوْا بِالصَّبْر»
“Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran, dan saling nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Qs. Al-Ashr [103]:3)
Tawashâ berarti nasihat yang ini pada yang itu dan yang itu pada yang ini, tawashâ bilhaq berarti saling menasehati kepada yang hak (kebajikan), nasehat untuk mengikuti yang hak dan menetap serta istiqamah pada jalan hak (kebaikan).[1]
Yang besar memberikan nasihat kepada yang kecil, yang kecil pada gilirannya akan cenderung memberi nasehat seperti orang besar; orang pintar memberi nasehat kepada orang bodoh dan orang bodoh juga menjalankan nasihat (orang pintar). Dan ini dasar lingkupan pelaksanaan pengembangan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Dan dengan demikian perintah wajibnya mengajak orang-orang kepada-Nya dan menyampaikan risalah-risalah-Nya kepada semua khalayak serta membimbing orang-orang bodoh dan yang sejenisnya menjalankannya secara meluas.[2]
Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan, lebih baik penasehat juga mengamalkan apa yang dikatakannya, namun jika ia tidak mengamalkannya tapi juga tidak berniat untuk memberi kesan dan merusak karakter orang lain maka hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk meninggalkan amar makruf nahi mungkar, akan tetapi selain harus memperbaiki diri juga tetap beramar makruf nahi mungkar kepada orang lain dan juga menerima beramar makruf orang terhadap diri sendiri sehingga kita masuk dalam golongan orang-orang Mukmin yang memberi nasehat kepada yang hak (kebajikan). [iQuest]
«وَ الْمُؤْمِنُونَ وَ الْمُؤْمِناتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِیاءُ بَعْضٍ یَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَ یَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْکَرِ
وَ یُقیمُونَ الصَّلاةَ وَ یُؤْتُونَ الزَّکاةَ وَ یُطیعُونَ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ أُولئِکَ سَیَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزیزٌ حَکیمٌ»
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Taubah [9]:71)
Di ayat lain al-Qur’an menyebutkan tentang orang-orang seperti ini :
«...الَّذینَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ وَ تَواصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَواصَوْا بِالصَّبْر»
“Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran, dan saling nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Qs. Al-Ashr [103]:3)
Tawashâ berarti nasihat yang ini pada yang itu dan yang itu pada yang ini, tawashâ bilhaq berarti saling menasehati kepada yang hak (kebajikan), nasehat untuk mengikuti yang hak dan menetap serta istiqamah pada jalan hak (kebaikan).[1]
Yang besar memberikan nasihat kepada yang kecil, yang kecil pada gilirannya akan cenderung memberi nasehat seperti orang besar; orang pintar memberi nasehat kepada orang bodoh dan orang bodoh juga menjalankan nasihat (orang pintar). Dan ini dasar lingkupan pelaksanaan pengembangan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Dan dengan demikian perintah wajibnya mengajak orang-orang kepada-Nya dan menyampaikan risalah-risalah-Nya kepada semua khalayak serta membimbing orang-orang bodoh dan yang sejenisnya menjalankannya secara meluas.[2]
Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan, lebih baik penasehat juga mengamalkan apa yang dikatakannya, namun jika ia tidak mengamalkannya tapi juga tidak berniat untuk memberi kesan dan merusak karakter orang lain maka hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk meninggalkan amar makruf nahi mungkar, akan tetapi selain harus memperbaiki diri juga tetap beramar makruf nahi mungkar kepada orang lain dan juga menerima beramar makruf orang terhadap diri sendiri sehingga kita masuk dalam golongan orang-orang Mukmin yang memberi nasehat kepada yang hak (kebajikan). [iQuest]
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar